Kamis, 16 Agustus 2012

KARYA ROH DI TENGAH KETIDAKPASTIAN


KARYA ROH DI TENGAH KETIDAKPASTIAN



By: Silvester Nyawai


Harus kita akui bahwa, tawaran yang paling sulit ditolak oleh setiap orang adalah hiburan (entertainment). Hampir setiap bidang pada masa kini tidak terlepas dari unsur hiburan. Aktivitas belanja akan lebih afdol jikalau dilakukan sambil menikmati sajian berbagai hiburan sebagaimana yang disediakan dalam fasilitas mall atau plaza. Pola bangunan perkantoran akan menjadi menarik jika berdekatan atau berhubungan dengan tempat kebugaran, restoran dan massage. Sebagian besar apartemen memiliki fasilitas kolam renang atau kebugaran yang lengkap. Bahkan rumah-tangga akan terasa lebih “home sweet home” jikalau dilengkapi dengan fasilitas home-theatre”. Semakin lengkap fasilitasnya, maka anggota keluarga akan semakin kerasan tinggal di rumah. Tidak ketinggalan pula dalam kehidupan rohaniah seperti penyelenggaraan kebaktian.
Khotbah yang diharapkan dan dihargai oleh beberapa anggota jemaat jika khotbah tersebut disampaikan dengan pola yang kaya dengan humor dan aplikasi yang sangat praktis. Alhasil khotbah menjadi terlalu pragmatis sebab mengabaikan penggalian teks secara mendalam. Selain itu beberapa bangunan gedung gereja dirancang dalam bentuk mall yang di dalamnya juga tersedia fasilitas untuk belanja dan rekreasi. Sangat menarik untuk disimak bahwa muncul kecenderungan yang sangat kuat bagi anggota jemaat untuk menggunakan restoran, hotel atau mall sebagai tempat ibadah. Karena itu timbul suatu kesan yang kuat, bahwa kehidupan yang berbahagia dan penuh makna jikalau senantiasa diisi oleh berbagai hiburan baik yang “duniawi” maupun yang “rohaniah”. Tetapi apakah semua aspek tersebut mampu memberikan kepada manusia suatu penghiburan yang sejati?
Sejujurnya kita membutuhkan hiburan dalam berbagai aspek kehidupan ini. Tetapi kita juga membutuhkan penghiburan yang lebih dalam dan penuh makna dari pada sekedar hiburan yang ditawarkan oleh dunia ini. Kita membutuhkan suatu acara hiburan yang bukan hanya memancing perasaan geli, lucu, dan senang secara lahiriah. Tetapi hiburan yang membuat roh kita semakin bertumbuh, semakin kuat, teguh dan menemukan makna hidup secara lebih mendalam. Sebab apa artinya suatu hiburan jika hanya membuat roh kita tetap lemah, cengeng, tidak tangguh dalam menghadapi kesulitan dan tidak terarah kepada suatu tujuan hidup yang jelas? Kita sering rela mengeluarkan dana yang sangat besar untuk menikmati berbagai media dan fasilitas hiburan, tetapi hati kita tetap merasa hampa dan tanpa makna. Setelah melewati suatu acara hiburan, hidup kita kembali terasa sepi dan kosong. Karena itu kita kemudian mencari acara hiburan lain agar dapat mengobati kesepian dan kekosongan hati kita. Itu sebabnya berbagai acara atau media hiburan sering menjadi tempat kompensasi dari roh yang sedang gelisah dan kesepian.
Orientasi hidup kita sering menjadi sangat konsumtif untuk menikmati berbagai hiburan, tetapi tetap tak pernah terpuaskan. Bahkan saat kita mendengar berbagai khotbah yang menarik dan lucu, ternyata juga tidak berhasil mengobati inti kegelisahan dan kekeringan hati yang terdalam. Mungkin untuk sementara waktu kita dapat terhibur, tetapi setelah itu seluruh pesan dalam khotbah tersebut segera sirna. Demikian pula berbagai pujian rohani yang dinyanyikan dengan semarak sepertinya sering tidak dapat tahan lama. Hati kita berkobar-kobar saat menyanyikan dalam kebaktian, tetapi setelah itu esensi spiritualitas hidup kita tetap tidak berubah yaitu: tetap kering, hampa dan tanpa makna.
Kita semua membutuhkan sentuhan dan karya Roh Kudus yang selalu membaharui hidup kita. Sehingga hidup kita semakin bermakna dengan penghiburan yang sejati. Kita merindukan agar melalui karya Roh Kudus, roh kita selalu mampu bersukacita walaupun dalam realita kehidupan sehari-hari sangat jauh dari fasilitas hiburan duniawi. Bahkan roh kita tetap mampu mempermuliakan Allah walaupun saat itu kita sedang menghadapi berbagai permasalahan dan tekanan hidup yang sangat berat.
Roh Kudus berkarya di tengah ketidakpastian dalam hidup kita. Sepeninggal Kristus, para murid menghadapi situasi yang serba tidak pasti. Memang para murid telah menyaksikan Kristus dimuliakan oleh Allah dengan naik ke surga. Tetapi bagaimana dengan keberadaan para murid Yesus yang kini sendirian menghadapi realitas dunia? Mereka bukanlah orang-orang yang terpelajar atau yang menguasai dengan baik kitab Taurat dan kitab para nabi. Para murid Yesus juga bukan orang-orang yang memiliki kekuatan sosial ekonomi atau pengaruh politis. Mereka juga belum tahu bagaimana harus memimpin dan mengelola suatu komunitas umat yang mengaku percaya kepada Kristus. Selain itu dari sudut psikologi massa, para murid Yesus waktu itu sebenarnya hanya dianggap sebagai suatu kelompok sekte (bidaah) yang sama sekali tidak berarti. Sebab pimpinan para murid yakni Yesus telah dieksekusi secara tragis di atas kayu salib. Penduduk Palestina waktu itu umumnya memandang para murid Yesus sebagai kelompok yang aneh dengan ajaran yang sama sekali tidak populer.
Dengan kondisi yang demikian, tidaklah berlebihan jikalau kita mengatakan bahwa para murid setelah kenaikan Yesus berada di titik terendah baik secara psikologis maupun sosial. Eksistensi dan keberlangsungan karya Kristus benar-benar di ambang titik kritis. Sebab para murid secara manusiawi bukanlah orang-orang yang ahli (expert) sebagai pemimpin. Mereka hanya menerima janji penyertaan dari Kristus, tetapi para murid Yesus waktu itu tidak tahu apa dan bagaimana yang harus diperbuat. Namun justru saat para murid Yesus berada di titik terendah dan ketidakpastian, mereka menerima pencurahan Roh Kudus. Yang mana pencurahan Roh Kudus tersebut ditandai oleh: angin yang keras, lidah-lidah api dan kemampuan mengucapkan berbagai bahasa. Ketiga tanda tersebut pada hakikatnya menyatakan bagaimana kehidupan para murid Yesus dipenuhi dan dilengkapi oleh kuasa Allah yang mahatinggi. Sehingga melalui karya Roh tersebut para murid dimampukan untuk melanjutkan karya keselamatan Kristus. Karya Roh Kudus tersebut mengingatkan kita pada awal penciptaan yang menyatakan: “Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air yaitu ketika bumi berada dalam situasi kacau-balau (khaos) (Kej. 1:1-2).
Demikian pula pada hari Pentakosta, Allah mengaruniakan RohNya sehingga situasi ketidakpastian dan kekacauan hati para murid Yesus diubahNya menjadi kekuatan dan pembaharuan hidup. Mereka bukan hanya menerima Roh yang memampukan untuk berkomunikasi dengan roh hikmat; tetapi juga kemampuan berkomunikasi yang menembus batas-batas bahasa dan kesukuan. Sehingga melalui peristiwa Pentakosta, karya keselamatan Kristus tidak lagi tertuju kepada satu umat yaitu Israel, tetapi kini diberitakan kepada seluruh umat manusia. Jadi kehadiran Roh Kudus dalam peristiwa Pentakosta telah menghancurkan sekat-sekat yang membatasi kehidupan umat manusia untuk disatukan dalam karya keselamatan Kristus. Yang mana sekat-sekat pembatas seperti: kesukuan, etnis, ideologi dan perbedaan bahasa (pengertian) telah menyebabkan manusia hidup dalam kekacauan, permusuhan dan pertikaian. Tepatnya peristiwa Pentakosta telah memberi kepastian bahwa di dalam Kristus, seluruh umat manusia telah dipanggil untuk menjadi keluarga Allah. Umat manusia kini ditempatkan dalam pola baru (new order) dari pemerintahan Kerajaan Allah.
Roh Penghibur Mencipta Pola Baru. Kehadiran Roh Kudus dalam peristiwa Pentakosta sebelumnya telah dinyatakan oleh Tuhan Yesus. Sebelum Kristus menderita, wafat dan bangkit di Yoh. 16:7 “Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu”. Jadi jika Kristus kelak pergi dan naik ke soga maka Dia akan mengutus Roh Kudus. Secara lebih khusus lagi Tuhan Yesus menyebut Roh Kudus yang akan datang itu sebagai Penghibur. Sebutan “Penghibur” berasal dari kata “parakletos” yang berarti: “comforter” (penghibur) atau advocate” (penasihat). Konsep tersebut berasal dari konsep pengadilan zaman Romawi kuno di mana seorang tersangka diharapkan mampu membela dirinya sendiri di depan hakim. Tetapi seorang tersangka juga diperbolehkan untuk meminta seorang “yang ahli” dalam bidang hukum Romawi untuk mendampingi dan memberi nasihat selama proses pengadilan. Prinsip yang sama juga berlaku dalam sistem pengadilan kita pada masa kini.
Di mana seorang tersangka diperkenankan untuk didampingi oleh para pengacara sehingga mereka mampu membela perkara seorang tersangka dengan benar secara hukum. Karya Roh Kudus sebagai Penghibur juga berperan untuk mendampingi, memberi nasihat, bimbingan dan kekuatan kepada umat percaya agar mereka dapat melaksanakan tugasnya sebagai saksi Kristus secara benar. Dengan demikian makna “dipenuhi oleh Roh” sama sekali tidak bermaksud menggantikan peran dan identitas seseorang. Roh Kudus tidak pernah merasuki kepribadian seseorang sehingga dia kehilangan kesadaran dan identitas dirinya. Beda dengan roh-roh jahat yang merasuki tubuh seseorang.
Roh jahat yang merasuki tubuh seseorang akan menyebabkan seseorang kehilangan kemampuan berpikir secara sehat. Dengan demikian tujuan kehadiran dan karya Roh Kudus pada prinsipnya untuk menyertai dan mendampingi umat percaya sehingga mereka dimampukan dengan kuasa hikmat dan pengertian. Roh Kudus juga memberdayakan umat percaya untuk melaksanakan panggilan, untuk memberitakan karya keselamatan Allah yang telah dinyatakan dalam diri Kristus. Agar melalui peran umat percaya tersebut umat manusia dan dunia mengalami transformasi yang diresapi oleh pola-pola baru Kerajaan Allah yang telah didirikan oleh Kristus. Untuk mencapai tujuan tersebut, Roh Kudus sebagai Roh Pernghibur pada intinya bertugas untuk menginsafkan dunia akan dosa, akan kebenaran dan penghakiman.
Hal yang harus menjadi permenungan mendalam bagi kita adalah sejauh manakah kita memberikan diri untuk dituntun oleh Roh Kudus? terutama dalam menjalankah keutamaan-keutamaan Kristiani (keutamaan teologal dan kardinal). Kita tidak berkuasa atas diri kita sendiri, akan tetapi Allah dengan melalui Roh KudusNya menuntun, membantu, memberikan penghiburan kepada kita untuk dapat membangun relasi yang intim di dalam hati dengan diri-Nya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar