Minggu, 07 November 2010

MEMBINA SPIRITUALITAS KELUARGA KRISTIANI

MEMBINA SPIRITUALITAS KELUARGA KRISTIANI
Jika kita berbicara mengenai spritualitas keluarga kristiani, kita tidak bisa terlepas dari konteks bagaimana keluarga itu terbentuk dan apa yang menjadi dasar terbentuknya keluarga Kristiani tersebut. Pada dasarnya keluarga Kristiani terbentuk atas dasar cinta antara dua pribadi yang mengikat diri dalam sakramen perkawinan, dari persatuan itulah terbentuk sebuah keluarga katolik, mengapa dikatakan sebagai keluarga katolik, karena mereka secara sadar, tahu dan mau untuk dipersatukan oleh Tuhan dalam sebuah sakrtamen pernikahan.
Dalam salah satu injil Sinoptik, yaitu injil Matius 19:6 di dalamnya Tuhan bersabda “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Yesus mengatakan bahwa mereka meupakan dua pribadi yang telah disatukan oleh Yesus, artinya mereka adalah orang yang terhormat di mata Allah dan masyarakat, karena mereka terhormat di mata Allah dan sebagai hamba Allah makanya mereka tidak boleh berpisa.
Landasan Hidup Keluarga Katolik yang bersifat sakramen tersebut di atas menjadikan Keluarga Katolik seharusnya bertumbuh-kembang dalam Iman dan Kedewasaan seturut rencana keselamatan Allah. Pertumbuhan Iman dan Kedewasaan Keluarga itu diberkati dan dibimbing oleh Allah menjadi keluarga yang sehat lahir dan batin. Pertumbuhan spiritualitas Keluarga Katolik dalam Iman dan Kedewasaan merupakan buah-buah cinta kasih suami-istri, yang menyerupai cinta kasih Allah. Bahkan, cinta suami-istri itu menjadi gambaran atau menjadi cerminan cinta Allah kepada manusia. Pertumbuhan spiritualitas Keluarga spiritualitas Katolik, oleh karena itu, menjadi wujud karya penciptaan Allah yang memberkati mereka untuk mewujudkan sabda Allah berikut ini: “ Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah” (Kej 1: 28). Sungguh luarbiasa bahwa pembentukan keluarga katolik seolah disetarakan dengan karya penciptaan Allah. Lagipula, kewenangan yang dipercayakan Allah kepada keluarga itu juga sangat luarbiasa, yaitu menaklukkan bumi dan berkuasa. Keluarga katolik dipercayai untuk mampu menjadi dewasa dan mandiri, dan dipercayai pula untuk memimpin perjalanan hidup kebersamaan yang ada di sana menjadi tumbuh-kembang dalam iman dan dalam kedewasaan kristiani.
Perjalanan seperti itu masih panjang dan dipenuhi oleh liku-liku kesulitan dan permasalahan. Ada beberapa permasalahan dan tantangan dalam membina spiritualitas keluarga katolik dewasa ini.
1.Perkawinan yang tidak memiliki satu iman, artinya dalam keluarga tersebut memiliki dua iman yang berbeda dan itu akan sangat sulit untuk membentuk membentuk spiritualitas iman katolik, karena dengan ada perbedaan iman dalam rumah tangga atau keluarga lambat laun akan menguragi hakekat hidup beriman dalam keluarga tersebut.
2.tantangan media masa. Dewasa ini banyak sekali keluarga yang hancur atau pisah karena anggota keluarga itu tidak bisa memanfaatkan media masa itu dengan baik, artinya ruang dan gerak mereka diatur oleh media masa, bukan mereka yang mengatur atau mengontrol media masa. Apa hubungan dengan pembinaan spiritualitas keluarga katolik, hubungannya adalah pada kenyataannya, kemajuan atau perkembangan media masa itu baik adanya, akan tetapi karena pribadi atau individu yang salah untuk mengunakannya dan penyalah gunaan ini lambat laun akan menciptakan ruang perpisahan dalam keluarga.
3.ketertutupan keluarga tersebut akan dinamaika yang ada di dalam masyarakat dan Gereja. Keluarga yang seperti ini adalah keluarga yang mau menjauhi diri dari kehidupan social dan spiritual, karena keadaan yang seperti ini mau menutupi diri dari kenyataan hidupnya di tengah kehidupan masyarakat dan gereja, pada akhirnya keluarga ini akan bertumbuh akan tetapi mereka tidak memiliki dasar yang kaut sehingga ada sedikit masalah yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga maka keluarga ini sulit ntuk menyeleseikannya dan terjadilah ruang kehancuran dan perpisahan dalam keluarga tersebut.
Masih ada banyak tantangan lainnya yang dapat membuat keluarga hancur. Pada dasarnya, kehancurun dalam keluarga terjadi dikarenakan di dalamnya tidak ada cinta kasih, tanggung jawab, kesetiaan, dan keharmonisan serta kedamaian.
Jika melihat kenyataan tersebut, seperti apakah keluarga yang dapat disebut keluarga yang beriman. Dalam teks Ibrani 11:1 ditegaskan bahwa iman adalah dasar sekaligus bukti. Dasar dari pengharapan kita dan bukti dari apa yang kita lihat. Ini menarik, sebab iman menjadi landasan (dari semua pengharapan) dan kenyataan bagi masa depan (yang belum terlihat itu) yang dipegang oleh pahlawan-pahlawan iman seperti Habel, Henokh, Abraham, Ishak, Yakub dan Sara sampai dengan keturunan mereka. Dua hal tersebut (dasar dan bukti) diajarkan terus menerus dalam garis keluarga dan pengalaman-pengalaman berkeluarga, sebagaimana janji berkat Tuhan pada Bapa dan Ibu orang beriman yakni Abraham dan Sara (Iihat ayat 8,11). Iman yang berdasar dan berpengharapan pada janji Tuhan inilah yang perlu kita pelajari dengan harapan agar Anak-anak Tuhan menjadi komunitas yang kokoh kuat karena didukung oleh landasan keluarga-keluarga yang beriman. Aplikasi spiritualitas hidup beriman dalam keluarga bisa diringkaskan sebagai berikut:
1.Membangun Mezbah Keluarga: Jika iman adalah dasar (pengharapan) sekaligus bukti (masa depan yang belum tampak). Maka perlu diwujudkan dalam bentuk persekutuan (mezbah keluarga), yang didalamnya anggota keluarga bisa berdiskusi untuk hal-hat yang menjadi pengharapan keluarga dan apa yang dijadikan visi masa depan keluarganya. Mezbah keluarga tidak harus dalam bentuk formal. (duduk melingkar, baca Alkitab, nyanyi dan doa) tetapi juga bisa disepakati dalam bentuk-bentuk kebersamaan yang berorientasi pada penguatan iman dan kebersamaan. Mengantar anak ke sekolah, tradisi makan bersama bisa menjadi momen membangun iman keluarga dan bisa dikatakan mezbah keluarga.
2.Membangun Disiplin: Salah satu bentuk hidup beriman dalam keluarga adalah disiplin dan keluarga bisa menjadi tempat yang paling tepat bagi pembentukkan iman. Disiplin dalam hal beriman dalam keluarga ini dilatih dalam hal-hal sederhana, misalnya menghargai waktu kebersamaan, disiplin dalam mengatur keuangan keluarga, disiplin dalam mendidik dan mendampinginya serta menolong anak mengembangkan potensi mereka.
3.Membangun kepercayaan. Kepercayaan yang dimaksud disini adalah bukan hanya bersifat vertical artinya terarah kepada Allah tetapi juga berdimensi horizontal yakni terarah kepada sesama anggota keluarga. Kepercayaan itu dibangun dengan kasih dan penerimaan. Orang tua (suami-istri) yang mengasihi keluarga akan tetap komitmen setia dan bertanggung jawab sekaligus menjadi teladan bagi anak-anaknya.
4.Dalam usaha memelihara hidup bersama dalam keluarga, lebih-Iebih dalam situ¬asi sulit, mereka dianjurkan terus-menerus membangun sikap saling mengampuni, bukan sebaliknya. Usaha pemulihan hidup bersama harus terus diperjuangkan ter¬lebih untuk mengatasi bahaya perceraian dalam hidup perkawinan, kasus perpisa¬han dalam pernikahan (lih. kanon 1151-1153).
Untuk membangun satu kebersamaan hidup yang saling membahagiakan, per¬lu diperhatikan adanya kejujuran dan keterbukaan satu sarna lain, menciptakan kom'unikasi yang mendalam, komunikasi sampai ke tingkat perasaan, saling mem¬percayai, semangat berkorban, kesediaan untuk mendengarkan satu sarna lain, pengosongan diri (bdk. Flp 2:5-11), kerendahan hati, kesetiaan, saling mengam¬puni, saling melayani (lihat perbuatan simbolik Yesus mencuci kaki para rasul) , saling meneguhkan, saling menjaga nama baik.
Diusahakan adanya correctio fraterna (saling memberi masukan dalam sua sana persaudaraan) antara suami-istri dan anak-anak, lalu ditutup doa bersama sebagai sarana untuk membina hubungan antarpribadi dalam keluarga (bdk. Mat 18:15¬20). Segala macam persoalan yang menyangkut kebijakan suami-istri dan keluarga ha¬rus dibicarakan bersama .. ada perencanaan bersama dan risiko atau keberhasilan ditanggung bersama. Dalam hal ini, tidak akan ada saling lempar tanggung jawab (jangan meniru Adam dan Hawa yang melemparkan tanggung jawab).
Ditulis oleh Silvester Nyawai
Mahasiswa STKIP Wadya Yuwana Madiun
Jln. Soegijopranoto (d/h.Jln. Mayjend. Panjaitan), Tromol Pos 13. Madiun 63102

MENJADI GURU MERUPAKAN ”PANGGILAN JIWA”

MENJADI GURU MERUPAKAN
”PANGGILAN JIWA”
”Refleksi Prsktek Mengajar”

Menjadi guru yang profesional bukalah hanya guru yang bisa mengajar berdasarkan pendidikan yang ia dapatkan, dan bukan hanya terdapat pada penerapan kurikulum dan proses pembelajaran saja, akan tetapi sangat penting bagi guru untuk mengerti akan kebutuhan siswa yang ia hadapi, mampu mengimplementasikan apa yang telah ia dapatkan atau profesinya sebagai pendidik. Guru yang dikatakan sukses dalam mengajar adalah guru yang mampu untuk membawa peserta didik ke dalam kematangan hidup yang dewasa, baik sebagai hidup menusiawi maupun hidup rohani.
Dalam hal ini saya sangat bersyukur sekali, karena mulai sejak dini saya telah di didik untuk menjadi guru yang profesional, dan itu dimulai dari praktek mengajar yang dikhususkan bagi para calon pengajar atau pendidik. Mengajar bukalah sesuatu pekerjaan yang sangat mudah, mengajar itu bearti kita mengubah bukan hanya dari ketidak tahuaan peserta didik menjadi tahu, akan tetapi mengajar merupakan panggilan hati yang menuntut untuk saling membantu antara peserta didik dan pendidik, maka dari pada itu, jika mengajar hendaklah pekerjaan atau perofesi itu haruslah didasarkan panggilah hati yang ingin mengembangkan, membentuk, membina dan mengarahkan pribadi-pribadi yang cerdas, tangguh dewasa dan tanggap dalam segala aspek kehidupan.
Pendidik bukan hanya mampu untuk hadir dan menyampaikan materi saja, akan tetapi pendidik hendaklah harus mempu memberi perubahan baru kepada peserta didik dalam segala aspek kehidupan ini. Tindakan inilah yang hendak saya capai untuk menjadi guru yang profesional.
Pada praktek ini, saya mendapat tempat mengajar di SDK Santa Maria, Madiun. Sebagai guru yang baik, hendaklah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk digunakan dalam proses belajar mangajar, guru tersebut haruslah mempersipkan diri sebaik mungkin terutama bahan-bahan yang akan digunakan dalam mengajar. Pembuatan rencana pembelajaran merupak sebagian dari persiapan yang matang dalam diri guru, dalam hal ini, sebagai mahasiswa yang praktek, saya oleh lembaga STKIP Widya Yuwana diberi kesempatan empat kali untuk melalukan tatap muka dengan siswa yang tingkatnya masih sekolah dasar, awal yang sangat menyenangkan, itu dikarenakan ada keselarasan antara saya dan siswa yang saya ajar.
Sebagai calon guru kedepannya, saya harus memiliki pegangan atau pengalaman mengajar, melalui praktek sekolah ini banyak sekali pengalaman yang saya dapatkan, mulai dari cara saya mempersiapkan diri, menghadapi berbagai macam karakter siswa, menguasi kelas supaya apa yang saya sampaikan dapat dengan muda dipahami oleh siswa. Dalam hal ini, yang dituntut dari saya adalah kerendahan dan kesetiaan dalam memberikan pembelajaran kepada siswa. Namun hal yang demikian tidaklah cukup, proses pembelajaran yang amat baik jika kita dapat memberikan sesuatu yang bukan hanya menjadi pengetahuan bagi peserta didik, akan tetapi pelajaran yang diberikan dapat menjadi pegangan dan menjadi tujuan hidup mereka dalam menjadi pendamai dan pembawa kesejahteraan bagi Agama dan Bangsa ini.
Saya pribadi dapat merasakan, bahwa proses belajar untuk menjadi pendidik ini bukanlah mudah, maka dari pada itu saya dapat menyimpulkan bahwa menjadi pendidik merupakan panggilan hati atau jiwa. Jika mendidik berdasarkan hati dan panggilan jiwa, maka apa yang diberikan oleh pendidik merupakan sesuatu bukan ia mengerti akan tetapi sesuatu yang ia cintai dan kasihani. Mendidik merupakan sebagian dari ungkapan iman, mengapa demikian, karena iman kita kepada Yeng Kuasa terungkap akan cinta kita kepada sesama. Dengan berlandaskan pernyataaan ini, saya dalam praktek ini tidak merasakan ketakutan, kecemasa, akan tatapi perasaan yang saya alami adalah saya merasa itu panggilan bagi saya untuk membantu teman-teman, saudara-ssaudara saya yang mebutuhkannya.
Kesatuan hati saya dengan apa yang akan saya berikan kepada siswa akan memampukan bagi saya untuk mengerti pendidikan yang baik untuk diberikan. Dalam hal ini, saya pribadi dapat menyimpulkan, bahwa mengajar bukan semata-mata mentransfer ilmu saja, akan tetapi sebagai ungkapan iman dan cinta kasih kepada generasi yang mau berkembang.
Maka pada kesempatan ini, saya pribadi mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak Lembaga STKIP Widya Yuwana, para dosen, dosen pembimbing Pak Gabriel Sunyoto. S.Pd selaku dosan pembimbing saya dalam PPL sekolah ini, juga kepala sekolah dan staf guru SDK Santa Maria, di mana telah memberikan kesempatan, kepercayaan kepada saya selaku mahasiswa yang praktek untuk menjadi pendidik di sekolah tersebut. Saya dapat merasakan dengan peluang atau kesempatan ini, saya bukan hanya dilatih dalam menjadi guru yang hanya bisa membuat administerasi sekolah akan tetapi saya diajarakan bangaimana mendidik para murid dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang. Belajar dari kekurangan dan kelemahan yang telah saya hadapi, saya harus membangun diri dengan sematang mungkin supaya saya bisa menjadi pendidik yang humanis, profesional, aktual dan kontestual dalam menangapi kebutuhan zaman. Dan hendaklah saya harus mendasarkan tugas dalam mengajar ini mejadi panggilah hati yang menuntut kepada saya untuk selalu bertanggungjawan, rendah hati dan penuh kesetiaan.
Melalui refleksi ini, saya ingin memberi motivasi bagi teman-teman seperjuanganku untuk mampu menjadi Guru atau calon Guru yang mendasarkan panggilannya sebagai pendidik dari keinginan hati atau jiwa untuk menciptakan generasi yang memiliki potensi ungul sebagai penerus Bangsa, Negara dan Agama. Menjadi Guru bukalah hal yang gampang, akan tetapi menjadi Guru merupakan panggilan jiwa untuk mengikat diri pada kerinduan akan tercapainya kesejahtraan dan kedamaian bangsa, Negara dan Agama. Salam dari saya untuk kita semua. Mari kita mengsukseskan cita-cita Bangsa, Negara Indonesia tercinta ini, serta Agama.


Nama Penulis : Silvester Nyawai
Status Penulias : Mahasiswa STKIP Wadya Yuwana Madiun
Alamat Penulias :Jln. Soegijopranoto (d/h.Jln. Mayjend. Panjaitan), Tromol Pos 13.
Kode Pos : Madiun 63102