Rabu, 26 Oktober 2011

MENJADI LEKTOR YANG IDEAL



PELATIHAN
 MENJADI LEKTOR YANG IDEAL
Oleh :Silvester Nyawai
Kamis, 27 Oktober 2011
 


A.    SIAPA LEKTOR/LEKTRIS?
Kata lector (lector) yang berasal dari kata latin Lectito artinya membaca atau membacakan. Umumnya, kata ini sama diartikan pembaca atau yang membacakan. Biasa juga dikanalkan dengan kata “leksio” artinya bacaan.
Dalam pengertian khusus yang disesuaikan dengan tradisi Gereja, lektor adalah seseorang yang mendapatkan kewewenangan dari Uskup untuk membacakan sabda Tuhan. Dalam pengertian umum, lektor adalah lektor biasa dilihat dalam bertugas di Gereja membaca Kitab Suci, mereka tidak menerima SK dari Uskup. Mereka ini adalah awam biasa. Jadi, Lektor bukanlah orang yang bertugas membaca biasa atau petugas membaca, akan tetapi lektor adalah orang yang menyampaikan sabda Allah.
Menjadi lektor tidak sulit. Setiap orang bisa menjadi lektor asal memenuhi persyaratan yakni beriman Katolik, dapat membaca dengan lancer dan memiliki kesanggupan untuk mengabdi atau melayani dangan tulus dan serius.
Dalam hal ini, kata “tidak sulit” jangan diartikan “gampang” dalam arti seenaknya, sekedar pengisi waktu luang, tampa niat yang kuata atau motivasi. Tapi, tektor sebagai penyampai sabda Allah, adalah pribadi yang takkala bertugas harus mampu menempatkan diri menjadi bagian penting yang tak terpisahkan dari seluruh rangkaian upacara liturgis ekaristi.
Lektor yang menyampaikan sabda Allah bukan hanya sekedar lektor yang membacakan sabda Allah yang tertulis dalam KS. Pembaca KS lebih dahulu mendekatkan diri dengan Kitab Suci yang memuatkan sabda Allah tersebut. Pendekatakan yang paling efektif adalah dengan cara membaca Kitab Suci setiap hari secara tekun dan telaten. Cara ini amat berguna dalam mambantu pembaca untuk mengerti serta memahami sabda Allah.
Lektor yang ideal adalah lektor yang dengan kecerdasan imannya meyakini kebenaran Sabda Allah. Dengan kecerdasan intelektualnya dan spiritualnya memahami serta menghayati makna sabda yang tersurat maupun tersirat dalam KS, dengan tata fisik dan pesona suaranya yang memikat ia mengumandangkan sabda itu agar bisa didengar dan mudah diresapkan dan dengan tata batin yang terkendali serta teknik pengucapan yang baik, ia meyakinkan sabda Allah yang disampaikannya itu dapat dimengerti, dipahami, diresapkan dan diamalkan umat dalam kehidupan sehari-hari.
Dari semuannya ini dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa, menjadi lektor bukanlah sebuah tugas main-main. Menjadi lektor harus sunguh belajar dan diajar, sungguh berlatih dan bersedia dilatih dengan serius dan tulus. Meningkatkan kemampuan, keterampilan dan kualitasnya.
“Untuk melaksanakan karya sebesar itu, Kristus selalu mendampingi Gereja-Nya terutama dalam kegiatan-kegiatan liturgis. (1) Ia hadir dalam Korban Misa, baik dalam pribadi pelayan, “karena yang sekarang mempersembahkan diri melalui pelayanan imam sama saja dengan Dia yang ketika itu mengorbankan Diri di kayu salib( 20), maupun terutama dalam (kedua) rupa Ekaristi. Dengan kekuatan-Nya (2) Ia hadir dalam Sakramen-sakramen sedemikian rupa, sehingga bila ada orang yang membabtis, Kristus sendirilah yang membabtis(21). (3) Ia hadir dalam sabda-Nya, sebab Ia sendiri bersabda bila Kitab suci dibacakan dalam Gereja. Akhirnya (4) Ia hadir, sementara Gereja memohon dan bermazmur karena Ia sendiri berjanji : bi la dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, disitulah Aku berada diantara mereka (Mat 18:28)” (SC 7).
 
Lektor diakui sebagai bagian integral dalam sebuah perayaan Sabda dan Ekaristi. Dalam hal ini, ada 3 keyakinan seorang lektor diantaranya adalah.
1.      Sebagai pribadi, lektor harus meyakini bahwa lektor sebagai profesi. Dalam hal ini, seorang lektor harus bertindak profesional dalam melaksanakan tugas dan kewajiban utamannya. Profesional tersebut harus dihayati dengan seluruh jiwa, ia yakin bahwa menjadi lektor adalah wujud aktual persembahan hidup pribadinya di dalam ekaristi.
2.      Sebagai kelompok, lektor harus dihimpun dalam satu wadah yang dikelola dengan tata manajeman yang berkualitas untuk mendidik dan melatih para pribadi lektor itu dengan sistim yang berkualitas, terprogram, terkendali dan berkesinambungan agam mereka menjadi lektor yang benar-benar teruji kualitasnya.
3.      Lektor, baik sebagai pribadi maupun komunitas menyadari diri sebagai bagian yang integral dalam liturgy sabda dan ekaristi yang bertanggungjawab kepada Gereja dan umat paroki tempat lektor berdomisili dan berkarya.
B.     PRAKTEK MEMBACAKAN KITAB SUCI
1.      Bagaimana mendapatkan bahan bacaan?
·         Melihat kalendarium liturgi dan setelah tahu masa liturginya baru mencari buku lektionarium yang bersangkutan (lihat daftar lectionarium di atas).
·         Kalau tidak tersedia lektionarium, dari kalender liturgi langsung dicari perikop yang ditunjuk sesuai kitab, bab dan ayatnya.
2.      Bagaimana membacakan kutipan dari lectionarium?
·         Yang wajib dibacakan bagi umat adalah sumber bacaan, yaitu: Pembacaan diambil dari kitab Keluaran. Setelah itu langsung dibacakan bacaannya. Petunjuk bab dan ayat tidak begitu penting. Tulisan-tulisan yang lain sebenarnya adalah petunjuk bagi pembaca sendiri (Bacaan Pertama), atau petunjuk bagi pengkhotbah (pengantar yang dicetak miring, ayat singkat yang dicetak miring), jadi tidak perlu dibacakan untuk umat.
·         Kalaupun mau dibaca lengkap maka urutannya adalah: Bacaan Pertama – ayat cetak miring – Pembacaan diambil dari ….. – isi bacaan – Demikianlah Sabda Tuhan.
3.      Kelengkapan apa saja yang diperlukan seorang lektor?
Bahan bacaan, bisa berupa teks, buku lectionarium, atau kitab suci yang sudah dipersiapkan khusus 
(1)    mimbar atau tempat pembacaan yang khusus
(2)    pakaian yang pantas atau malah khusus, biasanya juga ditambahkan sebuah samir sesuai warna liturgi 
(3)    mikrofone, bila ruangan cukup besar, atau bila umat cukup banyak
4.      Bagaimana langkah-langkah untuk menyiapkan pembacaan?
ΓΌ  menemukan teks yang ditentukan 
ΓΌ  membaca keseluruhan secara lancar – sebaiknya dilafalkan dan tidak hanya dalam hati
ΓΌ  mengenali jenis teks – kisah, dialog, kotbah dsb. agar bisa menentukan gaya pembacaan 
ΓΌ  menemukan inti bacaan – biasanya sudah ditunjuk oleh kutipan bercetak miring 
ΓΌ  menemukan bagian-bagian yang merupakan satu kesatuan gagasan
ΓΌ  memberi tanda khusus pada akhir alinea, akhir kalimat, koma, jeda serta tempat pernafasan, atau pada kata-kata yang perlu diberi tekanan khusus. Tentu saja tidak dibenarkan mencoret-coret buku misa, maka bila belum ada teks khusus, baik kalau duusahakan sendiri.
ΓΌ  membaca kembali secara utuh sambil mengatur ritme.
5.      Apa saja yang harus diperhatikan dalam praktek pembacaan?
(1)      kelancaran membaca, ini bisa dipersiapkan dengan membaca dan melafalkan bacaan secara berulang-ulang 
(2)      kejelasan artikulasi, ini sangat dipengaruhi oleh cara kita membuka mulut,
(3)      frashering atau jeda pernafasan, ini bisa dibangun dengan mencari penggalan yang tepat dan kemudian memberi tanda 
(4)      aksentuasi atau pemberian tekanan, dapat dilakukan setelah kita menemukan bagian yang penting yang perlu dipertajam, 
(5)      tempo atau kecepatan baca, harus diukur agar membantu pendengar dan membantu pembacaan kita sendiri, 
(6)      irama, mesti disesuaikan terutama dengan bentuk kalimat – kalimat berita, kalimat seru, kalimat tanya dsb. 
(7)      volume atau keras lemah suara, menyesuaikan dengan luas ruangan dan jumlah pendengar; sekarang kita banyak dibantu dengan sound system yang menuntut kita untuk bisa memanfaatkannya sebaik mungkin, 
(8)      komunikasi dengan pendengar, diperlukan karena peran kita adalah membacakan dan bukan sekedar membaca untuk diri sendiri, ini bisa mencakup arah hadap, jangkauan pandangan dan kontak mata 
(9)      gerak-gerik dan penampilan yang mendukung kewibawaan sabda Tuhan yang kita bawakan, kita tidak tampil untuk membawakan diri sendiri. Perlu dicermati cara kita berjalan, berlutut, berdiri, memandang, berpakaian, bermake-up dsb. 
6.      Adakah tugas lain selain membacakan kitab suci?
Di paroki kita, lektor biasanya juga bertugas memberikan sambutan pembukaan, pengantar tema, membacakan doa umat dan membacakan pengumuman. Untuk pengantar tema dan doa umat, sudah tersedia dalam buku misa (kecuali kalau berbahasa Jawa harus menterjemahkan atau membuat sendiri). 

SUMBER

KWI. 2004. Konsili Vatikan II. Jakarta: OBOR-Kanisius

Roesdianto, Victor. 2005. 9 Prinsip Lektor. Semarang: Yayasan Pustaka Nusantara




MEMAHAMI PEMIHAKAN GEREJA TERHADAP ORANG MISKIN DALAM TERANG INJIL LUKAS


MEMAHAMI PEMIHAKAN GEREJA TERHADAP ORANG MISKIN DALAM TERANG INJIL LUKAS
Oleh: Silvester Nyawai

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Kemiskina merupakan masalah terbesar dalam hidup manusia dari sejak dulu sampai sekarang. Jika melihat fenomena hidup yang seperti ini banyak sekali tangapan, opini dari para pejuang untuk menghadapi kemiskinan. Permasalahan sosial yang tidakan ada hentinya ini bukan hanya terjadi pada zaman Yesus saja, akan tetapi seiring dengan perkembangan dunia yang semakain hari semakin menuntut manusia untuk selalu cenderung menuju kepada sikap individualisme dan konsumerisme.
Jika dikaji lebih dalam lagi, seolah-oleh kemiskinan merupakan topik terbesar manusia yang tak pernah terselesai untuk dibahas. Sebagai permaslahan sosial dalam hidup manusia, kemiskinan tersebut dapat membuat manusia jauh dan kedak dengan Allah sebagai penyelamat dunai. Dalam hal ini, hendaklah gereja dengan tugas atau berdasarkan panggilannya yang ia peroleh dari Yesus Kristus dengan melalui para murid-muridnya, hendaklah gereja memberi perhatian yang khusus kepada orang miskin.

1.2.  Tujuan Penuliasan
Ada beberapa alasan penulis mengambil tema tentang ”Memahami Pemihakan Gereja Terhadap Orang Miskin Dalam Terang Injil Lukasalasan pertama, mengingat semakain banyaknya tingkat kemiskinan yang terjadi pada masa sekarang, seolah-oleh kemiskinan tersebut adalah jurang yang memisahakan antara manusia dengan manusa dan dengan Tuhan.
Kedua, kemiskinan merupakan nilai hidup yang mengarahkan kepada penghayatan hidup akan peristiwa penyelamatan Yesus Kristus ke dunia ini. Kemiskinan yang seperti ini merupakan penghayatan bagi para kaum klerus, yang tidak memusatkan tumpuan hidup mereka kepada hal atau harta dunia.

1.3.  Metode penulisan
Dalam menulis peper ini, penulis mengunakan metode studi kepustakaan yang digunakan sebagai sumber utama, dan kemudian penulis juga mengunakan sumber-suber pendukung lainnya, seperti artikel, dokumen, kitab suci, kamus dan kenyataan hidup serta pengalaman penulis dalam melihat kenyataan-kenyataan yang ada terjadi dalam masyarakat, baik melaloi TV dan penglihatan langsuang.


BAB II
MEMAHAMI PEMIHAKAN GEREJA TERHADAP ORANG MISKIN DALAM TERANG INJIL LUKAS

2.1.PENGERTIAN KEMISKINAN

2.1.1.      Pengertian Kemiskinan
Secara harafiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin diberi arti “tidak berharta-benda” (Poerwadarminta, 1976). Dalam pengertian yang lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidak-mampuan baik secara individu, keluarga maupun kelompok, sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yang lain
Kemiskinan merupakan situasi di mana adanya kekurangan akan hal-hal yang dimilikinya, contohnya adalah sandang, pangan dan papan. Dilain sisi kemiskinan dapat juga berarti tidak adanya akses atau pemasukan terhadap pendidikan dan pekerjaan yang dapat mengatasi atau menyelesaikan masalah kemiskinan serta mendapatkan kehormatan yang sepentasnya sebagai warga negara.
Dalam kamus Bahasa Indonesis kemiskinan memiliki pengertian situasi yang ada pada penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi kebutuhan misalnya makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat dibutuhkan untuk mampu bertahan pada tingkatan yang minimum (Depdakdipbur, 1991.2.660).  Dalam kamus Teologi, kemiskinan  dimengerti sebagai suatu pilihan hidup. Teologi ini dipelopori oleh para tokoh Teologi pembebasan dengan maksud untuk mengajak orang-orang Kristiani dengan tujuan supaya ada keadilan sosial bagi mereka yang pada waktu itu belum dapat memenuhi kebutuhan seperti sandang, pangan dan papan, serta pelayanan yang lainnya. Kesejahteraan, pendidikan, pekerjaan, serta kebutuhan dasar yang lainnya (O’Collins dan G. Farrugia. 1996: 200).
Miskin juga dapat berarti mereka yang mendapat tatanan yang paling bawah dalam hal ekonomi di dalam masyarakat, dan oleh situasi tersebut bahkan ada yang menjual dirinya untuk dijadikan budak oleh sekelompok orang yang mampu sebagai meringankan beban hidup mereka dalam hal persaingan. Dalam perjanjian Lama, kemiskinan merupakan hukuman atas kejahatan (Browning. 2008. 272).
”Amsal 13:18 Kemiskinan dan cemooh menimpa orang yang mengabaikan didikan, tetapi siapa mengindahkan teguran, ia dihormati”

Kemiskinan dapat dipahami dengan berbagai macam cara, diantaranya adalah kemiskinan merupakan gerbang kekurangannya materi yang dapat mencakupi segala kebutuhan seperti makanan sehari-hari, pakaian, rumah serta pelayanan kesejahteraan (kesehatan), dalam hal ini kemiskinan dapat diartikan sebagai adanya kelangkaan keperluan-keperluan serta pelayanan yang mendasar. Kemiskinan yang menjadi tantangan akan kebutuhan sosial seperti dikucilkan dari kehidupan sosial, memiliki ketergantungan terhadap orang lain, dan tidak mampu untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat contohnya pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
Orang yang dikatakan miskin dapat juga dikatakan bahwa orang yang kurang mengalami nasib yang baik didalam hidupnya. Pada istilah ada dua pengandaian yang dapat saling melengkapi seperti, kemiskinan dalam arti ekonomi merupakan pernyataan orang yang miskin tidak dapat dilepaskan dari kehidupan yang ada di dunia ini, istilahnya kemiskinan merupakan bagian dari kehidupan di dunia. Kemiskinan dalam arti religius merupakan keadaan yang dialami ia alami. Pada pernyataan ini dapat diartikan sebagai keterbukaan orang-orang miskin akan kedatangan Allah secara khusus serta mengalami kerajaan Allah sebagai suatu daerahnya sendiri (Dufour. 1990: 400).

2.1.2.      Konsep Tentang Kemiskinan
Kemiskinan itu muncul ketika ada sekelompok orang yang tidak mampu untuk mencukupi kebutuhannya secara ekonomi, kebutuhan ini oleh publik dianggap sebagai kebutuhan yang minimal dari standar kehidupan manusia. Ada beberapa konsep pemahaman tentang kemiskinan diantaranya:
1.      Menurut Superlan (1995:xi) kemiskinan merupakan standar tingkat kehidupan yang rendah, seperti tingkat kemiskinan yang memiliki kekurangan materi dalam sekelompok masyarakat. Dari standar materi yang kurang ini memiliki dampak pada orang yang bersangkutan, pada hal pendidikan, moral, kesehatan dan menganggap diri mereka sebagai orang miskin.
2.      Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Kemiskinan merupakan situasi yang tidak dapat dielakkan dari seseorang, dan tidak mampu untuk mengatasinya.
3.      Kemiskinan menurut BKKBN (1996:10), kemiskinan diartikan sebagai ketidak mampuan seseorang untuk memelihara diri sendiri pada taraf kehidupan yang dipunyai dan tidak bisa memanfaatkan tenaga, mental atau fisik untuk mencukupi kebutuhan hidup (http://forumteologi.com).


2.1.3.      Penyebab Kemiskinan
A.     Menurut Kuncoro (2000: 107) kemiskinan disebabkan oleh tidak samanya kepemilikan pola sumberdaya yang memiliki akibat distribusi yang tidak seimbang (secara mikro), memiliki keterbatasan sumber pendapatan yang rendah dan mengakibatkan kualitas rendah. Kuncoro juga mengatakan bahwa kemiskinan muncul dikarenakan kualitas sumberdaya manusia, dan memiliki ketidak samaan dalam akses dalam modal.
B.     Timbulnya kemiskinan juga dapat disebabkan individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin; penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga; penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar; penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi; penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.

2.2.PEMIHAKAN GEREJA TERHADAP KEMISKINAN

Pada kenyataannya, di dunia ini begitu banyak orang yang miskin. Kasus kemiskinan hampir di setiap negara itu ada, terutama di Negara Asia ini kemiskinan yang semakin hari semakin meningkat. Gereja sebagai pilihan Allah memiliki peran yang amat penting dalam memberantas kemiskinan tersebut, artinya kehadiran Gereja dan pelayanannya haruslah berperan aktif untuk mewartakan Kabar Gembira kepada semua orang terutama kepada mereka yang berkurang dalam sandang, papan dan pangan (miskin).
Melihat kenyataan itu harusnya seperti apakah pelayanan Gereja terhadap orang miskin. Dalam pewartaan-Nya, Yesus pernah berkata bahwa Kerajaan Allah sudah datang dan berkarya, dengan demikian orang yang miskin diajak untuk menyadari kekuatan Allah diantara mereka, tindakan yang demikian ingin menyadarkan bahwa kekuatan Allah itu hadir dalam diri semua orang. Kerajaan Allah bukanlah suatu penyembuh bagi semua orang, akan tetapi Kerajaan Allah merupakan usaha yang menuntut untuk bekerja keras.
Kedatangan Yesus ke dunia ini memang membawa damai, akan tetapi damai yang dibawa oleh Yesus sering mendapat perlawanan, maka dari pada itu hendaklah Gereja sebagai mempelai Yesus harus meneladani Yesus dalam segala pewartaan-Nya terutama Gereja harus memiliki keberpihakan terhadap orang yang terlantar atau miskin. Dalam hal ini, Gereja dituntut bukan menjadi suatu himpunan atau perkumpulan yang hidup kerohaniaannya baik atau saleh, melainkan Gereja merupakan persekutuan orang yang beriman kepada Yesus sebagai sumber inspirasi dan sekaligus merupakan sumber kekuatan dalam menjalankan tugas pastoral tugas Gereja.
”Lukas  12: 51 Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan”

Beriman kepada Yesus, artinya seluruh kepenuhan hidup Gereja harus menjadi seperti Yesus yang selalu semangat dalam pelayanan dan tidak memilih siapa dan di mana, terlebih-lebih sikap kepada kaum miskin. Dalam hal ini, Gereja dituntut bukan hanya sekedar teori melainkan tindakan yang nyata atau kongkret. Gereja yang berada di tengah dunia ini harus menjadi garam dan terang dunia, artinya kekuatan Gereja bukan terletak pada finansial atau ekonominya, akan tetapi kekuatan Gereja terletak pada Roh Kudus yang selalu memberi kekuatan dan semangat Iman kepada seluruh umat manusia (KWI, 2007: 456).
Keberpihak Gereja terhadap kaum miskin merefleksikan solidar Allah sendiri terhap mereka yang menderita dan “hina” maka dari pada itu, dalam Injil Matius 25:42-45 di situ jelas Yesus mengidentifikasikan dirinya dengan mereka yang menderita (yang lapar, haus, telanjang dan penjara). Pada umumnya di dunia ini orang menderita kemiskinan dan penindasan, karena situasi yang tidak adil, atau karena struktur di dalam masyarakat itu tidak berpihak kepada kelompok orang-orang yg terpinggirkan. Dewasa ini di dunia kita ini, ada sekiat satu miliar orang yang terjerumuskan dalam kemiskinan. Maka salusinya disampai diakonia karitatif, Gereja juga harus melaksanakan diakonia reformatif dan transformatif . Gereja harus memberdayakan kelompok marginal dan memperjuangan perubahan struktur yang kurang adil di dalam dunia ini (exploitatif).

2.3.KEMISKINAN MENURUT INJIL LUKAS
Dalam injil Lukas, tema mengenai orang miskin amat banyak dikisahkan, bahkan ada kata-kata cerita untuk orang miskin. Dalam injil Lukas ia ingin mewartakan bahwa Yesus yang memiliki kuasa sebagai Tuhan dan Mesias. Penginjil Lukas mengatakan bahwa Tuhan yang datang ke dunia ini merupakan Allah yang penuh belas kashih. Dalam injil Lukas, Yesus selalu digambarkan sebagai orang yang baik hati, berkasihan, dan berbelas kasih. Tindakan Yesus yang baik hati itu oleh penginjil Lukas tampak dalam sikap dan tindakan-Nya terhadap orang-orang yang pada waktu itu kurang dihargai atau miskin.
Dalam tindakan dan pengajaran-Nya itulah tampak bahwa Tuhan Yesus itu merupakan orang yang baik hati dan penuh belas kasih sayang, dan itu terlihat pada sikapn-Nya yang selalu memberi pujian kepada mereka, karena walaupun mereka miskin akan tetapi mereka telah mendapatkan pemerintahan Allah (Luk 6:20).
Lukas 6: 20 “Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata: “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.”

Sehingga dengan demikian, miskin menurut injil Lukas dapat bearti mereka yang merasa diri tidak memiliki kemampuan dalam hal ekonomis dan  sambil percaya akan pengajaran Yesus Kristus, dan ini dialami oleh orang-orang yang sakit (Groenen. 1984: 141). Selain itu, penginjil Lukas juga mengatakan bahwa orang yang membagikan sebagaian dari miliknya atau hartanya bagi orang yang miskin merupakan orang yang menyimpan hartanya di Kerejaan Surga.
Lukas 19: 8-9 “Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” Tuhan Yesus begitu senang dan membenarkan ucapan dan tindakan Zakheus: “Kata Yesus kepadanya, “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada seisi rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham.”

Injil Lukas mengatkan  bahwa inti dari kemiskinan itu sendiri adalah  kebergantungan manusia kepada Allah. Yang berarti kebergantungan masing-masing pribadi kepada Allah. Ajakan Yesus selalu ditujukan kepada pribadi. Menjadi miskin adalah syarat mutlak mengikut Yesus.
Lukas  14:33. Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.

Kemiskinan sering diartikan dengan hal-hal yang berhubungan dengan harta, tetapi bagi Yesus, kamiskinan adalah kemampuan bagi pribadi untuk mengakui kelemahannya masing-masing, maka dari pada itu kemiskinan harus dialami, bukan cuma imaginasi.





BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Kemiskinan merupakan permasalahan individu maupun sosial yang terjadi disegala zaman dan waktu.  Kemiskinan itu dapat terjadi dikarenakan kurangnya kemampuan pribadi atau sosial dapam mencukupi hidupnya, atau kemiskinan juga dapat dikatakan penghayatan seseorang atau kelompok terhadap nilai hidup atau religius. Dalam hal ini seperti apakah orang yang dapat dikatakan dengan tergolong orang yang miskina, orang yang melarat secara materi, yang yang tidak memiliki keberdayaan tarhadap secara ekonomi, politik, dan dengan kesadaran mereka sendiri menjari Tuhan atau membutuhkan Allah, orang yang semacam ini adalah orang yang tidak menemukan bantian dari mana pun, sehingga mereka bersandar pada Tuhan sebagai penyegar dakam hidupnya.
Secara teologis, orang yang miskin merupakan tanggung jawab dari orang yang memiliki kemampuan dalam hal harta (dalam Perjanjian Lama), hal ini telah menjadi kewajiban bagi orang yang mampu karena telah ditetapkan dalam hukum (John. 2000: 204)
”Ul: 24:10-15 Apabila engkau meminjamkan sesuatu kepada sesamamu, janganlah engkau masuk ke rumahnya untuk mengambil gadai dari padanya. Haruslah engkau tinggal berdiri di luar, dan orang yang kauberi pinjaman itu haruslah membawa gadai itu ke luar kepadamu. Jika ia seorang miskin, janganlah engkau tidur dengan barang gadaiannya; kembalikanlah gadaian itu kepadanya pada waktu matahari terbenam, supaya ia dapat tidur dengan memakai kainnya sendiri dan memberkati engkau. Maka engkau akan menjadi benar di hadapan TUHAN, Allahmu. Janganlah engkau memeras pekerja harian yang miskin dan menderita, baik ia saudaramu maupun seorang asing yang ada di negerimu, di dalam tempatmu. Pada hari itu juga haruslah engkau membayar upahnya sebelum matahari terbenam; ia mengharapkannya, karena ia orang miskin; supaya ia jangan berseru kepada TUHAN mengenai engkau dan hal itu menjadi dosa bagimu”

Kemiskinan disebabkan karena adanya suatu ketidakadilan dalam pemilikan faktor produksi dalam masyarakat. kepemilikan tanah yang tidak merata dalam suatu masyarakat pedesaan akan menimbulkan kemiskinan dalam masyarakat. Pembagian faktor yang tidak merata itu menyebabkan masyarakat pedesaan menjadi dua kelompok, kelompok pemilik tanah dan kelompok yang tidak memiliki tanah.
Jika berbicara mengenai kemiskinan dan hubungan dengan gereja, dalam hal ini kita tidak bisa terlepas dari panggilan Gereja yang berada ditengah-tengah dunia ini, mengapa demiakian, karena kemiskinan merupakan sebuah realita atau kenyataan hidup dari manusia yang sesalu dijuampai gereja di mana saja. Dalam hal ini, gereja berusaha dengan sekuat tenaga mencari soalusi bagaimana mengatasi turunnya tingkat kemiskinan itu.

Sebelum Yesus naik ke Surga, ia mengurtus para murid-murid-Nya untuk melayani, oleh para murid hal tersebut diberikan kepada gereja-gereja untuk melayani. Melihat kenyataan ini, Injil Lukas mengatakan bahwa warisan itu adalah mengabarkan kepada segala bangsa tentang jalan bertobat dan pengampunan dosa dengan nama Yesus Kristus, sambil bersaksi tentang perkara-perkara yang telah terjadi oleh dan pada Yesus Kristus.
Kesaksian dan ajaran yang dibawa oleh gereja-gereja dewasa ini tidak lain hakekat, maksud ataupun jiwanya. Gereja tidak mempunyai kuasa merobah hal-hal yang azasi yang disabdakan oleh Kristus. Gereja hanya boleh dan wajib bicara tentangnya dalam bahasa zaman sekarang, supaya dimengerti oleh banyak orang. Mereka ini menghendaki perkataan disertai perbuatan yang mengesankan. Tetapi semuanya tidak boleh meninggalkan azasnya yang asli. Oleh sebab itu, segala maksud baik, pertolongan dan pemberian yang menyertai pekabaran Injil akan menguragi kemurnian Injil, jika tidak satu dengan hakekat tugas penginjilan. Sekolah-sekolah, rumah-rumah sakit, proyek-proyek pembangunan dan perbuatan-perbuatan amal lain dalam rangka pekerjaan diakonia, hendaklah membawa fungsi kesaksian tentang Kasih yang dikehendaki Kristus berkembang di antara jemaat-Nya.Semua bangunan dan perbuatan itu adalah wujud yang nampak, tanda yang nyata, lukisan yang berbicara, dari ajaran-ajaran Kristus tentang hidup dan keselamatan.
Dalam hal ini, injil menerangkan atau menganjurkan supaya setiap pribadi maupun kelompok untuk bertobat, dalam hal ini injil telah membuka jalan keselamatan kekal bagi umat manusia, bukan hanya itu saja, injil juga bukan menghiraukan persoalan rohani saja akan tetapi hal jasmani seseorang.
Berikut ini adalah tugas-panggilan gereja dan pengutusannya dimasa kini, yaitu :
Memberitakan Injil menurut perkataan Alkitab. Melakukan perbuatan-perbuatan kebajikan sebagai penghayatan Injil dalam dunia yang hidup. Contoh : perbuatan amal dan pelayanan bagi orang miskin. Membawa obor penerangan dalam arti yang seluas-luasnya. Membina persekutuan jemaat yang menjadi dewasa dalam pelayanan. Menampung pengucapan syukur umat kepada Tuhan yang maha murah.
Gereja dipanggil untuk menjalankan tugasnya sebagai pelayan mengenai bagaimana gereja menanggapi masalah kemiskinan dan orang-orang miskin itu sendiri, tentunya berkaitan pula dengan persoalan kesejahteraan. Segala usaha ke arah perbaikan hidup dan penghidupan masyarakat (orang-orang miskin) harus dimulai dari kenyataan yang sedang berlangsung. Kalau kenyataan itu berupa tingkat kehidupan yang sangat rendah (miskin), maka harus kita menerimanya sebagaimana adanya.
Dalam hal ini ada beberapa catatan penting sebagai acuan atau haluan kerja atau langkah yang hendaknya mendapat perhatian penting  bagi gereja dalam memberi bantuan atau pertolongan bagi miskin diantaranya adalah gereja hendaknya harus mengertilah secara baik-baik permasalahan-permasalahan hidup dan penghidupan masyarakat tersebut dengan memperhatikan pendirian masyarakat tentang hakekat persoalan itu. kalau persoalan itu hanya dapat diselesaikan dengan merobah pendirian yang ada, maka ini menjadi sasaran pertama, misalnya jangan menyerah dan putus asa.
Dari banyak persoalan hidup yang ditemukan, baiklah dimulai dengan yang paling berpengaruh atau persoalan yang utama yang dihadapi oleh masyarakat yang bersangkutan. Dengan melakukan hal itu akan membuka aspek-aspek lanjutan baginya dan bukan tidak mungkin membangunkan hasratnya untuk mencapai yang lebih baik lagi. Semaksud dengan di atas, baiklah selalu memilih usaha-usaha yang hasilnya mengesankan . Dengan demikian kita dapat mengajak masyarakat atau orang miskin tersebut untuk mengadakan sendiri perbandingan dengan hasil yang ia biasa peroleh dengan cara yang lazim. Pendapatnya sendirilah yang akan meyakinkannya dan membawanya untuk mengikuti anjuran kita. untuk memudahkan ia mengadakan penilaian dengan tenang, baiklah jangan terlalu bermacam-macam anjuran diberikan kepadanya dengan serentak. Banyaknya anjuran kita hendaklah dengan memperhatikan kesanggupan masyarakat atau orang tersebut memahami semuanya dalam pikirannya yang masih banyak dikendalikan oleh nilai-nilai hidup yang dianutnya. Peristiwa ini dapat dipahami, jika kita memasuki alamnya dengan akal budi dan perasaan yang rela, tegasnya dengan hati yang terbuka.
Senada dengan itu juga, janganlah segera mulai dengan usaha yang tidak sesuai dengan pola hidup lingkungan yang masih berlaku, dan hanya dikira baik karena lain dari biasa. Mungkin suatu saat usaha itu akan diakui maknanya, andaikata ada perobahan pola karena meluasnya pandangan orang. Tetapi untuk sementara tidak bijaksana mengagumkan masyarakat yang masih ragu-ragu meletakan langkahnya pada jalan pembaruan, dengan demonstrasi kepandaian kita. sekalipun usaha itu dihadiahkan kepada masyarakat, dalam arti tak ada tanggungan apa-apa baginya, dengannya tidak ada pendidikan kepribadian atau bimbingan kearah dewasa. Kita hanya main pemurah untuk mendapatkan ucapan terimakasih, atau lebih buruk lagi memenangkan kehormatan. Sedang azas kita harus tetap “menolong orang agar ia dapat menolong dirinya sendiri”.
Berpegang pada azas itu, maka hendaklah kita mengatur jalannya proses itu demikian rupa, sehingga masyarakat mengetahui ia sendirilah yang mewujudkan segala pembaruan itu. Hendaklah ia mengerti, bimbingan dan bantuan materiil kita hanya sebagai tambahan yang ia hargai untuk melengkapkan kemampuannya. Kita sudah mulai berhasil dalam usaha untuk memperbaiki keadaan, apabila sudah dapat menggiatkan swadaya masyarakat atau orang yang bersangkutan atas kesadarannya sendiri. Karya yang diselenggarakannya dengan bantuan kita masih dapat gagal oleh sebab-sebab diluar kekuasaan kita, namun jika masyarakat yang bersangkutan telah sadar, ia tak akan menghubungkan kegagalan itu dengan pendiriannya yang baru.
Pembelaan gereja terhadap orang miskin haruslah bercermin pada tindakan dan perutusan dari Yesus kristus yang dalam masa hidupnya memberi pandangan atau perhatian yang penuh bagi orang miskin, karena pembelaan Yesus terhadap kaum miskin dan tertindas sangatlah luar bisa dalam masa hidupnya. Orang yang miskin adalah orang yang memiliki kerajaan Allah, orang yang dimuliakan dalam kerajaan Allah, kemiskinan juga merupakan  orang yang memiliki kebahagian, sebab dari kekurangan dan kemiskinannya itulah ia dapat atau mampu untuk berserah diri kepada Allah dan mau menerim Allah di rumahnya.
Dalam injil Lukas, orang yang miskin adalah orang yang mendapat kekurangan dari hal materi, tetindas dalam hal politik dan terpuruk dalam ekonomi, maka dari pada itu, dengan situasi seperti itu yang memampukan kepada mereka untuk berpasrah diri kepada Allah sebagai batu sandungan mereka dalam mendapatkan kebahagian kekal. Maka dari pada itu hendaklah Gereja tidak bisa menutup mata terhadap realitas ini, karena ini merupakan bagian dari tugas dan panggilan gereja di tengah-tengah dunia. Dalam rangka menyikapi masalah kemiskanan ini gereja bertindak sebagai perangsang bukan sebagai Santa Clauss yang hanya membagi-bagikan hadiah kepada kaum miskin.

“Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah,  Injil Lukas 6:20”

3.2.Usul dan saran
Dengan melihat dari tema dan latar belakang di atas, tema ini sangatlah relevan dangan situasi dan kondisi yang dihadapai Gereja pada masa sekarang. Peper yang penulis buat ini masih jauh dari apa yang terjadi pada masa sekarang terutama dalam kepemihakan Gereja kepada kaum miskin dalam mewartakan kerajaan Allah. Maka dari pada itu, penulis sangat mengaharapakan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat bembangun demi kesempurnaan peper ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan puju dan syukur kepada Allah yang telah memberikan pencerahan dan penyertaaannya dalam penulis menyeleseikan peper ini, serta terima kasih bagi semua pihak yang telah membatu dalam menyelesaikan peper ini.  

ILMU ALAMIAH DASAR


ILMU ALAMIAH DASAR
Oleh:
Silvester Nyawai

BAB I
PERKEMBANGAN ALAM PIKIRAN MANUSIA

1.1  Manusia Yang Bersifat Unik
Manusia adalah makhluk yang unik, mengapa manusia dikatakan sebagai makhluk yang unik? Letak keunikan manusia terletak pada rasio dan akal yang manusia miliki. Secara jasmani manusia itu lemah karena ada pada saat tertentu jasmani manusia itu punah atau hancur. Secara rohani atau rasio atau kemampuan harus dikeluarkan supaya tidak mati. Dengan rasio juga manusia menjadi lebih kuat dari binatang.
Manusia disebut unik karena manusia memiliki rasio, dan dengan rasio manusia bisa mengembangkan pikirannya. Dengan rasio manusia dapat bertahan hidup dan mengembangakan pikirannya. Dalam rasio ada satu kekuatan yang tidak dapat dilihat yaitu Rasa ingin tahu
Ciri-ciri dari rasa ingin tahu adalah membuat manusia tidak pernah puas dengan apa yang ia temukan dan untuk memenuhi rasa ingin tahu itu manusia selalu berusaha berimajinasi untuk mencapai dari rasa ingin tahunya. Dalam hal ini, sangat diperlukan adanya kerja sama dari rasa ingin tahu dangan rasio. Ada dua  aspek yang membuat alam pikiran manusia berkembang, diantaranya
a.       rasa ingin tahu membuat orang berkembang dari kecl sampai mati
b.      rasa ingin tahu membuat berkembangn dari alam pikiran sampai sekarang.
Rasa ingin tahu makhluk lain lebih didasarkan oleh naluri (instinct) atau idle curiosity naluri ini didasarkan pada upaya mempertahankan kelestaraian hidup dan sifatnya tetap sepanjang zaman. Manusia juga mempunyai naluri seperti tumbuhan dan hewan tetapi ia mempunyai akal budi yang terus berkembang serta rasa ingin tahu yang tidak terpuaskan.
Sesuatu masalah yang telah dapat dipecahkan maka akan timbul masalah lain yang menunggu pemecahannya, manusia setelah tahu apanya maka ingin tahu bagimana dan mengapa. Contoh tempat tinggal manusia purba sampai manusia modern, contoh lain seperti penyakit setelah ditemukan obat suatu penyakit ada penyakit lain lagi yang dicoba untuk dicari obatnya (HIV/AIDS)
1.2  Asal dan  Usul Manusia
Manusia yang mempunyai rasa ingin tahu terhadap rahasia alam mencoba untuk menjawab dengan menggunakan pengamatan dan penggunaan pengalaman, tetapi sering upaya itu tidak terjawab secara memuaskan. Pada manusia kuno untuk memuaskan mereka menjawab sendiri. Misalnya kenapa ada pelangi mereka membuat jawaban, pelangi adalah selendang bidadari atau kenapa gunung meletus jawabannya karena yang berkuasa marah. Dari hal ini timbulnya pengetahuan tentang  bidadari dan sesuatu yang berkuasa. Pengetahuan baru itu muncul dari kombinasi antara pengalaman dan kepercayaan yang disebut mitos. Cerita-cerita mitos disebut legenda. Mitos dapat diterima karena keterbatasan penginderaan, penalaran, dan hasrat ingin tahu yang harus dipenuhi. Sehubungan dengan dengan kemajuan zaman, maka lahirlah ilmu pengetahuan dan metode ilmiah.
Mitos dan Rasio merupakan dua hal yang tidak boleh dipisahkan, mengapa? Karena kedua hal tersebut merupakan alat atau sarana yang ada dalam diri manusia, yang digunakan untuk menjawab dari rasa keingintahuan manusia terhadap dirinya.
Rasa ingin tahu berkembang menjadi tentang hidup manusia. Rasa ingin tahu makhluk lain lebih didasarkan oleh naluri (instinct) /idle curiosity naluri ini didasarkan pada upaya mempertahankan kelestaraian hidup dan sifatnya tetap sepanjang zaman.
1.3  Teori Tentang Kehidupan
Rasio manusia terjadi dengan melalui jenjang perkembangan hidup manusia. Ada beberapa tokoh yang mulai mendefinisikan  tentang asal usul hidup manusia, diantaranya adalah
A.     Hidup di bumi ini berasal dari planet lain bukan muncul dari bumi sendiri, dan kemudian kehidupan itu berkembang. Teori ini tidak ada data yang kuat.
B.     Teori penciptaan-kehidupan berasal dari Tuhan. Teori ini agak lebih baik, karena ada pertanggungjawaban yaitu Tuhan
C.     Teori ARISTOTELES (Generaho Spontanpa) mengatakan bahwa kehidupan ini berasal dari benda mati yang kemudian menjadi hidup. Teori yang terkenal adalah teori tentang ABIOGENESIS artinya sesuati yang berasal dari benda yang bukan hidup.
D.     Teori Fransisko F Redi
Fancesco Redi (1668), seorang fisikawan Italia merupakan orang pertama yang melakukan penelitian untuk membantah teori generatio spontanea. Dia melakukan serangkaian penelitian menggunakan daging segar. Redi memperhatikan bahwa ulat akan menjadi lalat dan lalat selalu terdapat tidak jauh dari sisa-sisa daging. pada penelitiannya Redi menggunakan 2 kerat daging segar yang diletakkan dalam 2 wadah.
Wadah yang satu ditutupi kain yang tembus udara dan yang satu tidak ditutupi. Setelah beberapa hari, pada daging yang tidak tertutup mulailah keluar belatung-belatung, sementara itu pada daging yang tertutup tidak tumbuh belatung. Tujuan penelitian Redi adalah untuk menjelaskan bahwa setiap makhluk hidup perlu asal-usul dari mana dia berasal. Teori Abiogenesis juga ditentang pula oleh L. Spallazani dan L. pasteur dengan percobaan mereka masing-masing.
E.      Teori Lazzaro Spalen Sari mengatakan bahwa kehidupan berasal dari sesuatu yang hidup, telur.
F.      Teori Luis Pastro mengatakan bahwa hidup berasal dari sesuatu yang hidup akan tetapi disitu ada peran udara. 


BAB II
EVOLUSI
2.1  Pengertian Evolusi
Evolusi adalah merupakan perubahan secara lambat atau wajar. Dalam kehidupan harus ada evolusi karena proses untuk melestarikan apa yang telah ada atau hidup, misalnya dari yang kurang bagus menjadi bagus atau yang jelek menjadi baik.
Dalam matakuliah ini, evolusi diartikan sebagai proses pelestariaan apa yang telah hidup. Evolusi dibagi menjadi dua, diantaranya evolusi biologis dan evolusi mental, dan keduanya memiliki pengerti yang amat dalam bagi perkembangan hidup. Evolusi biologis adalah evolusi untuk bertahan hidup, sementara evolusi mental adalah evolusi bukan hanya untuk bertahan hidup akan tetapi evolusi untuk membuat hidup semakin berkualitas, memiliki makna.
2.2  Evolusi Biologis
Evolusi Biologis adalah evolusi untuk bertahan hidup. Lamark dalam teorinya mengatakan bahwa sesuatu akan berkembang secara fisik jika sering digunakan. Dalam hal ini, Lamark memberi cebuah contoh tentang Jerapah yang memiliki leher yang panjang. Menurut Lamark. Panjangnya leher jerapah tersebut karena ia mempergunakan mulutnya mengambil makanan. Dalam hal ini juga, Lamark mengatakan bahwa makhluk hidup mewarisi ciri-ciri yang mereka peroleh selama hidupnya dari satu generassi ke generasi yang berikutnya atau lain, sehingga semuannya ini merupakan evolusi.
Para ilmuan Biologis jarang mengunakan teori yang dikatakan oleh Lamark, karena mereka memiliki beberapa alasan-alasan, diantaranya adalah
1.      Menurut lamark, evolusi ini terjadi secara langsung.
2.      Gen tidak memiliki hubungannya dengan pengunaan.
2.3.             Teori Charles Darwin
Charles Darwin, 1859, menerbitkan karyanya The Origin of Species mengatakan bahwa evolusi hasil seleksi alam dan perjuangan untuk hidup, sesungguhnya tidak lengkap, karena faktor mutasi belum diketahui.
Darwin telah memiliki telah memiliki teori dasar. Teori dasar Darwin adalah seleksi Alam. Awal dari teori ini dengan terinspirasi ketika melihat kehidupan burung. Ada 2 teori utama yang dimiliki oleh Darwin, diantaranya adalah
1.      Spesies yang hidupnya sekarang berasal dari spesies lain yang hidup di masa lampau.
2.      Evolusi terjadi dengan melalui seleksi alam.
Dengan pernyataan yang demikia, ada beberapa alasan yang dapat digunakan Darwin dalam menguatkan teorinya, diantaranya adalah
1.      Terjadinya Over Produksi artinya makhluk yang hidup memiliki kecendrungan untuk berkembang baik dalam jumlah yang lebih besar, dalam hal ini akan menghasilkan yang namanya over produksi.
2.      Ada perjuangan untuk bertahan hidup artinya untuk bertahan untuk hidup, makhluk hidup harus bersaiang. Dalam hal ini, yang kalah dalam persaiangan akan mati.
3.      Variasi artinya dalam populasi makhluk hidup memiliki keragaman, dalam keberagaman tersebut jika terjadi kecocokan maka akan bertahan hidup.
4.      Seleksi Alam artinya singkatnya adalah siapa yang lebih kuat itulah yang dapat hidup serta yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya.
5.      Penurunan sifat artinya makhluk yang menang akan menurunkan sifat-sifatnya.
Sebagai sebuah kesimpulan dari pernyataan tentang teori Darwini adalah semuan makhluk yang hidup pada masa sekarang telah mengalami atau melalui seleksi alam.
2.4  Seleksi Alam
Darwin mengemukakan bahwa seleksi alam merupakan agen utama penyebab terjadinya evolusi. Darwin (dan Wallace) menyimpulkan seleksi dari prinsip yang dikemukakan oleh Malthus bahwa setiap populasi cendrung bertambah jumlahnya seperti deret ukur, dan sebagai akibatnya cepat atau lambat akan terjadi perbenturan antar anggota dalam pemanfaatan sumber daya khususnya bila ketersediaannya terbatas. Hanya sebagian, seringkali merupakan bagian kecil, dari keturunannya bertahan hidup sementara besar lainnya tereliminasi.
Seleksi alam tidak menyebabkan timbulnya material baru (bahan genetic yang baru yang di masa mendatang akan datang diseleksi lagi),melainkan justru menyebabkan hilangnya suatu varian genetic atau berkurang frekuensi gen tertentu. Seleksi alam bekerja efektif hanya bila populasi berisi dua atau lebih genotype, yang mana dari varian itu ada yang akan tetap bertahan atau ada yang tereliminasi pada kecepatan yang berbeda-beda. Pada seleksi buatan, breeder akan memilih varian genetic (individu dengan genotype) tertentu untuk dijadikan induk untuk generasi yang akan datang. permasalahan yang timbul adalah dari mana sumber materi dasar atau bahan mentah genetic penyebab keanekaragaman genetic pada varian-varian yang akan obyek seleksi oleh alam. Permasalahan itu terpecahkan setelah T.H Morgan dan kawan-kawan meneliti mutasi pada lalat buah Drosophilia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses mutasi menyuplai bahan mentah genetic yang menyebabkan terjadinya keanekaragaman genetic dimana nantinya seleksi alam bekerja.
Seleksi alam sebagai dasar teori Darwin ditunjukkan oleh judul yang ia berikan pada bukunya: The Origin of Species, by means of Natural Selection. Seleksi alam menyatakan bahwa makhluk-makhluk hidup yang lebih mampu menyesuaikan diri dengan kondisi alam habitatnya akan mendominasi dengan cara memiliki keturunan yang mampu bertahan hidup, sebaliknya yang tidak mampu akan punah. Sebagai contoh, dalam sekelompok rusa yang hidup di bawah ancaman hewan pemangsa, secara alamiah rusa-rusa yang mampu berlari lebih kencang akan bertahan hidup. Itu memang benar. Akan tetapi, hingga kapan pun proses ini berlangsung, tidak akan membuat rusa-rusa tersebut menjadi spesies lain. Rusa akan tetap menjadi rusa.


BAB III
TEORI TEILHARD DE CHARDIN

3.1   Teori Teilhard de Chardin
Teilhard de Chardin, pakar ilmu pengetahuan dan kristen sejati, hidup dalam ketegangan diantara dua kutub, ilmu pengetahuan dan konsep Alkitab. Ia mengataakan bahwa hakekat dari KOSMOS mulai dari pra-kehidupan artinya materi yang membuat hidup memiliki bahan. Hidup berasal dari sesuatu yang bukan hidup atau tidak hidup dulu, akan tetapi sekarang hidup berasal dari susuatu yang dinamis. Teilhard de Chardin juga mengatakan bahwa dunia ini berasal dari beberapa unsur kearah yang paling kompleks. Jadi pada ininya bahwa Teilhard de Chardin ingin mengatakan bahwa dalam setiap benda baik yang mati dan hidup memiliki daya batin atau hakekat bati dan dengan itu semua akan mebuatnya berkembang secara terus menerus.
Evolusi makhluk hidup dalam ranah jasmani, menurut Teilhard, berkaitan erat dengan evolusi kesadaran pada ranah rohani. Diyakininya bahwa kesadaran sudah ada pada tingkat hewan bersel tunggal, dan bahkan pada benda-benda mati hanya saja intensitas sangat rendah dibandingkan dengan kesadaran pada makhluk-makhluk tinggi. Semakin tinggi kompleksitas suatu makhluk semakin tinggi pula tingkat kesadarannya. Mengenai hal ini, banyak orang sulit mengerti. Teilhard mendasarkannya pada kenyataan yang diterima oleh banyak ahli biologi bahwa pengada pertama di bumi ini adalah semacam molekul-molekul besar yang membentuk struktur sel makhluk hidup.
3.2  Hakekat Batin
Berangkat dari pernyataan bahwa segala sesuatu memiliki hakekat batin. Ada beberapa fenomena cosmis, apapun yang biasa dilihat, dipegan pada dasar semuannya memiliki hakekat batin. Menurut  Teilhard de Chardin, hakekat batin mendorong orang untuk terus menerus untuk berkembang menuju kepada kesempurnaan dalam dirinya sendiri.
Perkembangan hakekat batin tidak kita lihat, akan tetapi setelah benda tersebut mencapai pada intensitas tertentu baru kita bisa mengatakan bahwa benda tersebut memiliki hakekat batin. Hakekat batin semakin nampak ketika benda tersebut semakin besar, juga sebaliknya jika semakin kecil maka hakekat batin sangat sulit kita lihat. Gampangnya bahwa hakekat batin semakin Nampak ketika sebuah benda tersebut telah mencapi intensitas tertentu.
Selain dalam benda hidup, hakekat batin juga ada dalam benda mati. Hakekat bantin dalam benda-benda mati merupakan hakekat batin yang sadar dan tidak terstruktur. Sinkatnya bahwa segala seustu berkembang bahwa dalam benda tersebut ada hakekat batin di dalamnya. Hakekat batin dalam sebuah benda sudah ada sejak semula, akan tetapi kita tidak dapat melihatnya, karena hakekat batin tersebut tidak tampak, akan tetapi ketika ia telah mencapai intensitas tertentu maka kita mengatakan bahwa benda tersebut memiliki hakekat batin.
Dalam benda mati, kombinasi atom dan molekul masih relatif sederhana dan sejalan dengan kesederhanaan segi luar itu, konsentrasi psikis, segi dalamnya-pun masih sederhana dan tipis. Makin kompleks, makin kaya segi lahir, yakni kombinasi molekul-molekulnya, makin padat dan kuatlah segi batinnya. Evolusi menuju struktur benda yang semakin sempurna adalah sekaligus evolusi menuju kesadaran batin yang semakin memusat. Sampai suatu saat, terjadilah loncatan maha penting dalam proses evolusi alam semesta, yaitu: meningkatnya kesadaran instinktif menjadi kesadaran reflektif, lahirnya pikiran. Terjadilah jiwa manusiawi. Manusia sadar bahwa dirinya “sadar”, dapat berkata “aku”, dapat memikirkan masa lampau dan masa depan, mengambil kesimpulan, dan merencanakan. Ia sendiri kini menjadi pendorong evolusi.
Jadi menurut teori ini, setiap benda-benda yang berada di dunia ini tidak ada yang mati, karena semuannya telah memiliki hakekat batin dari semula. Dan yang ada sekarang adalah berkat hakekat batin yang ada tersebut maka semuannya telah mencapai intensitas secara sempurna.

3.3  Sebagai Sebuah Kesimpulan dari Teori Teilhard de Chardin (Hakekat Batin).
Setiap benda baik mati dan hidup pada dasarnaya memiliki daya (hakekat batin). Pada masa sekarang, hakekat batin yang terjadi pada manusia adalah hakekat batin yang membuat manusia untuk menuju pada kesempurnaan dalam kemanusiaan yang secara rohani atau social. Adapun yang dimaksudkan adalah bukan lagi evolusi secara fisik, akan tetapi perkembangan kesadaran bersamaan dengan perkembangan fisik.
Dalam sebuah perkembangan ada yang dinamakan dengan istilah megamolekul artinya sesuatu yang sangat besar kecilnya atau sesuatu yang sangat hebat kecilnya. Biofer adalah lapisan bawah kehidupan yang tidak mempunyai reflektif (kemauaan diri untuk berkembang). Sesuatu yang hidup pernah mengalami loncoatan. Pada masa sekarang, perkembangan hakekat batin mengikuti perkembangan fisik.
Dalam hal ini, tentu dalam pengamatan saya teori ini telah menjelaskan perannya dalam penciptaan dan perkembangan hidup manusia. Manusia tidak dapat menyelami apa yang Tuhan lakukan, akan tetapi Tuhan bisa membuat manusia menjadi ada dan terus berkembang sampai pada kesempurnaan hidup. Singkatnya Tuhan membuat suatu yang tidak ada menjadi ada. Tuhan memberikan daya kekuatan dengan melewati ciptaan yang terjadi dari megamolekul untuk berkembang menuju kepada kesempurnaan, dan hal ini terjadi dikarenakan Tuhan memberikan daya kekuatan, hakekat batin yang membuat semuannya menjadi sempurna seperti pada masa sekarang.