MENELADANI SIMON PETRUS DALAM MENJADI
PENGIKUT YESUS
Silvester Nyawai
DAFTAR ISI
Pertemuan 1: Panggilan Terhadap Simon Petrus
Pertemuan 2: Pengakuan-Pangakuan Simon Petrus
Pertemuan 3: Penyangkalan Simon Petrus
Pertemuan 4: Pemulihan dan Perutusan Simon Petrus
KATA PENGANTAR
Dalam kenyataanya, hidup manusia merupakan sebuah panggilan. Dalam hidup ini, ada banyak dinamika hidup yang mungkin tidak dimengarti sama sekali. Manusia menjalani kehidupan sebagai sebuah yang di dalamnya terdapat makna mendalam tentang arti kehidupan itu sendiri. Secara kodrat manusia hidup untuk mencari kebenaran sebagai jawaban terhadap situasi zaman yang cenderung melawan kehidupan.
Horizon/arah hidup manusia mengarah pada kebenaran yang menjadi prinsip dasar keberadaan manusia. Kebenaran dapat kita lihat dari sudut pandang nilai (kualitas baik yang melekat pada suatu benda/aktifitas). Menurut Max Scheler nilai bersifat absolut, tidak dipersyaratkan oleh suatu tindakan, tidak memandang keberadaan alamiahnya baik secara historis, sosial, biologis ataupun individu murni. Hanya pengetahuan kita tentang nilai yang bersifat relatif, sedangkan nilai itu sendiri adalah absolut.
Dari sudut pandang nilai tersebut, kita dapat menilai bahwa kebenaran itu adalah absolut, selalu dicari dan sebagai acuan hidup karena kebenaran sendiri tidak dipersyaratkan oleh suatu tindakan dan tidak memandang keberadaan alamiahnya.
Untuk mencari kebenaran yang sejati kita dapat menempuh 3 jalan yakni ilmu pengetahuan, etik, dan teologis. Dari segi ilmu pengetahuan kita dapat membaginya dengan rasionalisme (cara pikir dan terpilah pilah/Apriori), Empirisme (pengalaman inderawi/Aposteriori), dan positivisme (berdasarkan fakta-fakta objektif).
Melalui jalan etik kita dapat mencari kebenaran dengan meninjau kebenaran moral yang diperoleh melalui aktualisasi kesadaran etik dalam diri manusia. Kesadaran etik mendorong aktualisasi diri dan menemukan/arahkan hidup pada kebenaran moral. Pijakan moral bagi orang beriman adalah ajaran agama-agama sedangkan bagi orang "tidak beriman" pijakan moralnya adalah humanisme dan ilmu pengetahuan.
Kebenaran sejati juga dapat ditemukan melalui jalan Teologis yang berpijak pada religiositas. Berbagai jalan teologis unik dan sarat dengan kekayaan spiritual yang memiliki sejarah dan ciri khasnya masing masing. Hal ini merupakan sebuah tarikan benang merah dari ajaran agama-agama dan kepercayaan.
Pada dasarnya kebenaran adalah sebuah substansi dasar dari segala ciptaan Tuhan yang merupakan kebenaran sejati itu sendiri. Sebagai manusia kita percaya bahwa Yang Transenden sekaligus Imanen tersebut yang merupakan sebuah Kebenaran yang tak terselami.
Jadi, kebenaran yang tertinggi terdapat pada Yesus Kristus sendiri. Mengapa demikian, karena Yesus pernah bersabda Yohanes 14:6 “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”. Dengan melalui Yesus Kristuslah orang dapat datang kepada keselamatan yang sejati. Yang menjadi permasalahannya adalah tidak semua orang dapat menjalani atau memikul salibnya sendiri seperti yang Yesus lakukan.
Maka dengan ini, orang-orang yang ingin mengikuti dan menjawabi panggilan Yesus untuk bersatu dengannya harus memiliki teladan. Santo Petrus adalah salah satu tokoh yang dapat menjadi panutan atau sang teladan dalam mengikuti Yesus. Sebagai murid yang dipercayakan oleh Yesus untuk memegang kunci kerajaan surge, Santo Petrus pernah menjadi pribadi yang acuh tak acuh dalam mengikuti Yesus. Dalam hal ini, yang harus dimengerti bukan hanya perbuatannya yang pernah menyangkal Yesus sampai 3 kali, akan tetapi kegigihannya juga harus menjadi sebuah teladan dalam setiap orang Katolik dalam mewartakan kasih Allah dan menjadi pemimpin yang kuat kokok. Ia juga rela mati demi mewartakan Yesus Sang Putra Allah yang hidup.
Maka dengan demikian, sosok dan pribadi Rasul Petrus merupakan salah satu tokoh yang cocok dalam memberikan sebuah pembinaan kepada para katekumenat. Sosok Rasul Petrus menjadi hal yang unik dan penuh tantangan, mengapa? karena dengan status pekerjaan sebagai seorang penangkap ikan, ia kemudian oleh Yesus dijadikan penjala manusia.
GARIS BESAR KEGIATAN
A. Tema Umum: Meneladani Simon Petrus Dalam Menjadi Pengikut Yesus
B. Sup Tema:
1) Pertemuan 1: Panggilan Terhadap Simon Petrus
2) Pertemuan 2: Pengakuan-Pangakuan Simon Petrus
3) Pertemuan 3: Penyangkalan Simon Petrus
4) Pertemuan 4: Pemulihan Simon Petrus
C. Tujuan Umam
1. Supaya para katekumen dapat menentukan pilihan yang bebas untuk menjadi Pengikut Kristus Yesus.
2. Supaya para katekumen dapat mengenal Allah, sang Pencipta, yang juga Allah Penyelamat dalam sejarah Perjanjian Lama.
3. Supaya para katekumen memperoleh gambaran yang jelas tentang pribadi Yesus Kristus sebagai utusan Allah yang menyelamatkan.
4. Supaya para katekumen mengimani Yesus Kristus sebagai Jalan, Kebenaran dan Kehidupan
5. Supaya para katekumen dapat mempraktekkan hidup doa yang baik dalam hidup sehari-hari
6. Supaya para ketekumen dapat terlibat aktif dalam kehidupan menggereja dan bermasyarakat
7. Agar para katekumen memiliki hati nurani dan budi pekerti yang baik dan siap untuk hidup dalam masyarakat yang penuh dinamika
D. Metode
ü Ceramah dan seresehan
ü Sharing pengalaman
ü Tanya jawab
E. Jumlah Peserta Pembinaan Katekumenat Dewasa
ü 15 orang dewasa
F. Alokasi Waktu
ü Pertemuan I: 08.00-10.00 :
ü Pertemuan II: 10.30-12.30
ü Pertemuan III: 16.00-18.00
ü Pertemuan IV: 18.30-20.20
G. Media
ü Teks Kitab Suci
ü Leftop dan LCD
ü Buku, alat tulis
PERTEMUAN PERTAMA
A. Tema: Panggilan Terhadap Simon Petrus
B. Tujuan
1) Supaya peserta dapat menemukan makna panggilan Petrus
2) Supaya peserta dapat memaknai panggilan Petrus dalam menjadi murid Yesus demi memurnikan panggilanku untuk mengimani Tuhan Yesus Kristus.
C. Pemikiran Dasar
Panggilan Allah sesungguhnya juga terjadi dalam setiap kehidupan kita. Tetapi belum tentu kita memiliki sikap yang peka dan siap. Mungkin berulangkali Allah memanggil kita, namun kita sering lebih memilih tidak peduli dan mengeraskan hati. Kita sering lebih disibukkan dengan berbagai pikiran dan perasaan kita dari pada kesediaan diri untuk selalu mau terbuka dan peka dengan panggilan Allah. Itu sebabnya yang paling dominan dan berpengaruh dalam seluruh langkah kehidupan kita adalah pendapat, pikiran dan kemauan kita sendiri. Tetapi kehendak dan rencana Allah sering terabaikan. Atau yang kerap terjadi adalah sepertinya kita melakukan kehendak dan rencana Allah, tetapi intinya kita sedang memaksakan kehendak dan kemauan kita sendiri.
Kita sering menyebut-nyebut sedang melakukan kehendak dan rencana Allah, tetapi semua ungkapan tersebut kita pakai hanya untuk membenarkan diri kita sendiri. Kita sering cukup lihai dan taktis untuk mempermanis sesuatu yang sebenarnya sarat dengan berbagai ambisi dan kepentingan diri. Bukankah lebih indah apabila kita menyebut “mempermuliakan Allah” padahal sebenarnya kita sedang mempermuliakan diri sendiri. Sangatlah saleh saat kita menyebut sedang melakukan “pelayanan”, padahal kita sedang getol memperbesar ambisi-ambisi diri yang terselubung. Lebih mengesankan saat kita menyatakan kepada orang banyak bahwa hidup ini kita “persembahkan” kepada Kristus padahal sebenarnya kita sedang memanipulasi nama Kristus untuk menutupi berbagai kepentingan diri yang egoistis.
Semua sikap tersebut terjadi karena kita kurang peka, tidak mau mendengar dan melakukan panggilan Allah. Tepatnya kesadaran rohani (spiritual awareness) kita kurang berfungsi sebagaimana seharusnya. Sehingga walaupun Allah telah memanggil kita berulang-ulang, kita selalu mengabaikan suaraNya sampai akhirnya ajal menjemput kita. Akibatnya selama hidup kita belum pernah melakukan apa yang menjadi kehendak dan rencana Allah.
Betapa vital dan berharganya makna kepekaan hati-nurani dan iman, karena tanpa kepekaan hati-nurani dan iman kita akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh keselamatan dan membagikan keselamatan kepada orang-orang di sekitar kita. Belajar dari pengalaman Rasul Petrus, kita hendak melihat bagaimana Rasul Petrus meliahat, menanggapi dan menjalani panggilan Allah dalam hidupnya.
D. Proses Kegiatan
a. Doa Pembuka
· Pembina mengajak peserta untuk mengawali pertemuan dengan doa pembukaan.
Ya Tuhan Allah langit dan bumi, pada hari ini kami mengucap syukur kepada-Mu atas berkat dan rahmat-Mulah kami dapat berkumpul pada hari ini. Tuhan berbicaralah kepada kami, dan semoga lewat proses pembinaan pada hari ini, kami dapat menemukan makna kasih dan panggilan-Mu yang selalu mengema atas diri kami. Dan semoga lewat keteladanan Santo Petrus yang kami pelajari pada hari ini menjadi kekuatan bagi kami dalam mengikuti dan menjadikan Enagkau Tuhan dan juruselamat bagi kami. Engkau hendak kami puji kini dan sepanjang segala masa. Amin
· Pembina mengajak peserta untuk memperkenalkan diri.
b. Panggilan Simon Petrus Menjadi Murid
· Pembina mengajak peserta untuk membaca kitab suci yang diambil dari Injil Lukas 5:1-11
LUKAS 5:1-11
PENJALA IKAN MENJADI PENJALA MANUSIA
Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai danau Genesaret, sedang orang banyak mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman Allah. Ia melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan sedang membasuh jalanya. Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas perahu. Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." Simon menjawab: "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak. Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam. Ketika Simon Petrus melihat hal itu ia pun tersungkur di depan Yesus dan berkata: "Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa." Sebab ia dan semua orang yang bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka tangkap; demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon. Kata Yesus kepada Simon: "Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia." Dan sesudah mereka menghela perahu-perahunya ke darat, mereka pun meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus.
· Pembina membagi peserta tersebut dalam beberapa kelompok, yang 1 kelompok terdiri dari 3 atau 4 orang.
· Pembina mengajak peserta untuk mengulas isi kitab suci tersebut dengan dipandu beberapa buah pertanyaan.
1. Siapa Santo Petrus? dan apa pekerjaannya?
2. Bagaimana ia dapat menjadi murid Yesus?
3. Apakah yang dikatakan oleh Rasul Petrus ketika ia melihat perbuatan Yesus pada waktu mereka menjala ikan?
4. Apakah yang dikatakan oleh Yesus pada waktu Rasul Petrus mengatakan dirinya orang berdosa?
· Pembina meminta kepada peserta untuk menyampaikan hasil diskusi kelompok (pleno)
· Pembina memberikan peneguhan kepada peserta.
Hidup manusia adalah anugerah sekaligus panggilan perutusan. Dikatakan hidup sebagai anugerah karena hidup manusia diberikan oleh Allah dengan cuma-Cuma. Sedangkan panggilan perutusan karena hidup manusia sesungguhnya diberikan Allah, dan itu bukan hanya sekadar hidup tetapi harus bertumbuh dan berkembang. Pada dasarnya, apa yang kita kerjakan dalam hidup ini, entah sebagai dokter, guru karyawan, petani, imam, suster, bruder, merupakan rahmat Tuhan dan berdimensi perutusan.
Hal yang demikian ingin mengatakan bahwa, siapapun kita dan dari mana kita berasal, yang telah menerima anugerah panggilan itu harus siap dan bersedia dengan loyalitas, seperti yang diungkapkan oleh nabi Yesaya “Ini aku, utulah aku” (Yes 6:8). Tema panggilan, khususnya dalam teks Lukas 5:1-11, mengisahkan tentang panggilan Simon Petrus menjadi murid Yesus. Panggilan Simon ini diawali dengan perintah Yesus supaya menebarkan jalanya ke tempat yang lebih dalam, ke tengah danau. Karena perintah tersebut, timbul keraguan dalam hati Petrus. Pantaslah bila Petrus ragu, karena sudah sepanjang malam dengan kerja keras mereka mencari ikan, tetapi tak mendapat hasil. Lantas ada perintah supaya bertolak ke tempat yang lebih dalam dan pada siang hari untuk menangkap ikan? Mustahil dan usaha menjaring angin! Petrus tahu persis apa yang dialaminya. Dia tahu persis peristiwa sulit yang sedang dihadapinya. Namun karena perintah gurunya, ia melakukannya, “Tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga”.
Simon Petrus dan rekan-rekannya menebarkan jala sesuai dengan perintah Yesus. Yang terjadi setelahnya, tampak bagi mereka hal yang sangat menakjubkan. Hasil tangkapan ikan luar biasa banyaknya, sehingga perahu-perahu bisa terisi penuh dengan ikan tangkapan. Bahkan perahu mereka hampir tenggelam karena banyaknya ikan. Melihat kenyataan yang terjadi, Simon Petrus langsung bersujud sembah di depan Yesus dan memohon agar Yesus pergi. Dia menyadari bahwa dirinya seorang berdosa yang tak layak menerima anugerah dan kebaikan-Nya.
Peristiwa penangkapan ikan itu menjadi titik awal panggilan Petrus dan rekan sekerjanya untuk menjadi penjala manusia. Maka setelah mereka membereskan semua perahu, mereka langsung mengikuti Yesus, kendati mereka belum tahu persis apa yang harus mereka lakukan. Menarik dalam peristiwa ini, tanpa pikir panjang, mereka langsung mengikuti-Nya. Pewartaan sabda Allah dan panggilan memang memiliki hubungan yang sangat erat. Para murid adalah pewarta sabda. Lewat merekalah sabda Allah dapat sampai kepada kita. Para murid dipanggil untuk tugas pewartaan, mewartakan apa yang mereka saksikan. Panggilan para murid merupakan panggilan untuk mempersiapkan orang lain, supaya mengenal Yesus dan segala karya penyelamatan-Nya.
Melaksanakan perintah Tuhan bukanlah hal yang selalu mudah, banyak tantangan yang harus dihadapi. Panggilan menjadi pewarta sabda Tuhan membutuhkan keberanian, loyalitas yang tinggi dan membutuhkan perjuangan terus-menerus. Petrus yang menanggapi panggilan Yesus, kiranya berpikir panjang. Namun karena keberanian Petrus mengambil keputusan, ia pun dengan tegas memutuskan untuk mengikuti Yesus. Ia memilih mengikuti Yesus berdasarkan pengalaman pertemuan dengan Yesus di danau, ia meninggalkan pengalamannya untuk mengikuti Yesus. Petrus telah menjawab panggilan Yesus dan dia pun bersedia diutus menjadi penjala manusia. Menjadi penjala manusia kiranya merupakan sebuah perutusan yang sangat sulit. Dia harus berjumpa dengan orang-orang yang belum mengenal Yesus. Dia harus mewartakan perbuatan-perbuatan Yesus dan karya-karya Yesus. Dalam hal ini, menjadi penjala manusia berarti menjadi pewarta sabda Tuhan.
Menjadi orang Kristen merupakan panggilan yang punya arah dan tujuan seperti yang telah dilakukan oleh para rasul. Panggilan yang kita hidupi sesuai dengan talenta yang kita terima dari Tuhan dan tentu saja bukan hanya untuk diri kita sendiri.
Panggilan seorang Katolik harus dinyatakan dengan sikap siap untuk diutus untuk membawa orang sampai pada pengenalan iman yang mendalam. Oleh karena itu penting bagi kita memilki keberanian bersaksi tentang iman kita. Kehadiran kita sebagai orang beriman harus menjadi tanda kehadiran bagi sesama. Dengan panggilan kita sebagai orang Kristen harus, apakah kita juga siap diutus menjadi pewarta sabda Allah? Beranikah kita berkata: “Inilah aku, utuslah aku”?.
Dalam saat ini, adalah masa dimana kita orang-orang yang mau mengikuti Yesus dan menjadikan-Nya sebagai tujuan hidup kita. Dalam masa ini juga, dengan belajar dari ketedalanan Rasul Petrus, kita diajak untuk merenungkan makna atau memurnikan diri untuk mengikuti Yesus.
· Pembina mengajak peserta memaknai panggilan Simon Petrus dalam menjadi murid Yesus dengan mengajukan beberapa pertanyaan sebagai panduan bagi peserta untuk memurnikan panggilannya sebagai seorang pengikut Yesus Kristus dan menjadi anggota Gereja Katolik.
1. Apakah artinya mengikuti Yesus Kristus?
2. Apa makna panggilan Simon Petrus bagi hidupku?
· Pembina meminta kepada peserta untuk mengerjakannya secara pribadi dan menuliskannya dalam selembar kerta, dengan mencantukan identitas peserta (adapun tujuan dari tugas ini adalah supaya Pembina mengetahui sejauh mana peserta katekumenat dapat memaknai panggilannya untuk menjadi pengikut Yesus dan menjadi anggota Gereja Umat Allah, terutama motivasi para katekumenat).
c. Penutup
· Pembina mengajak peserta untuk masuk dalam suasana doa
· Pembina memimpin doa
Ya Tuhan Allah yang bertahta dalam Kerajaan Surga. Kami mengucakan puji dan syukur kepada-Mu atas berkat dan penyelengaraan-Mulah semuannya ini dapat terjadi. Berkatilah kami dalam pembinaan ini, supaya kami dapat menjadi penggikut dan murid-murid-Mu yang setia baik dalam tugas dan rewartaan kami akan cinta dan kasi-Mu. Tuntunlah kami dengan kekuatan Roh Kudus-Mu, supaya kami dapat memaknai panggilan Petrus dalam menjadi murid-murid-Mu yang setia dalam tugas dan perutusan. Akhirnya ya Tuhan Yesus Kristus, kami serahkan semuannya dalam tanggan dan naungan-Mu, karena Engkau Tuhan dan juruselamat kami yang hidup dan berkuasa kini dan sepanjang segala masa. Amin
PERTEMUAN KEDUA
A. Tema : Pengakuan-Pangakuan Simon Petrus
B. Pemikiran Dasar
Sebagai penggikut Yesus, sering kali juga kita mendapat banyak masalah. Mengikuti Yesus tidak semudah yang kita bayangkan, akan tetapi banyak hal yang harus kita hadapai. Demikian juga dengan Rasul Petrus yang akan kita dalami bersama pada hari ini.
Meskipun Rasul Petrus dan para murid yang lainnya telah lama hidup bersama dengan Yesus dan melihat mukjizat yang dikalukan oleh Yesus, akan tetapi masih ada keraguan dalam hidup mereka. Sehingga pada waktu Yesus menanyakan kepada meraka tentang diri-Nya, kebanyakan diantara mereka tidak bisa menjawab, dan hanya Rasul Petrus saja yang bisa menjajawab pertanyaan Yesus.
Hal yang demikian memberikan sebuah petunjuk kepada kita bahwa bukanlah kita yang memiliki kekuatan untuk menjawabnya, akan tetapi Roh Kuduslah yang memberikan dan menaungi hidup kita, sehingga kita mampu menghadirkan Yesus dalam hidup kita setiap hari.
C. Tujuan
ü Supaya Katekumenat dapat merasakan mengakui Yesus sebagai juruselamat baginya, seperti yang dilakukan oleh Petrus
ü Supaya peserta dapat menjadikan sosok Petrus sebagai pigur teladan dalam menjadi orang Katolik sejati.
ü Supaya para katekumenat dapat membangun dasar yang kuat untuk mengikuti Yesus Kristus dengan menjadi anggota Gereja Katolik.
D. Proses Kegiatan
1. Doa Pembukaan
· Pembina mengajak peserta untuk mengawali pertemuan dengan doa pembukaan.
Tuhan kami Yesus Kristus, kami memuliakan Engkau dan mengasihi Engkau karena Engkau adalah Anak Manusia dan sekaligus Anak Allah. Engkau datang untuk menebus kami dari dosa, maut dan Iblis, dan untuk membuat kami sungguh-sungguh menjadi anak-anak Allah di dalam kasih. Kami menyembah Engkau, bersukacita, dan menceritakan kepada semua yang mau mendengar bahwa Engkau adalah Kristus, Anak Allah dan Juruselamat dunia ini. Berikan kepada kami kesaksian yang jelas dan bijaksana sehingga barangsiapa yang siap untuk mendengar akan tahu bahwa Engkaulah Kristus, Anak Allah, dan menerima Engkau dengan sukacita.
2. Pengakuan-Pangakuan Simon Petrus
· Pembina mengajak peserta untuk membaca kitab suci yang diambil dari Injil Matius 16:13-20.
PENGAKUAN PETRUS
(Matius 16:13-20)
Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi." Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." Lalu Yesus melarang murid-murid-Nya supaya jangan memberitahukan kepada siapa pun bahwa Ia Mesias.
· Pembina meminta peserta untuk masuk dalam kelompok dan mendiskusikan pertanyaan yang telah disiapkan.
· Pembina mengajak peserta untuk mengulas isi kitab suci tersebut dengan dipandu beberapa buah pertanyaan.
1. Siapa Yesus menurut Simon Petrus?
2. Apa yang dikatakan oleh Yesus kepada para murid, setelah mereka mengatahui identitas Yesus yang sebenarnya?
3. Apa yang dikatakan Yesus kepada Simon Petrus setelah ia mengatakan Yesus tentang identitas Yesus yang sebenarnya?
4. Belajar dari Simon Petrus, menurut kamu siapakah Yesus?
· Pleno
3. Kesimpulan
· Pembina memberikan peneguhan kepada peserta
Meskipun telah melihat pekerjaan atau tindakan Yesus, akan tetapi masih ada keraguaan bagi orang-orang, termasuk juga para murid akan identitas Yesus. Pada perikop injil Mat 16:13-20 konteksnya pertanyaan tentang siapakah Kristus. Ada banyak jawaban yang bermacam-macam, seperti ada yang menganggap-Nya sebagai Yohanes Pembaptis (“bertobatlah sebab kerajaan Allah sudah dekat!”, Elia (sama-sama membangkitkan orang mati, lih. juga Maleakhi 4:5-6), Yeremia (sama-sama memberikan teguran mengenai Bait Suci) atau salah satu dari antara para nabi. Semua tokoh yang disebut namanya ini sudah tidak ada lagi, sudah mati. Orang Yahudi pada waktu itu percaya bahwa roh-roh orang yang sudah meninggal waktu itu dapat muncul lagi dalam diri seseorang di kemudian hari. Maka Herodes lain pandangannya dengan para ahli Taurat yang juga lain pandangannya dengan orang banyak.
Hal ini juga terjadi di jaman sekarang. Kristus juga dikenal dalam kepercayaan-kepercayaan yang lain: ada yang menganggap-Nya sebagai pembuka jalan bagi nabi besar yang lain, ada yang menganggap-Nya sebagai salah satu orang yang sudah mencapai pencerahan, dan ada juga yang menganggap-Nya sebagai guru moral manusia yang agung. Maka Ia sudah mendapat persepsi macam-macam dari banyak orang.
Maka jelaslah bahwa tanpa wahyu (penyataan) Tuhan tak seorang pun dapat mengenal Kristus dengan jelas. Semua hanya berupa dugaan saja tanpa ada kepastian. Akan tetapi menurut para murid (15) siapakah Kristus itu? Sang juru bicara dan pemimpin, yaitu Petrus langsung menjawab, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!”
Jawaban yang amat singkat, padat, jelas. Silahkan semua orang lain mau bicara apa tentang Yesus, bagi orang Kristiani yang mengimani Yesus Kristis, Ia adalah Mesias, Anak Allah yang hidup! Demikianlah Petrus. Inilah pengakuan yang berani, lugas, dan jujur di daerah kafir.
Mesias berarti Kristus (yang diurapi), yaitu Dia yang sudah lama dinanti-nantikan oleh orang-orang Yahudi dari Perjanjian Lama. Sedangkan Anak Allah yang hidup mau dikontraskan dengan dewa Pan yang mati sembahan orang kafir Yunani itu. Itulah konsep Petrus yang begitu tegas yang tidak mau dipengaruhi oleh orang-orang pada jaman itu. Yang menjadi masalah buat kita adalah, apakah Petrus yang pertama kali menyatakannya? Tentunya tidak (Mat. 14:33, Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya: "Sesungguhnya Engkau Anak Allah).
Dengan peristiwa semacam ini dapat kita katakana bahwa, inilah satu hal yang luar biasa. Simon Petrus mewaklili para murid menyatakan siapakah Yesus dan Yesus menyatakan bahwa ia adalah berbahagia. Mengapa bahagia? Karena ia tahu siapa Tuhan sebenarnya. Tanpa penyataan dari Bapa di surga percumalah semua spekulasi manusia yang pasti akan gagal untuk mengetahui siapakah Yesus sebenarnya. Tanpa penyataan atau wahyu Tuhan bahkan kedatangan Kristus pun akan ditolak oleh mereka yang menjadi milik-Nya (Yoh. 1: 11).
Dalam kenyataanya, manusia hanya bisa mencari Tuhan tapi dalam Alkitab Tuhanlah yang menyatakan diri kepada manusia. Semua agama mencari Tuhan dan berspekulasi mengenai Tuhan, tetapi dalam Alkitab Tuhanlah yang menyatakan diri kepada manusia dan penyataan itu tidak mungkin diketahui manusia kecuali oleh Roh Kudus (lih. 1Kor. 12:3).
Inilah kebahagiaan Petrus (bdk. Mat.5 tentang ucapan bahagia), ia mengetahui hal itu dari Allah Bapa. Kebahagiaan kita bukan karena kita sukses, lulus, kaya, mendapat jodoh atau apapun yang kita inginkan. Kebahagiaan kita yang sejati adalah karena kita boleh mengenal Tuhan dan Ia boleh menyatakan diri-Nya kepada kita. Itulah kebahagiaan sesungguhnya. Apa yang dinilai bahagia oleh manusia berbeda dengan apa yang dinilai Tuhan.
Ayat 18 menjadi demikian indah karena setelah Simon mendefinisikan siapakah Kristus maka sekarang Kristus mendefinisikan siapakah Simon: ia adalah Petrus, sang batu karang. Nama Petrus bukan baru diberikan kali ini tapi sudah semenjak pemanggilannya pertama kali. Petrus batu karangkah? Imannya iya, tapi perbuatannya seringkali tidak. Ia menyangkal Tuhan tiga kali karena takut. Ia juga pernah ditegur rasul Paulus yang jauh lebih muda karena kemunafikannya (Gal. 2:14). Petrus tidaklah se’batu karang’ kelihatannya. Tuhan memberi nama kepada Simon sebagai ‘Petrus’ bukan karena perbuatannya tetapi karena imannya. Orang percaya dibenarkan karena iman (Gal. 2:16; 3:24).
Dalam bahasa aslinya kata Petrus dan batu karang adalah dua acuan yang berbeda secara gender. Yang satu maskulin dan yang lain feminin. Maka bukan Petrus yang menjadi dasar berdirinya gereja dan kepala gereja (seperti yang dipikirkan oleh Roma Katholik yang menjadikan Petrus sebagai paus pertama yang dilanjutkan oleh suksesi kepausan sampai sekarang). Apa yang dia nyatakan itulah yang menjadi dasar dari gereja (Ef. 2:19, 20). Gereja didirikan di atas dasar (pengajaran) para rasul dan (pengajaran) para nabi yang berfokus pada Kristus, Sang Batu Penjuru itu. Maka Kristuslah yang menjadi kepala gereja dan dasar gereja. Dialah batu karang yang sesungguhnya.
Jika kita melihat atau menbaca dari 1Pet. 2:4-5. Dikatakan bahwa (Dan datanglah kepada-Nya, batu yang hidup itu, yang memang dibuang oleh manusia, tetapi yang dipilih dan dihormat di hadirat Allah. Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah).
Rasul Petrus sendiri menyatakan dalam tulisannya ini, bahwa ia bukanlah batu karang itu tetapi Kristuslah yang menjadi batu karang yang hidup itu. Petrus tidak menyuruh orang datang kepadanya melainkan datang kepada Kristus. Setelah kita datang kepada Batu Karang yang sejati itu barulah kita menjadi batu yang dapat dipergunakan untuk membangun gereja kita.
Dalam hal ini, yang mungkin perlu kita ketahui sebagai pengikut Yesus Kristus adalah karakter iman Petrus yang tidak mau bergeser itulah yang nyata dalam pengakuan imannya. Di atas batu karang pengakuan iman itulah Tuhan akan mendirikan jemaat-Nya atau gereja-Nya. Bukan Petrus tetapi pengakuan imannya yang menjadi dasar.
Di atas dasar ini kematian dan alam maut tidak akan menguasainya. Akan tetapi ancaman kematian sekalipun tidak dapat mengalahkan gereja. Berbagai jaman telah menyaksikan bahwa jemaat Tuhan yang mati martir tidak mau bergeser dari pengakuan iman mereka bahwa Yesus adalah Tuhan. Kematian tidaklah menakutkan bagi gereja sejati yang mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan. Dialah Mesias. Dialah Penguasa alam maut. Maka gereja sejati tidak takut akan ancaman kematian sekalipun karena mereka memiliki Kristus sebagai Tuhannya.
Pemegang kunci kerajaan surga dalam ayat 19 tidak boleh ditafsirkan atau diartikan hanya rasul Petrus saja karena dalam 18:18 kita melihat bahwa otoritas itu juga diberikan kepada orang percaya/ gereja. Dia bukan menjadi penentu orang masuk surga atau tidak. Apa yang terikat di bumi dan apa yang terlepas di bumi itu sudah terikat dan terlepas di surga.
Jadi yang dilakukan orang percaya di bumi sebenarnya hanyalah menjalankan mandat yang diberikan dari surga melalui Firman. Mengikat dalam konteks waktu itu berarti melarang dan melepaskan berarti memperbolehkan (pengadilan agama waktu itu). Penerapan hal ini adalah dalam menasehati saudara seiman yang berdosa dan menjalankan disiplin gereja untuk menghukum mereka yang tidak mau bertobat. Selain itu kunci ini juga untuk melepaskan mereka yang terbelenggu oleh dosa melalui pemberitaan Firman dan Injil. Betul Petrus memiliki hak itu karena ia adalah seorang rasul dan gereja memang didirikan di atas dasar pengajaran para rasul. Oleh sebab itulah gereja sekarang juga memiliki kunci yang sama. Kuasa itu telah diberikan kepada kita, menjaga kemurnian gereja dan membawa manusia kepada Tuhan.
· Pembina mengajak peserta untuk merenungkan dan meresapi sejenak tentang isi dari kitab suci tersebut
· Pembina mengajak peserta untuk menutupi pertemuan dengan doa penutup yang dipimpin oleh Pembina.
Doa Penutup
Ya Allah yang kekal dan kuasa, kepada-Mu kamis erahkan seluruh hidup kami. Buatlah kami menjadi seperti rasul petrur yang mampu melihat keagunangan dan kasih-Mu yang selalu murah terhadap hidup kami. Bimbinglah kami setiap waktu, supaya kami dapat semakin mengimani Engkau sebagai juruselamat bagi kami. Amin .
PERTAMUAN KETIGA
A. Tema : Penyangkalan Simon Petrus
B. Pemikiran Dasar
C. Tujuan
ü Supaya katekumenat dapat menemukan dan membangun iman yeng kokoh ketika menghadapi sesuatu yang menantang iman mereka kepada Yesus Kristus
ü Supaya katekumenat dapat menemukan kasih Allah yang begitu besar dalam hidup mereka
ü Agar katekumenat dapat merasakan kasih Yesus yang selalu ada dalam setiap pekerjaan dan tindakan mereka.
D. Proses Kegiatan
1. Doa Pembukaan
· Pembina mengajak peserta untuk mengawali pertemuan dengan doa pembuka yang di
2. Penyangkalan Simon Petrus
· Pembina mengajak peserta untuk membaca kitab suci yang diambil dari injil Lukas 22:54-62.
· Pembina meminta peserta untuk membaca kitab suci secara bergiliran perayat.
PETRUS MENYANGKAL YESUS
(LIKAS 22: 54-62)
Lalu Yesus ditangkap dan dibawa dari tempat itu. Ia digiring ke rumah Imam Besar. Dan Petrus mengikut dari jauh. Di tengah-tengah halaman rumah itu orang memasang api dan mereka duduk mengelilinginya. Petrus juga duduk di tengah-tengah mereka. Seorang hamba perempuan melihat dia duduk dekat api; ia mengamat-amatinya, lalu berkata: "Juga orang ini bersama-sama dengan Dia." Tetapi Petrus menyangkal, katanya: "Bukan, aku tidak kenal Dia!" Tidak berapa lama kemudian seorang lain melihat dia lalu berkata: "Engkau juga seorang dari mereka!" Tetapi Petrus berkata: "Bukan, aku tidak!" Dan kira-kira sejam kemudian seorang lain berkata dengan tegas: "Sungguh, orang ini juga bersama-sama dengan Dia, sebab ia juga orang Galilea." Tetapi Petrus berkata: "Bukan, aku tidak tahu apa yang engkau katakan." Seketika itu juga, sementara ia berkata, berkokoklah ayam. Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus bahwa Tuhan telah berkata kepadanya: "Sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah tiga kali menyangkal Aku." Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya.
· Pembina mengajak peserta untuk mendalami isi atau pesan dari kitab suci tersebut dengan dipandu beberapa pertanyaan.
· Pembina meminta peserta untuk mengerjakannya secara pribadi.
· Sebelum Pembina menanyakan kepada 2 atau 3 orang peserta, Pembina mengajak peserta untuk merenungkan perikop injil tersebut.
1) Berapa kali, Petrus menyangkal Yesus?
2) Mengapa Petrus takut mengakui Yesus sebagai Gurunya?
3) Apa yang terjadi pada Petrus setelah menyangkal Yesus?
4) Bagaimana menurut pendapatmu, atas tindakan Petrus tersebut dalam menyangkal Yesus?
3. Kesimpulan
· Pembina memberikan peneguhan kepada peserta
Masalah yang kita hadapi sangat terkait sekali dengan iman yang kita miliki. Kedua hal ini tidak dapat dipisahkan. Tanpa adanya masalah, kita tidak akan pernah mengetahui seberapa besar atau seberapa kecil iman yang kita miliki.
Pada saat kita merasa damai (tidak ada masalah), kita sebagai orang Kristen dapat berkata bahwa iman yang kita miliki sangat besar. Walau apapun yang terjadi, kita akan tetap setia mengikut Yesus. Sehingga tidak jarang, banyak orang Kristen yang mulai membanding-bandingkan iman yang satu dengan yang lain ketika kehidupannya mulai merasa damai (Tidak ada masalah). Hal ini terjadi karena masalah belum datang.
Tetapi saat masalah mulai datang, apakah kita akan tetap bisa berkata bahwa iman yang kita miliki sangat besar seperti disaat kita merasa damai (Tidak ada masalah) ? Masalah yang datang itulah yang akan menjawabnya.
Kita bisa melihat contoh di dalam Alkitab yaitu Simon Petrus . Pada saat Simon Petrus merasa damai (Tidak ada masalah), dia bisa berkata: (Matius 26:33). Pada saat perasaan damai (Tidak ada masalah) mulai dirasakan Simon Petrus, Simon Petrus dapat berkata bahwa imannya sangat besar. Dan dia mulai membanding-bandingkan iman yang satu dengan yang lain. Simon Petrus merasa bahwa iman yang dimilikinya lebih besar, dibandingkan dengan iman yang dimiliki oleh orang lain.
Inilah yang banyak terjadi diantara kita sebagai orang Kristen yang hidupnya mulai merasakan kedamaian (Tidak ada masalah). Masa damai (Tidak ada masalah) adalah masa yang sangat rawan bagi kita. Karena pada masa damai (Tidak ada masalah) inilah kita mulai membanding-bandingkan iman yang kita miliki dengan iman yang dimiliki oleh orang lain. Dan tentu saja kita akan merasa bahwa iman yang kita miliki lebih besar dibandingkan dengan iman yang dimiliki oleh orang lain.
Tetapi apa yang terjadi dengan Simon Petrus di saat masalah mulai datang ? Ternyata Simon Petrus sama sekali tidak memiliki iman yang teguh di dalam Yesus. Dan ini sangat tidak sesuai dengan pengakuan imannya disaat merasakan kedamaian (Tidak ada masalah). Hal ini terbukti dengan kisah penyangkalannya terhadap Yesus (Matius 26:69-75).
Padahal kalau kita mau telusuri lebih dalam lagi tentang kisah penyangkalan Simon Petrus, kita dapat melihat bahwa masalah yang diperhadapkan kepada Simon Petrus belum dirasakan oleh Simon Petrus. Simon Petrus hanya sebatas melihat masalah (Yohanes 18:12-27).
Dan disinilah kita bisa melihat iman yang berbeda di saat Simon Petrus merasakan kedamaian (Tidak ada masalah), dengan iman di saat datangnya masalah. Dari kisah Simon Petrus diatas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa iman di saat kita merasa damai (Tidak ada masalah) adalah iman yang semu. Kita tidak dapat mengetahui seberapa besar atau seberapa kecil iman yang kita miliki. Tetapi iman di saat kita menghadapi masalah, itulah iman kita yang sebenarnya. Di saat kita merasa damai (Tidak ada masalah), kita mungkin merasa bahwa iman yang kita miliki adalah iman yang terbesar dibandingkan dengan iman yang dimilki oleh orang lain. Tetapi kita jangan mengukurnya dengan perasaan kita sendiri. Kita harus mengukurnya dengan bukti di lapangan. Yaitu melalui masalah yang kita hadapi.
Karena itu di dalam Roma 5:3-5 sudah dikatakan bahwa kita harus bersyukur dan bangga karena masalah yang kita hadapi. Kenapa? Karena dengan adanya masalah itulah, kita mempunyai kesempatan untuk mengetahui seberapa besar dan seberapa kecil iman kita yang sebenarnya. Jangan pernah tolak masalah. Karena semakin banyak masalah, semakin banyak kesempatan bagi kita untuk melihat pertumbuhan iman kita. Semakin maju atau semakin mundur.
Kisah lain yang mungkin harus kita contoh di dalam Alkitab yaitu kisah Ayub. Di masa damai (Tidak ada masalah) dan di masa datangnya masalah, iman Ayub tidak mundur atau kendor sedikitpun. Bahkan dengan adanya masalah, imannya semakin meningkat. Masalah bukan akhir dari segalanya. Masalah bukan berarti bahwa Tuhan meninggalkan kita. Justru dengan adanya masalah, membuktikan bahwa Tuhan masih sayang kepada kita. Tuhan masih memberikan kesempatan kepada kita untuk mengetahui seberapa besar atau seberapa kecil iman kita. Dan dengan adanya masalah, itulah kesempatan bagi kita untuk meningkatkan iman kita. Seperti yang dapat kita baca di dalam kisah Ayub.
4. Doa Penutup
· Pembina mengajak peserta untuk mengakhiri pertemuan dengan doa penutup
· Pembina meminta salah satu peserta untuk memimpin doa.
PERTEMUAN KEEMPAT
A. Tema : Pemulihan dan Perutusan Simon Petrus
B. Pemikiran Dasar
Terkadang hidup mengharuskan kita menanggis tampa sebab. Kita sering menyalahkan orang lain, padahal kita sudah memiliki hal yang amat mulia dan luhur yang diberikan Tuhan kepada kita. Makanya tidak jarang juga kita merasa curriga dan jengkel jika melihat orang lain senang agau bahagia.
Dalam kesempatan ini, kita kembali belajar dari pengalaman Rasul Petrus, tentang bagaimana kita mampu dan menanggapi kasih Allah yang begitu besar dalam hidup kita.
C. Tujuan
ü Supaya katekumenat setelah mereka dibaptis mereka sadar bahwa mereka harus mewartakan kasih Allah yang telah mereka dapatkan.
ü Agar katekumenat sadar bahwa menjadi urid Yesus harus siap diutus kemanapun juga.
D. Proses Kegiatan
1. Doa Pembukaan
· Pembina meminta salah satu peserta untuk memimpin doa pembukaan
2. Pemulihan dan Perutusan Simon Petrus
· Pembina mengajak peserta untuk medalami kitab suci
· Pembina meminta peserta untuk membacakan kitab suci tersebut secara bergiliran, perayat
· Pembina memberikan pertanyaan kepada peserta supaya peserta dapat dengan mudah dalam merenungkan isi atau pesan kitab suci tersebut secara pribadi
· Pembina meminta kepada peserta untuk merenungkan isi atau pesan dari kitab suci tersebut
Yohanes 21:15-19
Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki." Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: "Ikutlah Aku.
· Pertanyaan untuk menjadi bahan renungan peserta
1. Ada berapa kalikah Yesus menanyakan kepada Petrus tentang mengasihi DIA?
2. Mengapa Yesus menanyakan hal yang demikian kepada Rasul Petrus?
3. Apa makna pertanyaan Yesus kepada Rasul Petrus itu bagi kamu?
· Pleno
3. Kesimpulan
Apa yang bisa kita pelajari dari Petrus ini? Sekarang kita akan merangkumnya. Yang pertama-tama adalah, kita melihat bahwa Petrus, di dalam segala kelemahan dan kegagalannya, adalah orang yang sangat tanggap. Dalam hal menjadi seorang Kristen, hal yang paling pokok adalah kita harus tanggap. Bagaimana Anda bisa mencapai kemajuan jika Anda tidak tanggap terhadap segala sesuatu? Tidak ada gunanya. Saat berbicara dengan orang lain, Anda mungkin seperti sedang berbicara dengan tembok. Anda malah bisa mendapatkan tanggapan dari tembok karena ketika Anda berbicara dengan tembok, Anda bisa mendengarkan gema dari tembok itu. Akan tetapi saat berbicara dengan orang lain, tidak ada hasil sama sekali.
Mereka mendengarkan Firman Allah, "Baiklah, itu memang benar, khotbah yang menarik, enak didengar. Mari pulang dan menikmati makan malam." Tak ada tanggapan! Orang yang tanggap akan berkata, “Nah, jika demikian halnya, jika memang benar, aku harus berbuat sesuatu”.
Dalam hal ini, ada beberapa hal yang harus kita pelajari dari peristiwa di atas tentang Rasul Petrus, diantaranya? Seperti pada waktu di tepi Danau Galilea, ketika Tuhan Yesus mempertanyakan kembali komitmen Simon Petrus untuk mengikut dan melayani-Nya, maka keluar kalimat yang luar biasa dari mulutnya: “Benar Tuhan. Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau” (Yoh. 21:15-17). Walaupun kata “kasih” yang diucapkan Simon Petrus sebanyak tiga kali itu adalah kata Yunani fileo, yang kadarnya tidak setinggi kasih agape, tetapi itu merupakan suatu kejujuran dan ketulusan hati, bukan sesuatu yang emosional dan didasarkan pada kekuatan diri sendiri.
Akhirnya, Simon Petrus dipulihkan. Ia dipenuhi dengan Roh Kudus di loteng Yerusalem, kemudian mengalami perubahan drastis dari seorang penyangkal Kristus menjadi rasul Kristus. Pelayanannya didasarkan pada kasihnya kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberinya kesempatan sekali lagi. Simon Petrus tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Sejarah gereja mencatat bahwa di akhir hidupnya ia mati sebagai martyr … disalibkan. Tetapi ia merasa tidak layak disalibkan sama seperti Gurunya. Simon Petrus disalibkan … dengan kepala di bawah.
Selalu ada pemulihan dari Tuhan bagi mereka yang mau kembali kepada-Nya. Tuhan sedang memberikan kesempatan kedua kepada kita. Mari kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk menjadi pengikut dan pelayan-Nya yang lebih sungguh-sungguh lagi.
4. Doa Penutup
· Pemandu mengajak peserta untuk mengakhiri pertemuan dengan doa
Ya Allah yang kekal dan penuh dengan belaskasih, terima kasih untuk semua kasih yang telah Engkau berikan kepada kami. Kami sadar bahwa sering kali kami lalai atau tidak mengharaukan kasih-Mu yang begitu melimpah dalam hidup kami, sehingga sering kali kami merasa kecewa, mengerutu dan menyalahkan-Mu. Maka Ya Tuhan, buatlah kami untuk mempu menerima kasih-Mu dengan membuka pintu hati kami yang tertutup ini. Hadirlah selalu dalam diri kami dan rajailah hati kami, supaya sepenuhnya hidup kami dapat terarah kepada kehendak-Mu. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar