MEDIA MASSA MENJADI SARANA
EVANGELISASI YANG KONTEKSTUAL DALAM ERA GLOBALISASI
Oleh: Silvester Nyawai
1.1 Pendahuluan
Siapa
yang tidak kenal “media masa”, seperti TV, HP, internet, surat kabar dan lain
sebagainya. Pada masa sekarang, sarana-sarana komunikasi ini bukan lagi menjadi
sarana untuk menonjolkan atau memamerkan status ekonominya, akan tetapi lebih
dari pada itu. Sarana yang semacam ini, pada masa sekarang sudah menjadi
kebutuhan pokok hidup manusia. Jika dulu, kebutuhan pokok manusia adalah
sandang, pangan dan papan. Hal yang demikian, pada masa sekarang semakin
diperluas, dimana kebutuhan pokok manusia tidak hanya pada sandang, pengan dan
papan, akan tetapi kebutuhan sarana dan pra sarana, seperti transpotasi, TV, HP
dan sebagainya. Kebutuhan yang semacam ini harus dipenuhi, karena kebutuhan
semacam ini tidak hanya menyangkut identitas seseorang, akan tetapi kelancaran
dan kemudahan dalam melaksanakan aktivitas yang menunjang dan memberikan
kemudahan dalam beraktivitas.
Selain
dari pada itu, kemajuan dalam era globalisasi juga menawarkan banyak hal,
seperti semuannya menjadi baru dan mudah (instan). Jika kita melihat, HP, TV
dan tempat-temapt yang menyediakan pasilitas seperti, tempat internetan menjadi
sasaran yang empuk dikonsumsi oleh semua orang, tidak hanya yang tua, dewasa
tetapi juga anak-anak yang sudah mulai mengenai hal yang demikian.
Salah
satu situs yang masih naik daun atau tren pada masa sekarang adalah facebook
dan twitter. Pasilitas ini, tidak hanya digunakan orang untuk hal-hal yang
berbau asmara saja, gossip, berita akan tetapi juga sebagai lahan bisnis, lahan
bagi orang memberikan dan mendapatkan inspirasi, motivasi dan dorongan kepada semua orang. Salah satu yang saya
kenal, dan dia mengunakan media ini untuk berbagi, memberikan motivasi dan
inspirasi kepada semua orang yang berteman dengannya adalah ibu Ignasia
Jessica. Tidak cukup mewartakan dengan berdiri dihadapan semua orang dalam
acara seminar, motivator, pembinaan, beliau juga mengalirkan kata-kata bijaknya
dari situas facebook yang setia hari selalu ada hal-hal yang baru, dan
kata-kata indah yang baru dan menyentuh.
Tidak
jarang juga, beliau mengutif dari ayat-ayat Kitab Suci sebagai sarana baginya
memberikan inspirasi, motivasi bagi semua orang. Menurut pengamatan saya, yang
berteman dengannya dalam dunia maya (facebook),
saya terispirasi sekali, dan hal ini tidak hanya saya, tetapi juga semua orang
yang berteman dengannya.
Ini
adalah gambaran sekilas bagaimana orang yang memfaatkan perkembangan zaman
dalam era globalisasi sebagai sarana baginya untuk mewartakan kebaikan,
terutama kasih Allah dalam kehidupannya.
Hasus
kita akui, bahwa antara diri kita pada saat ini dengan keduabelas Para Rasul
dulu mengemban tugas yang sama, yaitu menyampaikan kabar gembira. Menurut
tuliasan penginjil Matius, sebelum Yesus naik ke Surga, Ia menyampaikan
amanat-Nya “Karena itu pergilah,
jadikanlah semua bangsa murid-Ku ………….ajarlah mereka melakukan segala sesuatu
yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu
senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat 28:19-20). Ayat ini dari zaman
dulu sampai sekarang tidak berubah, masih seperti ini. Di sini, apa yang
membedakannya?. Menurut permenungan saya, yang membuat ayat ini menjadi berbeda
adalah cara yang digunakan dalam melaksanakannya. Hal yang sederhana, kita
sebagai seorang Kristiani dalam kenyataannya dipanggil untuk mewartakan Kabar
Gembira tersebut, demikian juga dengan Para Rasul terdahulu. Jika para Rasul
dulu mewartakan dengan berkobar-kobar, menyerukan pertobatan, dikejar-kejar
bahkan ada yang mati dibunuh. Pada masa sekarang hal yang demikian hampir tidak
mungkin terjadi, apalagi di negara kita tercinta ini, dimana kebebasan beragama
dijunjung tinggi seperti yang tertuang dalam butur-butur Pancasila.
Saya
masih ingat dulu, ketika masih kecil, dimana para Pastor SMM yang datang
mengunjungi kampung saya, yang letaknya diperdalaman Kalimantan. Mereka harus berjalan
berhari-hari, bahkan sampai berbulan-bulan untuk mewartakan
Injil Allah. Hal yang demikian
tidak lagi terjadi pada masa sekarang, meskipun berjalan, tetapi kita sudah
naik bertingkat-tingkat dari cara mereka. Jika dulu, berkatekese tidak
mengunakan banyak metode, yang ditonjolkan adalah metode ceramah, bacakan Kitab
Suci dan refleksi, pada masa sekarang ada banyak metode yang keseluruhannya
menekankan adanya media masa.
Berdasarkan
pada masalah ini, maka tema “Media massa menjadi sarana Evangelisasi yang
kontekstual dalam era globalisasi” saya
rasa cocok untuk dikembangkan bagi seorang katekis, guru agama Katolik dan para
petugas pastoral yang lainnya dalam mewartakan dalam era globalisasi pada masa
sekarang. Mengapa ini ditekankan, karena media massa memiliki dampak yang cukup
dalam bagi setiap pribadi dalam membangun hubungannya dengan dirinya, sesama
dan terutama dengan Allah yang ia imani.
1.2 Orang
Kristiani Dipanggil Untuk Mengemban Tugas Evangelisasi
Sekilas
tentang evangelisasi. Evangelisasi berasal dari kata Yunani yakni Evangelion,
artinya mewartakan Injil kabar baik atau penginjilan. Dalam konteks ajaran
orang Kristiani tugas ini merupakan sebuah keharusan, karena Yesus sendirilah
yang memerintah untuk mewartakannya (bdk. Mat 28:19-20). Evangelisasi tidak
hanya dilakukan dengan kata-kata saja, akan tetapi dengan tindakan atau
kesaksian hidup orang yang beriman (Hipolitus K. Kewuel dan Gabriel S. 2010).
Romo
Agustinus Supriyadi, Pr dalam buku “12 Pintu Evangelisasi: Menebar Garam Di
Atas Pelagi” (2012) mengatakan bahwa mewartakan Injil Kerajaan Allah kepada
segala bangsa merupakan sebuah perutusan yang harus dilaksanakan oleh setiap
orang beriman. Dengan demikian, dapat kita katakan bahwa Evangelisasi sebagai
aktivitas Gereja.
Tugas
ini, pada dasarnya merupakan perintah Yesus Kristus kepada para
murid-murid-Nya, dan pada akhirnya dilanjutkan oleh Gereja sepanjang masa.
Pemberitaan Injil Kerajaan Allah (Evangelisasi) adalah aktivitas Gereja (bdk.
RM 65). Sebab setelah diprakarsai dan diwujudkan oleh Sang Kepala, dengan cara
masing-masing, mereka yang telah menyatukan diri menjadi satu tubuh juga
mewartakan Injil. Mereka adalah Gereja. Gereja secara sadar mengetahui dan
menghayati kekayaan perlunya memberitakan Injil kerajaan Allah (bdk. EN 14).
Dalam hal ini, mewartakan Injil Allah sesunggunya merupakan aktivitas Gereja dan sekaligus merupakan rahmat dan
panggilan yang khas bagi Gereja.
Madam
Sarup (1994) mengatakan bahwa mewartakan Injil Allah merupakan identias Gereja yang terdalam. Dalam hal ini,
Gereja ada tugasnya adalah untuk mewartakan Injil Kerajaan Allah, dan dengan
demikian juga menjadi saluran karunia rahmat, yakni untuk mendamaikan para
pendosa dengan Allah. Dalam hal ini, mewartakan Injil menjadi sarana atau alat untuk
membangun kembali hubungan, kesatuan antara manusia dengan Allah. Tindakan ini
juga memberikan sebuah gambaran hubungan yang amat erat sekali antara
evangelisasi (mewartakan) dan rokonsiliasi (pertobatan).
Jadi,
evangeliasi (pewartaan) merupakan tindakan, aktivitas, identitas Gereja yang
harus selalu menjadi tugas utama yang tidak biasa lepas dari kehidupan orang
yang beriman kepada Tritunggal Maha Kudus. Tugas untuk mewartakan Injil
bukanlah yang terpaksa harus kita lakukan sebagai murid-murid Yesus, tetapi
merupakan sebuah keharusan bagi setiap orang berimana
kepada Yesus Kristus. Panggilan
untuk mewartakan Injil telah kita terima pada waktu menerima sakramen Baptias.
Rahmat sakramen Baptis tidak hanya membawa pada relasi yang personal dengan
Trinitas, akan tetapi dengan rahmat ini juga kita dipanggil dan diutuas untuk
mewartakan keselamatan, kabar gembira yang telah kita alami kepada semua orang,
dimanapun kita ada.
Seperti
yang telah
dipaparkan dalam pendahuluan,
zaman kita dengan zamannya pada Rasul sudah jauh berbeada. Dunia Para
Rasul-Rasul adalah dunia yang penuh penindasan, dengan iman yang teguh akan
pernyertaan Yesus Kristus kepada mereka, dan dengan Roh Penolong (bdk. Yoh
16:4b-15) yang diberikan kepada mereka pada hari Pentakosta (bdk. Kis 2:1-13),
inilah yang membuat mereka semangat, berkobar-kobar dalam berkotbah, tanpa
mereka harus merasa takut untuk diacam bahkan dibunuh, karena bagi mereka
adalah keselamatan, kabar gembira yang dijanjikan oleh Yesus haruslah dialami
oleh semua orang. Rasul Paulus salah satunya. Dalam tulisannya kepada jemaat di
Filipi, ia mengatakan “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah
keuntungan” (Fip 1:21). Ayat
ini mengatakan bahwa, jika ia mati karena mewartakan Kristus bukanlah hal yang
membuatnya rugi, atau hina atau takut, akan tetapi kematiannya karena
mewartakan Kristus merupakan sebuah kegembiraan baginya. Yang jelas, ayat ini
bukanlah ayat yang digunakan oleh rasul Paulus untuk memberikan penghiburan
terhadap dirinya, akan tetapi ayat ini merupakan sebuah permenungan yang amat
mendalam, yang dibangun dalam relasi dan komunikasi dengan Yesus Kristus sebagai Putra Allah
yang hidup.
Zaman
kita sudah berbeda dengan zamanya Rasul Paulus dan Rasul-Rasul yang lainnya.
Zaman kita adalah zaman era Globalisai. Sebenarnya apa Era Globalisasi yang
sedang kita alamami atau kita nikmati pada masa sekarang?
1.3 Asal-Usul
Serta Dampak Globalisasi
Ola Rongan Wilhelmus, M.Sc dalam sebuah buku yang
diterbitkan oleh Kampus STKIP Wdya Yuwana Madiun (WINA PRESS) tahun 2011
mengatakan Globalisasi mewartakan banyak berkat dan kemudahan, tepi juga
globalisasi memberikan tidak hanya sedikit tantangan berat bagi kehidupan umat
manusia, terutama dalam kehidupan iman dan moral. Globalisasi membuat dunia ini
seakan-akan tidak memiliki batas territorial dan geografis antara Negara dan
masyarakat. Hubungan antara individu, Negara, masyarakat yang satu dengan yang
lain menjadi menyatu. Hal yang semacam ini sangat nampak sekali dalam media
elektronik (media massa) yang digunakan, seperti Televisi, setelit, internet
dalam era global ini semakin mempermudah, dan mempercepat arus komunikasi antar
sesama manusia di dunia ini.
Kata globalisasi diambil
dari global yang maknanya universal. Globalisasi belum memiliki definisi atau
pengertian yang pasti kecuali sekedar definisi kerja sehingga maknanya
tergantung pada sudut pandang orang
yang melihatnya.
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang
mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah
suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti
oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan
menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A.
Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005). Menurut pendapat Krsna (Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme
Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang.internet.public jurnal. september
2005). Sebagai proses,
globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu
dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat
dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di
semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan keamanan dan lain-lain.
Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor
pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu
cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat
tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari
kehadirannya. Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan
suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu
pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang
kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain-lain akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme terhadap bangsa.
Sebagai proses, globalisasi berlangsung melalui dua
dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang
makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi
pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti
bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain.
Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam
globalisasi. Dalam zaman modern ini, nasionalisme lebih merujuk kepada amalan
politik maupun kesatriaan dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara
etnik serta keagamaan. Secara teori, nasionalisme dapat dilihat sebagai
sebagian paham negara atau gerakan yang populer berdasarkan pendapat warga negara,
etnis, budaya, keagamaan, dan ideologi dengan terminologinya masing-masing.
Pengkategorian tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme
mencampuradukkan beberapa atau semua elemen tersebut. Selain itu, nasionalisme
juga disebutkan sebagai prinsip, rasa dan usaha yang patriotik serta dengan
segala daya siap pula untuk mempertahankannya. Sedangkan semangat nasionalisme
diartikan sebagai suasana bathin yang melekat dalam diri setiap individu
sebagai pribadi maupun sebagian bagian dari bangsa dan negara, yang
diimplementasikan dalam bentuk kesadaran dan perilaku yang cinta tanah air,
kerja keras untuk membangun, membina dan memelihara kehidupan yang harmonis
dalam rangka memupuk dan memelihara persatuan dan kesatuan, serta rela
berkorban harta, benda bahkan raga dan jiwa dalam membela bangsa dan negara.
Para pendiri bangsa Indonesia sangat menyadari bahwa
bangsa Indonesia ini terbentuk berlandaskan persamaan nasib, persamaan sejarah,
persamaan perjuangan, serta persamaan cita-cita yaitu hidup dalam kebebasan, aman, serta adil dan
makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, berwawasan nasional, bukan berwawasan suku, ras, dan
bukan pula berwawasan agama atau golongan. Dalam konteks inilah semangat
nasionalisme yang menghargai perbedaan, kemajemukan dan keanekaragaman harus
dijunjung tinggi dan ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa, termasuk kepada
seluruh individu warga negara Indonesia, baik generasi sekarang, terlebih lagi
kepada generasi penerus bangsa Indonesia, agar mereka menyadari hakikat bangsa
Indonesia yang besar ini.
Namun demikian krisis multidimensi yang berkepanjangan
membawa dampak perubahan tantanan kehidupan sosial bangsa Indonesia,
mengakibatkan perubahan perilaku, moral, dan etika masyarakat tertentu dengan
merasa paling benar dan menyalahkan masa lalu. Euforia reformasi yang
berkepanjangan, cenderung menjadi liar, tanpa memperhatikan norma dan etika
dalam kehidupan bermasyarakat, sebagaimana telah diwariskan oleh nenek moyang
kita jauh sebelum generasi saat ini lahir. Arah reformasi telah berbelok, tidak
lagi sesuai dengan tujuan semula, sebagaimana slogan awal reformasi yaitu
kebebasan, demokraktisasi, hak azasi manusia serta supremasi hukum, bahkan
telah menampilkan potret kelabu dengan telah mengakibatkan rendahnya semangat
nasionalisme warga negara. Transformasi dan reformasi secara menyeluruh di
segala bidang telah membawa perubahan pola hidup masyarakat Indonesia, yang
menuntut kemampuan beradaptasi dalam menerima perubahan yang sangat cepat,
namun tetap berpegang teguh pada norma atau kaidah kadiah tertentu yang
diyakini tepat untuk dijadikan sebagai falsafah pandangan hidup, pedoman
bersikap, bertingkah laku, dan berbuat dalam mengarungi dinamika kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian implementasi semangat nasionalisme
warga negara saat ini paling tepat dianalisis berdasarkan berbagai aspek
dinamis kehidupan, yaitu ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan termasuk kearifan lokal dari masyarakat Aceh yang telah
keluar dari kemelut dan meretas hidup baru yang lebih damai.
Perlu diketahui, bahwasanya upaya memupuk nasionalisme
agar tidak rentan, mudah pudar dan bahkan terkikis habis dari “dada bangsa
Indonesia” tentu perlu keseriusan dan optimisme dalam implementasinya dengan
langkah awal menanamkan semangat merah putih lebih dulu, baru kecakapan
intelektualitas dan kecendikiawanan yang tinggi untuk melengkapinya. Walaupun
pengaruh globalisasi “mendera” dan “melarutkan” apa saja yang ada dimuka bumi
ini, tentu tidak boleh melarutkan dan menyapu semangat nasionalisme bangsa
Indonesia.
Dalam hal ini, dapat kita simpulkan sementara bahwa
globalisasi berarti proses menyatunya Negara dan masyarakat dunia, karena sekat-sekat
teritorial dan geografis antar Negara dan masyarakat dunia diobrak abrik oleh
kemajuan dibidang teknologi dan komunikasi politik perdagangan bebas serta jasa
transportasi dan sarana yang semakin cangih. Globalisasi juga mendapat sebuah
pengertian sebagai intensifikasi dan penyebaran tata nilai serta gaya hidup
sosial dan budaya masyarakat maju yang terus menerobos sekat-sekat geografis
ruang dan waktu pada berbagai pelosok dunia.
Ditegaskan
lagi oleh Ola Rongan Wilhelmus, M.Sc bahwa, globaliasi tidak hanya terjadi secara alami, tetapi lebih merupakan sebuah
hasil yang direkayasa oleh Negara-negara maju, seperti Amerika Utara dan Eropa
barat, dalam bidang ekonomi, politik, ilmu pengetahuan, teknologi dan
komunikasi.
Ciri-ciri yang menandakan semakin
berkembangya globalisasi di dunia: 1). Adanya sikap saling ketergantungan antara satu negara dengan negara lain
terutama di bidang ekonomi. 2). Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada
bidang lingkungan hidup. 3). Berkembangnya barang-barang seperti telepon
genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global
terjadi demikian cepatnya. 4). Peningkatan interaksi kultural (kebudayaan)
melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, berita, dan
olahraga internasional). 5). Saat ini, kita mendapatkan gagasan dan pengalaman
baru mengenai halhal tentang beranekaragamnya budaya, misalnya dalam hal
pakaian dan makanan.
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi
kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi
yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Berikut pengaruh positif dari
perkembangan era globalisasi, Kemajuan di bidang komunikasi dan transportasi,
meningkatnya perekonomian masyarakat dalam suatu Negara, meluasnya pasar untuk
produk dalam negeri, dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang
lebih baik, menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi. Sedangakan
pengaruh negatifnya adalah gaya hidup bebas, narkoba, dan kekerasan menjadi
mudah masuk dalam kehidupan masyarakat Indonesia. masyarakat cenderung mementingkan diri
sendiri, dan Karena banyaknya barang yang dijual, maka masyarakat menjadi
konsumtif.
Yang harus kita sadari adalah bahwa kita sebagai orang
Kristiani tidak bisa lepas dari kehidupan dalam dunia globalisasi, kita saat
ini berada di dalam perkembangan tersebut. Dalam hal ini, yang harus kita
lakukan adalah;
1.4 Orang
Kristiani Merespon Tentangan Globalisasi.
Globalisasi
mambawa tantangan besar dan tersendiri bagi Umat Kristiani dewasa ini. Dalam
menghadapi tantangan global ini, hendaklah orang Kristiani harus semakin arif,
dewasa dan bijaksana dalam menghadapinya. Bagi seorang pewarta Injil Kerajaan
Allah (para Clerus, Biarawan-biarawati, katekis, petugas pastoral, guru agama
dan orang Kristiani), perkembangan dan kemajuan yang semacam ini semakin
membuat orang beriman kepada Allah untuk selalu bersandar pada Allah, dan
memohon kepada Allah supaya menurunkan Roh Kudus selalu menyertainya dalam
segala tugas dan pewartaannya.
Dengan
tindakan yang arif dan dewasa, dan dengan pikiran dan sikap yang bijaksana para
pewarta sabda Allah mampu memfaatkan media-media yang menjadi prodak dalam
menyampaikan sabda Allah. Seorang jurnalis Andi F Noya mengatakan pada masa
sekarang, media masa (audiovisual) menjadi hal yang menarik dan menjadi konsumsi
oleh semua orang dari segala usia. Menurutnya juga, media massa seperti televis
memberikan efek psikologis yang luar biasa bagi orang yang sedang menyaksikan
betapa ganasnya bencana tsunami dalam melandan Kota Aceh. Melalui tayangan
tersebut, banyak orang yang menjadi sukarelawan atau memberikan bantuan,
sumbangan kepada masyarakat di Aceh, jika orang hanya mendengar berita dari
mulut ke mulut menurutnya orang memiliki keperihatianan, akan tetapi tidak
respon orang tidak seperti pada waktu ia mendengarkan dan melihat sendiri,
terutama melihat jenazah-jenazah yang terapung di air. Hal yang demikianlah
yang menunjukkan bahwa media massa memiliki efek yang luar biasa bagi
psikologis seseorang.
Orang
Kristiani harus
merespon perkembangan dalam dunia globalisasi bukanlah sebuah tindakan yang
melawan atau mempertentangkan kemajuan zaman, akan tetapi yang dimaksudkan
dengan merespon adalah secara sadar, dewasa, dan bijaksana hendaklah orang
Kristiani harus memanfaatkan perkembangan tersebut sebagai media baginya untuk
menyampaikan kasih karunia Allah yang telah ia rasakan, hayati dan hidupi dalam
kehidupannya kepada sesamanya.
Menyikapi
dengan sikap dewasa artinya dalam mengunakan media massa yang di dipromosikan
oleh era globalisasi orang Kristiani diminta untuk selalu selektif, dan
mengarahkan prodak-prodak media massa tersebut untuk menyuarakan atau
mendatangakan keadilan, kesejahteraan dan kedamaian bagi sesama. Menyikapinya
dengan sikap yang bijaksana, contohnya adalah jika membeli HP, beliah sesuai
dengan kebutuhan, jangan berlebihan, dan mengunakannya sebagai alat yang
mempermudah komunikasi. Serta tidak demi kepentingan dan tujuan yang lain. Jika
memiliki akun Facebook atau twitter, tujuannya bukan menceri sebanyak-banyaknya
teman atau kenalan, akan tetapi yang menjadi tujuan yang utama adalah membangun
persaudaraan sejati, karena kualitas dari persaudaraan sejati bukan terletak
pada banyaknya teman, akan tetapi sajauhmana kehadiran kita yang berteman
dengannya menjadi penyejuk dikala hati sedang tidak tenang, menjadi pendamai
dalam pertengkaran, membawa kebahagiaan di dalam ketidaktenteraman hidup.
Itulah yang menjadi tujuan utama. Dengan demikan, kita tidak menjadi korban era
globalisasi, akan tetapi bagaimana kita dapat mewartakan keutamaan-keutamaan
kardinal dan Teologal di dalam kemajuan era globalisasi tersebut.
Dengan
gagasan ini, media massa menjadi hal yang amat relevan atau kontekstual dalam
mewartakan Injil Kerajaan Allah pada zaman ini.
1.5 Mewartakaan
Melewati Media Masa
Dalam
bukunya yang berjudul “Merasul Lewat Internet”, yang ditebitkan oleh penerbit-percetakan Kanisius Yogyakarta tahun 2009, Reynaldo Fulgentio T, SX
diceritan tentang sebuah anekdot. Begini anekdotnya;
Seorang Superior, suatu kali dalam sebuah
visitasi pribadi, memanggil konfreternya untuk sebuah penugasan baru setelah
cukup lama bekerja di kota.
“Romo……, Romo akan mendapat penugasan baru. Apakah Romo
bahagia dan siap dipindahkand ari kota ini”
“Saya siap diutus kemana saja, yang penting…….,” jawaban
konfrater tadi terputus sambil memandang langit-langit.
“Yang penting apa Romo?” Tanya superior ingin tahu.
“Yang penting ada sinyal…….” (supaya bisa SMS dan chatting).
Adapun
maksudnya seperti yang dikatakan oleh Reynaldo Fulgentio T, SX adalah dengan
membaca tulisan ini, kita tidak lagi berpikir seperti anekdot tadi, tetapi
dengan yakin kita berkata “saya siap
diutus ke mana saja yang penting bisa biat sinyal”. Harapannya adalah
supaya dalam keadaan dan situasi apapun kita harus bisa menjadi sakramen bagi
sesama kita, terutama dalam maraknya perkembangan dan kemajuan ilmu dan
teknologi dewasa ini (Dikutip dari buku
Reynaldo Fulgentio T, SX. 2009; 17).
Yang
menjadi pertanyaannya adalah bagaimana kita dapat merasul, mewartakan atau
berevangelisasi dengan melalui media massa. Inilah yang menjadi hal yang pokok
dalam karya ilmiah ini. Namun sebelum membahas lebih dalam lagi, haruslah
dikatehui apa itu media massa, jenis-jenis media massa, apa pandangan Gereja
terhadap media massa, dan apa kelebihan jika mewartakan melalu media masa.
1.5.1 1.5.1
Pengertia Macam-Macam Media Massa
Media massa merupakan alat yang digunakan dalam
penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak (menerima) dengan
menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, TV
(Cangara, 2002). Selain itu juga, media massa adalah faktor lingkungan yang
mengubah perilaku khalayak melalui proses pelaziman klasik, pelaziman operan
atau proses imitasi (belajar sosial). Dua fungsi dari media massa adalah media
massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi (Rakhmat, 2001).
Menurut DeWitt
C. Reddick, (1976) fungsi utama media massa adalah untuk mengkomunikasikan
kesemua manusia lainnya mengenai perilaku, perasaan, dan pemikiran mereka; Dan
dalam mewujudkan hal itu, pers tidak akan lepas dengan responsibilitas dari
kebenaran informasi (Responsibility),
kebebasan insan pers dalam penyajian berita (Freedom of the pers), kebebasan pers dari tekanan-tekanan pihak
lainnya (Idependence), kelayakan
berita terkait dengan kebenaran dan keakuratannya (Sincerity, Truthfulness, Accuracy), aturan main yang disepakati
bersama (Fair Play), dan penuh
pertimbangan (Decency). Jadi intinya
kebebasan pers sekarang ini dapat dilaksanakan dengan baik, jika kebebasan pers
itu diimbangi dengan tanggung jawab dan kode etik sebagai landasan profesi,
untuk menghindari ada pemberitaan yang menjurus anarkis.
Effendy (2000), media massa digunakan dalam komunikasi
apabila komunikasi berjumlah banyak dan bertempat tinggal jauh. Media massa
yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari umumnya adalah surat kabar,
radio, televisi, dan film bioskop, yang beroperasi dalam bidang informasi,
edukasi dan rekreasi, atau dalam istilah lain penerangan, pendidikan, dan
hiburan. Keuntungan komunikasi dengan menggunkan media massa adalah bahwa media
massa menimbulkan keserempakan artinya suatu pesan dapat diterima oleh
komunikan yang jumlah relatif banyak. Jadi untuk menyebarkan informasi, media
massa sangat efektif yang dapat mengubah sikap, pendapat dan prilaku
komunikasi.
Media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa
menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan
heterogen. Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah
ia bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu
menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas (Nurudin, 2007).
Media massa memberikan informasi tentang perubahan, bagaimana
hal itu bekerja dan hasil yang dicapai atau yang akan dicapai. Fungsi utama
media massa adalah untuk memberikan informasi pada kepentingan yang
menyebarluas dan mengiklankan produk. Ciri khas dari media massa yaitu tidak
ditujukan pada kontak perseorangan, mudah didapatkan, isi merupakan hal umum
dan merupakan komunikasi satu arah. Peran utama yang diharapkan dihubungkan
dengan perubahan adalah sebagai pengetahuan pertama. Media massa merupakan
jenis sumber informasi yang disenangi oleh petani pada tahap kesadaran dan
minat dalam proses adopsi inovasi (Fauziahardiyani, 2009)
Dibawah ini
adalah Jenis-jenis media massa diantaranya adalah;
1.
Media
Massa Cetak (Printed Media). Media
massa dicetak dalam lembaran kertas. Isi media massa umumnya terbagi tiga bagian
atau tiga jenis tulisan: berita, opini, dan feature.
2.
Media
Massa Elektronik (Electronic Media). Jenis media massa yang isinya
disebarluaskan melalui suara atau gambar dan suara dengan menggunakan teknologi
elektro, seperti radio, televisi, dan film.
3.
Media
Online (Online Media, Cybermedia),
yakni media massa yang dapat kita temukan di internet (situs web)
Seiring dengan permebangan ilmu pengatahuan dan teknologi
dalam era globalisasi, perkembangan media massa menjadi semakin hari semakin
meningkat. Hal ini haruslah menjadi sebuah kegembiraan bagi para pewarta pada
zaman ini, karena dengan sikap arif, dewasa dan bijaksana ia mendapat kemudahan
dalam mewartakan Injil Kerajaan Allah.
1.5.2
1.5.2 Pandangan
Bapa-Bapa Gereja Tentang Media Massa.
Oleh karena itu
Gereja Katolik mempunyai perhatian besar terhadap media komunikasi sosial.
Berikut ini adalah beberapa kutipan pengajaran Magisterium tentang hal
komunikasi tersebut:
a. Paus Pius XII: Pada tahun 1957
menekankan pentingnya media-baik radio, televisi, film-untuk dapat digunakan
dalam mengekspresikan kebenaran (bdk. Miranda Prorsus).
b. Paus Paulus VI: di tahun 1971
mengatakan bahwa Gereja melihat media sebagai karunia Tuhan, yang dapat
dipergunakan manusia sebagai alat untuk persatuan di dalam persaudaraan dan
juga sebagai alat agar manusia dapat menanggapi warta keselamatan. Media modern
dapat menawarkan cara-cara baru untuk menghadapkan manusia dengan pesan Injil.
Selanjutnya, ia mengatakan, “Gereja akan merasa bersalah di hadapan Kristus
bila gagal menggunakan media untuk evangelisasi” (bdk. CP 2&128, EN 45).
c. Konsili Vatikan
II: Dalam Dekrit Konsili tentang Media Komunikasi Sosial, ditegaskan bahwa
media sosial dapat memberikan kontribusi kepada umat manusia dan Gereja dapat
menggunakannya untuk menyebarkan Injil Kerajaan Allah (bdk. Inter Mirifica,
art 2).
d. Paus Yohanes
Paulus II: “Gereja belumlah cukup untuk menggunakan media sekedar
untuk menyebarkan pesan Injil dan ajaran otentik Gereja. Namun juga perlu
mengintegrasikan pesan Injil ke dalam kebudayaan baru yang diciptakan oleh
komunikasi modern” (bdk. RM, 37). “(Meskipun dunia komunikasi sosial)
sering nampak tidak cocok dengan pesan Kristiani, ia menawarkan kesempatan-
kesempatan yang unik untuk mewartakan kebenaran yang menyelamatkan dari Kristus
kepada seluruh keluarga besar umat manusia. Pertimbangkanlah …. kemampuan-kemampuan
positif dari internet untuk menyampaikan informasi dan ajaran religius yang
melampaui segala batas dan penghalang. Luasnya para pendengar akan menjadi
sesuatu yang melampaui batas imajinasi mereka yang mewartakan Injil jauh
sebelum kita …. Umat Katolik tidak perlu takut untuk membuka lebar- lebar pintu
komunikasi sosial kepada Kristus, sehingga Kabar Gembira-Nya dapat terdengar
dari atap- atap rumah di dunia” (bdk. Paus
Yohanes Paulus II, Pesan di Hari Komunikasi Sedunia ke-35, 27 Mei, 2001).
e. Paus Benediktus
XVI: menyerukan agar umat Katolik secara khusus kaum muda,
untuk menggunakan media digital dalam memberitakan kabar gembira, yaitu: Tuhan
yang telah menjadi manusia, yang menderita, wafat, dan bangkit untuk
menyelamatkan kita manusia (bdk.
Paus Benediktus XVI, Pesan di Hari Komunikasi
Sedunia (HKS) ke-43, 24 Mei 2009).
Paus juga meminta agar para pastor mempergunakan media ini untuk
melayani dunia, untuk memperkenalkan Gereja dan membawa wajah Kristus kepada
dunia modern ini (bdk. Paus Benediktus
XVI, Pesan di HKS ke-44,16 Mei 2010). Kemudian di tahun berikutnya, Paus
kembali menyerukan agar kita sebagai umat Kristen menyerukan kebenaran di dalam
dunia digital, bukan berdasarkan sensasi atau mencari popularitas, namun
memberitakan Kristus sesuai dengan dinamika kehidupan saat ini, sehingga mereka
sendiri dapat berhadapan dengan kebenaran, yang adalah Kristus sendiri (bdk. Paus Benediktus XVI, Pesan di HKS ke-45,
2011).
1.5.3
1.5.3 Kelebihan pewartaan dalam Mengunakan
Media Massa
Singkatnya, media massa sebagai
sebuah peluang dalam membangun komunikasi dan mewartakan Injil Kerajaan Allah
dalam situasi zaman ini. Salah satunya adalah internet. Di bawah ini ada
beberapa khasan media internet, diantaranya;
a.
Informasi dapat disampaikan dengan
langsung, segera, bersifat interaktif dan mengundang partisipasi pembaca.
b.
Informasi interaktif dua arah ini
mengakibatkan hal positif seperti menjadikan komunikasi tidak kaku dan bersifat
top-down, tetapi menjadi lebih hidup karena dapat terjadi dialog.
c.
Karena terbuka untuk umum, maka
pendidikan/pengajaran yang disampaikan melalui internet berpotensi untuk
membentuk penilaian banyak orang tentang ukuran moral yang benar dan membentuk
hati nurani yang benar.
Media ini menjadi sangat relevan,
kontekstual dan diminati oleh
semua orang. Salah satu akun yang menjadi kunjungan yang laris pada masa
sekarang adalah akun blog, facebook, dan twitter. Akun-akun ini, pada masa
sekarang banyak sekali menyita waktu orang. Ketika orang tidak lagi bisa
mengfungsikannya dengan baik, maka tidak jarang juga akun-akun ini membuat
orang jatuh dalam tindakan yang salah. Di dunia maya ini juga tidak hanya
hal-hal yang baik yang ditonjolkan, banyak juga hal-hal yang dapat jatuh dalam
tindakan yang kriminal.
Dengan berdasarkan realita inilah Reynaldo Fulgentio T, SX dalam bukunya
mengajak para kaum religius untuk merasul lewat internet, karena ini barang
baru. Menurutnya, media internet akan membawa seorang religius kepada
pengenanal akan diri, orang lain, masyarakat, pengalaman akan dunia dan
kehidupan.
Pengaruh internet bagi seorang pewarta Injil Kerajaan
Allah adalah memberikan sebuah kemudahan dalam melayani. Sebagai contoh, akun
facebook. seorang religius bisa membimbing orang yang membutuhakan motivasi,
inspirasi darinya dengan tidak langsung datang menemuinya, akan tetapi dengan
pertemanan dan percakapan lewat akun facebook akan sangat membantu. Dalam
situasi dan kemudahan seperti ini, yang debutuhkan adalah lagi-lagi soal
kearifan, kedewasaan dan kebijaksanaan dalam mengunakannya, karena jika hal
tersebut tidak digunakan dengan sikap arif, bijaksana dan dewasa akan membawa
seorang pewarta sabda Allah terjerumus kedalam tindakan yang tidak mencerminkan
cirinya sebagai citra Allah yang sempurna.
Media massa bagi hidup seorang pewarta Injil Kerajaan
Allah adalah sahabat. Dengan memandangnya sebagi sahabat, maka seorang pewarta
Injil Kerajaan Allah selalu bisa dan dapat mengunakannya sebagai media untuk
mewartakan cinta kasih Allah di dalam dunia ini.
1.6 Menciptakan Evangelisasi yang
Kontekstual.
Pada masa sekarang, tidak jarang dan bukan sesuatu yang
aneh, langka atau gengsian bagi bagi seseorang pewarta sabda (evangelisasi) dalam memberanikan diri untuk menguasiai media-media massa tersebut. Media massa yang menjadi prodak era globalisasi adalah dunia baru dan masa depan yang harus
digarami dan diterangi dengan kebaikan, keutamaan-keutamaan dan Injil Kerajaan
Allah. Di berbagai Paroki, terutama menurut kesaksian dari Romo Antonius Adji
Prabowo, Pr yang telah saya wawancara, Paroki-Paroki yang
di Keuskupan Agung Jakarta sudah mengembangkan atau mengfungsikan media cetak,
elektronik dan Online sebagai
sarana pewartaan (evangelisasi). Di sini juga, saya yakin bahwa Keuskupan-Keuskupan dan Paroki-Paroki yang
lainya juga sudah mengfungsikan media tersebut sebagai media mewartakan. Salah satu Paroki yang berada
di daerah
perbatasan, yang terletak di keuskupan Sintang, Paroki St.
Montfort Badau sudah memiliki akun Facebook.
Menurut hemat saya, ada beberapa media yang juga harus
dikembangakan di Paroki-Paroki diantarannya media cetak, media elektronik, dan
media Online.
1.6.1
1.6.1 Media Massa Cetak.
Media ini dapat dikembangakan dengan baik dan menurut
saya sangat efektif. Salah satunya yang harus dikembangan adalah membuat
majalah yang isinya seputar lingkup Paroki-Paroki atau Keuskupan-Keuskupan.
Dalam media ini juga dapat diisi dengan berbagai macam-macam hal. Alangkah
lebih efektifnya jika media ini diisi dengan serangakaian kegiatan, berita yang
ada di Paroki dan Keuskupan tersebut, renungan, motivasi, inspirasi dan banyak
hal. Hendahlah ada yang mengkoordinatur, supaya dapat berjalan dengan lancar dari bulan ke
bulan. Bisa juga diisi dengan tajuk dan rencana sebuah Paroki Dan Keuskupan kedepannya
dalam meningkatakan kehidupan beriman dan sosial umat.
Media cetak ini juga membantu umat untuk mempertajam
opininya dengan tulisan-tulisan yang dibaca dan dibuat. Umat semakin menjadi
kreatif, dan sebagai media untuk berbagi pendapat, dan refleksi iman mereka
akan kasih Allah yang mereka rasakan.
1.6.2
1.6.2 Media Massa Elektronik (Electronic Media).
Beberapa bulan ini, saya sering sekali mendapat SMS dari
beberapa teman-teman saya, dan saya juga mendapatkan SMS dari dosen saya yang
bernama Aloysius Suhardi, S.Pd. SMS yang amat berbeda, karena isinya merupakan
hasil permenungan dan refleksi mereka terhadap bacaan liturgi pada hari itu. Sering kali SMS yang dikirimkan kepada
saya sekitar jam 4 subuh, awalnya saya menggira bahwa teman saya ini
menghabiskan bonus pulza SMSnya, tetapi ketika saya tanya, ternyata jawaban
mereka lain dari apa yang saya pikirkan. Hal yang demikianlah mengugah hati
saya untuk melakukan hal yang sama.
Saya yakin, ini bukanlah ajang untuk menonjolkan bahwa
kita memiliki pulza yang banyak, akan tetapi ini merupakan salah satu bentuk
kedewasaan, kearifan
dan bijaksanaan yang dianugerhkan Tuhan kepada umat-Nya. Tidakan yang semacam ini amat perlu untuk dikembangakan
di Paroki-Paroki.
Salah satu Paroki yang saya kenal, yang berada di Keuskukapan Surabaya, yakni
Paroki St. Cornelisu Madiun. Paroki ini memiliki komunitas tersendiri. Sampai
sekarang ada banyak orang, yang terlibat didalamnya.
Hal yang demikianlah yang harus dikembangkan.
Bagaiman mewartakan melalui media massa elektronik yang
lainnya, seperti televisi. Bagi seorang pewarta sabda, televisi adalah media
yang memiliki efek yang luar biasa. Ambil saja contoh, ketika seorang katekis
memberikan suatu
pembinaan bagi orang muda katolik (OMK) yang temanya “Bersyukur atau mnembangun
persaudaraan sejati”. Ada beberapa tayangan yang bisa digunakan sebagai media
pengantar atau sebagai media penjelasan, atau media peneguhan terhadap materi tersebut.
Menurut saya, berdasarkan beberapa kali memberikan pembinaan,
rekoleksi, motivasi kepada orang muda, pelajar yang saya damping, keseluruhan
proses kegiatan dapat diikuti oleh peserta dengan baik dan tekun. Dalam hal ini,
tugas seorang pemateri hanya membawa peserta dalam sebuah penyadaran saja akan
situasi yang konkrit terjadi pada saat ini.
Begitu juga dengan materi yang akan disajikan harus
dimuat dalam bentuk power poin, dan disertai dengan gambar-gambar yang masih
memiliki hubunganya dengan materi yang disampaikan. Dalam keseluruhan proses pembinaan, hendaklah media
yang kita gunakan mengarahkan kepada peserta untuk semakin menghayati kasih
Allah yang begitu besar dalam hidup mereka.
1.6.3
1.6.3 Media Online (Online
Media, Cybermedia).
Banyak juga terdapat beberapa Paroki atau Keuskupan yang
sudah memiliki blog, facebook, twitter, dan renungan harian yang disebarkan
dengan melalui SMS. Ini bukanlah sesuatu yang harus Paroki takuti, akan tetapi
hendaklah paroki atau keuskupan menjadikannya sarana pengembalaan iman
umat. Selain mengunakan media massa cetak, informasi
tentang berbagai kehidupan menggereja dapat ditampilakan didalamnya. Supaya
media ini dapat menjadi hal yang relevan dengan kebutuhan umat, hendaklah ada
kotak sarannya. Adapun tujuannya adalah supaya media ini benar-benar dari umat,
untuk umat dan oleh umat.
Tidak aneh lagi bagi seorang Clerus, biarawan-biarawati,
katekis dan petugas pastoral untuk membuat atau memiliki akun tersebut yang ada
dalam internet, karena ini akan mempermudah bagi mereka untuk membangun
hubungan dan komunikasi dengan umat, dan siapa saja.
1.7 Kesimpulan
Akhirnya, perkembangan dan kemajuan dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam dunia era globalisasi tidak selalu membawa
dampak yang negatif saja. Di lain sisi,
perkembangan ini membawa kemudahan bagi para pewarta sabda zaman ini untuk
mewartakan Injil Kerajaan Allah.
Dari pemaparan
yang ada di atas, kita dapat melihat dan mengalami bahwa situasi dan kondisi
dunia pada masa sekarang penuh dengan arus informasi dan teknologi untuk membangun komunikasi, yang
dibutuhankan disini adalah sikap arif, dewasa dan bijaksana.
Dengan kondisi
yang semacam ini, bukan beararti Gereja harus berhenti atau menunda untuk
mewartakan Injil Allah. Justru dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemamjuan
dibidang teknologi ini, Gereja
mempunyai tugas untuk menggunakan kesempatan ini sebagai sarana mewartakan Injil Kerajaan Allah.
Gereja tidak
bisa memisahkan diri dari era globalisasi tersebut, akan tetapi Gereja
dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia, dengan demikian dinamika Gereja ada di dunia era tersebut. Tentu cara
dan bentuk Gereja pada masa sekarang sudah mengalami perubahan. Akan tetapi,
hendaklah semangat para Rasul terdahulu harus menjadi motivasi dan inspirasi
bagi Gereja dewasa ini dalam mewartakan kasih Allah kepada semua orang.
Jika media
massa menjadi prodak era globalisasi yang menjamur dalam kehidupan masyarakat, umat beriman maka dengan
sikap arif, dewasa dan bijaksana pula Gereja mengunakannya
untuk menyampaikan Firman Allah, tujuannya adalah supaya dalam segala hal umat
Allah selalu saja tertuju atau terpusat pada Allah. Kasih dan kesetiaan Allah
itulah yang menjadi keharusan bagi Gereja untuk menyampaikannya kepada jemaat Beriman Kristiani.
Pada intinya tugas kita sebagai
seorang pewarta sabda adalah mewartakan kasih Allah yang begitu besar pada
kita. Gunakanlah media massa sebagai sarana untuk kita memuliakan nama Agung
Tuhan di dalam era globalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
_____. 1975. Evangelii
Nuntiandi (Mewartakan Injil). KWI
AL. Bagus Irawan (Ed). 2011. Gereja Misioner Diterangi Sabda Allah. Yogyakarta: Kanisius
Cahyadi, Kristpurwana. T. 2007. Paus Yohens Paulus II “Gereja, Teologi Dan
Kehidupan”. Jakarta: OBOR
Hardawiryana, R. 2008. Dokumen Konsili Vatikan II. Jakarta:
OBOR.
Jamli, Edison dkk. 2005. Kewarganegaraan.Jakarta: Bumi Akasara
Kewuel, Hipolitus. K & Gabriel Sunyoto (Ed).
2010. 12 Pintu Evangelisasi: Menebar
Garam di Atas Pelangi. Madiun: STKIP Widyan Yuwana (WINA PRESS)
Tardell, Fulgentio. Reynaldo. 2009. Merasul Lewat Internet. Yogyakarta:
Kanisius
Wegig, R Wahana. 2001. Pewartaan Iman Kontekstual. Yogyakarta: Kanisius
Wilhelmus, Ola Rongan & Hipolitus. K Kewuel. 2011. Keluarga Kristiani Dalam Badai Globalisasi.
Madiun: STKIP Widyan Yuwana (WINA PRESS)
Paus
Benediktus XVI, Pesan di Hari Komunikasi Sedunia (HKS) ke-43, 24 Mei 2009
Paus
Benediktus XVI, Pesan di HKS ke-44,16 Mei 2010
Paus
Benediktus XVI, Pesan di HKS ke-45, 2011
Paus
Yohanes Paulus II, Pesan di Hari Komunikasi Sedunia ke-35, 27 Mei, 2001
Setyawan, Susilo Adi. 2010. Peran Media Massa Dalam Usaha Pembinaan Dan Pengembangan
Bahasa. Diunduh pada tanggal 19 Juni 2012. Dari http://danangprianggoro.student.umm.ac.id/2010/07/28/jenis-jenis-media-massa/
IDENTITAS PENULIS
1.
Nama : Silvester Nyawai.
2.
Asal : Janting, Kec. Badau.
Kab. Kapuas Hulu. KALBAR
3.
Status
Sekarang : Mahasiswa STKIP Widya Yuwana
Madiun.
4.
No
HP : 081234137462
6.
Alamt
Kampus :
Jln. Soegijopranoto (d/h.Jln. Mayjend. Panjaitan), Tromol Pos 13. Madiun
63102.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar