KARYA ROH DI TENGAH KETIDAKPASTIAN
By:
Silvester Nyawai
Harus
kita akui bahwa, tawaran yang paling sulit ditolak oleh setiap orang adalah
hiburan (entertainment). Hampir
setiap bidang pada masa kini tidak terlepas dari unsur hiburan. Aktivitas
belanja akan lebih
afdol jikalau dilakukan sambil menikmati sajian berbagai hiburan sebagaimana
yang disediakan
dalam fasilitas mall atau plaza. Pola bangunan perkantoran akan menjadi menarik jika berdekatan atau berhubungan dengan
tempat kebugaran, restoran dan massage. Sebagian besar apartemen memiliki fasilitas kolam
renang atau kebugaran yang lengkap. Bahkan rumah-tangga akan terasa lebih “home
sweet home” jikalau dilengkapi dengan fasilitas “home-theatre”.
Semakin lengkap fasilitasnya, maka anggota keluarga akan semakin kerasan tinggal di rumah. Tidak ketinggalan pula
dalam kehidupan rohaniah seperti penyelenggaraan kebaktian.
Khotbah
yang diharapkan dan dihargai oleh beberapa anggota jemaat jika khotbah tersebut disampaikan dengan pola yang kaya
dengan humor dan aplikasi yang sangat praktis. Alhasil khotbah menjadi terlalu pragmatis sebab mengabaikan
penggalian teks secara mendalam.
Selain itu beberapa bangunan gedung gereja dirancang dalam bentuk mall yang di dalamnya juga tersedia fasilitas untuk
belanja dan rekreasi. Sangat menarik untuk disimak bahwa muncul kecenderungan yang sangat kuat
bagi anggota jemaat untuk menggunakan restoran, hotel atau mall sebagai tempat ibadah. Karena itu timbul suatu kesan yang kuat, bahwa kehidupan yang berbahagia dan penuh
makna jikalau senantiasa diisi oleh berbagai hiburan baik yang “duniawi” maupun
yang “rohaniah”. Tetapi apakah semua aspek tersebut mampu memberikan kepada
manusia suatu penghiburan yang sejati?
Sejujurnya
kita membutuhkan hiburan dalam berbagai aspek kehidupan ini. Tetapi kita juga membutuhkan penghiburan yang lebih dalam dan penuh
makna dari pada sekedar
hiburan yang ditawarkan oleh dunia ini. Kita membutuhkan suatu acara hiburan yang bukan hanya memancing perasaan geli, lucu, dan senang secara lahiriah. Tetapi hiburan yang membuat roh kita semakin
bertumbuh, semakin kuat, teguh dan menemukan makna hidup secara lebih
mendalam. Sebab apa artinya suatu hiburan
jika hanya membuat roh kita tetap lemah, cengeng, tidak tangguh dalam menghadapi
kesulitan dan tidak terarah kepada suatu tujuan hidup yang jelas? Kita sering rela mengeluarkan
dana yang sangat besar untuk menikmati berbagai media dan fasilitas hiburan, tetapi hati
kita tetap merasa hampa dan tanpa makna. Setelah melewati suatu acara hiburan, hidup kita kembali
terasa sepi dan kosong. Karena itu kita kemudian mencari acara hiburan lain agar dapat
mengobati kesepian dan kekosongan hati kita. Itu sebabnya berbagai acara atau media hiburan
sering menjadi tempat kompensasi dari roh yang sedang gelisah dan kesepian.
Orientasi hidup kita sering menjadi
sangat konsumtif untuk menikmati berbagai hiburan, tetapi
tetap tak pernah terpuaskan. Bahkan saat kita mendengar berbagai khotbah yang menarik
dan lucu, ternyata juga tidak berhasil mengobati inti kegelisahan dan
kekeringan hati yang terdalam. Mungkin untuk sementara waktu
kita dapat terhibur, tetapi setelah itu seluruh pesan dalam khotbah
tersebut segera sirna. Demikian pula berbagai pujian rohani
yang dinyanyikan dengan semarak sepertinya sering tidak dapat tahan lama. Hati kita
berkobar-kobar saat menyanyikan dalam kebaktian, tetapi setelah itu esensi spiritualitas
hidup kita tetap tidak berubah yaitu: tetap kering, hampa dan tanpa makna.
Kita semua membutuhkan sentuhan dan
karya Roh Kudus yang selalu membaharui hidup kita. Sehingga hidup kita
semakin bermakna dengan penghiburan yang sejati. Kita merindukan
agar melalui karya Roh Kudus, roh kita selalu mampu bersukacita walaupun dalam
realita kehidupan sehari-hari sangat jauh dari fasilitas hiburan duniawi.
Bahkan roh kita tetap mampu mempermuliakan Allah walaupun
saat itu kita sedang menghadapi berbagai permasalahan dan
tekanan hidup yang sangat berat.
Roh Kudus berkarya di tengah ketidakpastian dalam hidup kita. Sepeninggal Kristus, para murid
menghadapi situasi yang serba tidak pasti. Memang
para murid telah menyaksikan Kristus dimuliakan oleh Allah dengan naik ke
surga. Tetapi bagaimana
dengan keberadaan para murid Yesus yang kini sendirian menghadapi realitas
dunia? Mereka bukanlah orang-orang yang terpelajar atau yang menguasai dengan
baik kitab Taurat dan kitab para nabi. Para murid Yesus juga bukan orang-orang yang
memiliki kekuatan sosial ekonomi atau pengaruh politis. Mereka juga belum tahu bagaimana
harus memimpin dan mengelola suatu komunitas umat yang mengaku percaya
kepada Kristus. Selain itu dari sudut psikologi massa, para murid Yesus waktu itu
sebenarnya hanya dianggap sebagai suatu kelompok sekte (bidaah) yang sama sekali
tidak berarti. Sebab pimpinan para murid yakni
Yesus telah dieksekusi secara tragis di atas kayu salib. Penduduk Palestina waktu itu umumnya
memandang para murid Yesus sebagai kelompok yang aneh dengan ajaran yang sama sekali tidak populer.
Dengan kondisi yang demikian, tidaklah
berlebihan jikalau kita mengatakan bahwa para murid setelah kenaikan Yesus
berada di titik terendah baik secara psikologis maupun sosial. Eksistensi dan keberlangsungan karya Kristus benar-benar di
ambang titik kritis. Sebab para murid secara manusiawi bukanlah orang-orang
yang ahli (expert) sebagai pemimpin.
Mereka hanya menerima janji penyertaan dari Kristus, tetapi para murid Yesus
waktu itu tidak tahu apa dan bagaimana yang harus diperbuat. Namun justru saat
para murid Yesus berada di titik terendah dan ketidakpastian, mereka menerima pencurahan
Roh Kudus. Yang mana pencurahan Roh Kudus tersebut ditandai oleh: angin yang keras,
lidah-lidah api dan kemampuan
mengucapkan berbagai bahasa. Ketiga tanda tersebut
pada hakikatnya menyatakan bagaimana kehidupan para murid Yesus dipenuhi dan
dilengkapi oleh kuasa Allah yang mahatinggi. Sehingga melalui karya Roh
tersebut para murid dimampukan untuk melanjutkan karya keselamatan Kristus. Karya Roh Kudus
tersebut mengingatkan kita pada awal penciptaan yang menyatakan: “Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air
yaitu ketika bumi berada dalam situasi kacau-balau (khaos) (Kej.
1:1-2).
Demikian
pula pada hari Pentakosta, Allah mengaruniakan
RohNya sehingga situasi ketidakpastian dan kekacauan hati para murid Yesus
diubahNya menjadi kekuatan dan pembaharuan hidup.
Mereka bukan hanya menerima Roh yang memampukan untuk berkomunikasi dengan roh hikmat; tetapi juga kemampuan berkomunikasi
yang menembus batas-batas bahasa dan kesukuan. Sehingga melalui peristiwa Pentakosta, karya keselamatan
Kristus tidak lagi tertuju kepada satu umat yaitu Israel, tetapi kini diberitakan kepada seluruh
umat manusia. Jadi kehadiran Roh Kudus
dalam peristiwa Pentakosta telah menghancurkan sekat-sekat yang membatasi kehidupan umat manusia untuk
disatukan dalam karya keselamatan Kristus. Yang mana sekat-sekat pembatas seperti: kesukuan, etnis, ideologi dan
perbedaan bahasa (pengertian) telah
menyebabkan manusia hidup dalam kekacauan, permusuhan dan pertikaian. Tepatnya peristiwa Pentakosta telah memberi
kepastian bahwa di dalam Kristus, seluruh umat manusia telah dipanggil untuk menjadi keluarga Allah. Umat manusia
kini ditempatkan dalam pola baru (new order) dari pemerintahan Kerajaan Allah.
Roh Penghibur
Mencipta Pola Baru. Kehadiran Roh Kudus dalam peristiwa
Pentakosta sebelumnya telah dinyatakan oleh Tuhan Yesus. Sebelum Kristus
menderita, wafat dan bangkit di Yoh. 16:7 “Namun
benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu
tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu”. Jadi jika Kristus kelak pergi dan naik ke soga maka Dia akan
mengutus Roh Kudus. Secara lebih khusus lagi Tuhan
Yesus menyebut Roh Kudus yang akan datang itu sebagai Penghibur. Sebutan “Penghibur” berasal dari kata “parakletos” yang
berarti: “comforter” (penghibur) atau “advocate”
(penasihat). Konsep tersebut berasal dari konsep
pengadilan zaman Romawi kuno di mana seorang tersangka diharapkan mampu membela
dirinya sendiri di depan hakim. Tetapi seorang tersangka juga diperbolehkan
untuk meminta seorang “yang ahli” dalam bidang hukum Romawi untuk mendampingi
dan memberi nasihat selama proses pengadilan. Prinsip yang sama juga berlaku
dalam sistem pengadilan kita pada masa kini.
Di
mana seorang tersangka diperkenankan untuk didampingi oleh para pengacara
sehingga mereka mampu membela perkara seorang tersangka dengan benar secara
hukum. Karya Roh Kudus sebagai Penghibur juga berperan
untuk mendampingi, memberi
nasihat, bimbingan dan kekuatan kepada umat percaya agar mereka dapat melaksanakan tugasnya sebagai saksi Kristus secara
benar. Dengan demikian makna
“dipenuhi oleh Roh” sama sekali tidak bermaksud menggantikan peran dan
identitas seseorang. Roh Kudus tidak pernah merasuki kepribadian seseorang
sehingga dia kehilangan kesadaran dan identitas dirinya. Beda dengan roh-roh
jahat yang merasuki tubuh seseorang.
Roh jahat yang merasuki tubuh seseorang akan
menyebabkan seseorang kehilangan kemampuan berpikir secara sehat. Dengan demikian tujuan kehadiran dan karya Roh Kudus
pada prinsipnya untuk menyertai dan
mendampingi umat percaya sehingga mereka dimampukan dengan kuasa hikmat dan pengertian. Roh Kudus juga memberdayakan
umat percaya untuk melaksanakan
panggilan, untuk memberitakan karya keselamatan Allah yang telah dinyatakan dalam diri Kristus. Agar melalui peran umat percaya tersebut umat
manusia dan dunia mengalami transformasi yang diresapi oleh pola-pola baru Kerajaan Allah yang telah
didirikan oleh Kristus. Untuk
mencapai tujuan tersebut, Roh Kudus sebagai Roh Pernghibur pada intinya bertugas untuk menginsafkan dunia akan dosa,
akan kebenaran dan penghakiman.
Hal
yang harus menjadi permenungan mendalam bagi kita adalah sejauh manakah kita
memberikan diri untuk dituntun oleh Roh Kudus? terutama dalam menjalankah
keutamaan-keutamaan Kristiani (keutamaan teologal dan kardinal). Kita tidak
berkuasa atas diri kita sendiri, akan tetapi Allah dengan melalui Roh KudusNya
menuntun, membantu, memberikan penghiburan kepada kita untuk dapat membangun
relasi yang intim di dalam hati dengan diri-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar