PERAN ROH KUDUS DI DALAM DOA MENURUT CALVIN
By: Silvester Nyawai
Sekilas tentang
Calvin. Seorang teolog dari Princeton Theological Seminary yang bernama B. B.
Warfield (1851-1921), pernah menjuluki Calvin (1509-1564) sebagai “teolog Roh Kudus.”
Ia mengatakan bahwa doktrin tentang karya Roh Kudus merupakan hadiah dari
Calvin kepada Gereja. Mengapa demikian? Karena Calvin adalah orang pertama yang
mengaitkan seluruh pengalaman keselamatan orang-orang percaya dengan karya Roh
Kudus, dan mengajarkannya secara detail. Ia juga memikirkan tahapan-tahapan karya
Roh Kudus dalam menyelamatkan manusia.
Namun uniknya,
hingga saat ini sangat jarang cendekiawan Calvinisme menulis tentang doktrin
Roh Kudus menurut Calvin. I. John Hesselink mengatakan: “Hence it is a conundrum that so little has been written concerning
Calvin’s doctrine of the Holy Spirit, especially in the English-speaking world where there has been
so much Calvin research over the last forty years.” Mungkin disebabkan ada
2 hal yang melatar belakanginya, Pertama, Calvin sendiri hanya
menulis satu bab yang pendek mengenai Roh Kudus di dalam Institutes-nya
(III.1); dan kedua, karena ia mengaitkan hampir semua doktrin yang ia
bahas dengan Roh Kudus. Karena itu, untuk membahas doktrin Roh Kudus menurut
Calvin, kita perlu membahas seluruh teologinya. Ini bukan sesuatu yang mudah untuk
dikerjakan sehingga tidak heran hanya sedikit pakar yang mampu melakukannya. Artikel
ini tidak dimaksudkan untuk memenuhi kekosongan di atas, namun hanya ingin
memperkenalkan sebagian kecil dari ajaran Calvin mengenai Roh Kudus, yaitu peranan
Roh Kudus di dalam doa.
Menurut Calvin,
peran Roh Kudus dalam doa ada 2, diantaranya Roh Kudus sebagai Inisiator Pendoa
dan Roh Kudus Sebagai Penolong dalam Doa.
Peran Roh Kudus sebagai Inisiotor. Bagi
Calvin, orang-orang tidak percaya dan tidak beriman mungkin saja berdoa memohon
pertolongan dan pembebasan. Tetapi doa-doa mereka merupakan penghujatan kepada
Allah. Ia mengatakan: “The unbelieving do
indeed blab out their prayers, but they only trifle with God; for there is in
them nothing sincere, or serious, or rightly formed.” Harus diakui bahwa
kadangkala doa-doa mereka dijawab oleh Allah meskipun doa-doa tersebut tidak
keluar dari iman kepada Allah yang benar. Namun baginya hal ini merupakan kasus
khusus dan tidak dapat dijadikan hukum universal. Menurutnya, Allah mau
menjawab doa-doa tersebut karena Ia berbelas kasihan kepada mereka sebagai
orang-orang berdosa. Lagi pula, ada perbedaan antara orang-orang yang tidak beriman
tersebut dan orang-orang percaya yang dibimbing oleh iman dan pengertiannya
akan kebaikan Allah. Menurut Calvin, doa yang benar adalah doa yang lahir dari
iman kepada Allah yang benar. Doa yang benar dan sejati bukan hanya sekadar
mengangkat suara tetapi merupakan suatu permohonan yang keluar dari prinsip iman
yang benar. Berdoa dengan benar lahir dari iman dan iman yang benar lahir dari
firman Tuhan. Ia berpendapat, “faith
grounded upon the Word is the mother of right prayer; . . . prayer rightly
begun springs from faith, and faith, from hearing God’s Word (Rom 10:14,
17)”. Dengan demikian, hanya orang-orang percayalah yang dapat berdoa kepada
Allah dan menerima berkat dari Allah, seperti yang ia nyatakan: For, deducing step by step the beginning of
prayer from faith, he plainly asserts that God cannot be sincerely called upon
by others than those to whom, through the preaching of the gospel, his kindness
and gentle dealing have become known indeed, have been intimately revealed.
Di sinilah peran
Roh Kudus diperlukan. Manusia tidak mampu menciptakan iman untuk dirinya
sendiri. Roh Kudus yang menciptakan iman di dalam kehidupan orang percaya
tersebut. Jadi, Roh Kuduslah yang memungkinkan manusia untuk berdoa kepada
Allah. Jika kita bandingkan dengan karya Kristus di dalam doa maka dapat
dikatakan bahwa Kristus, dengan karya penebusan-Nya, membuka jalan untuk
kitaberdoa sedangkan Roh Kudus memampukan kita berjalan di jalan doa tersebut.
Niesel mengemukakan demikian, Christ
furnishes the objectives possibility of prayer, faith the subjective. Strictly
speaking we should say the Holy Spirit rather than faith. Hence when Calvin
comes to indicate the subjective presuppositions of prayer he emphasizes at
times the work of the Holy Spirit instead of the power of faith.
Selain menciptakan
iman di dalam diri orang percaya, Roh Kudus, yang adalah Roh Adopsi, bersaksi
kepada orang percaya bahwa mereka adalah anak-anak Allah. Kesaksian Roh Kudus
ini penting karena bagi Calvin, orang percaya tidak mungkin bisa berdoa dengan
benar jika di dalam hati dan pikiran mereka tidak diyakinkan bahwa mereka
adalah anak-anak Allah. “We do not
rightly pray to God, unless we are surely persuaded in our hearts, that he is
our Father,” dan lagi, “except the Spirit testifies to our heart respecting the
paternal love of God, our tongues would be dumb, so that they could utter no
prayer”.
Orang percaya sendiri
tidak dapat menghasilkan keyakinan tersebut karena selalu terjadi kegelisahan
dan ketidakpastian di dalam pikiran mereka. Roh Kuduslah yang memberikan jaminan
ke dalam roh dan pikiran orang-orang percaya tersebut bahwa mereka telah
menjadi anak-anak Allah. Tanpa kesaksian Roh Kudus orang-orang percaya tidak
memiliki keyakinan tersebut. Ketika Roh Kudus bersaksi kepada kita bahwa kita
adalah anak-anak Allah, pada saat yang bersamaan Ia memberikan kepada kita
suatu keberanian untuk memanggil Allah, Bapa kita. Oleh karena itu, kita berdoa
kepada Allah, Bapa kita, dengan berani dan dapat berdoa dengan benar.
Roh Kudus Sebagai Penolong dalam Doa. Menurut
Calvin, sebagai orang percaya kita adalah manusia yang lemah. Ada banyak
kejahatan di luar kita yang dapat mengancam kita. Di samping itu, kita juga
memiliki banyak beban penderitaan. Semua ini memang dapat menghalangi kita berdoa
dengan sempurna dan baik. Pikiran kita dapat tertutup oleh kegelapan sehingga
tidak dapat meminta apa yang bijaksana dan pantas kepada Allah. Pikiran-pikiran
kita dibingungkan dan diganggu oleh kesulitan-kesulitan kita bahkan oleh kejahatan-kejahatan
kita sendiri. Calvin mengatakan: “We are
blind in our addresses to God; for though we feel our evils, yet our mind are
more disturbed and confused than that they can rightly choose what is meet and
expedient . . our thoughts nevertheless continue oppressed with darkness.”
Bukan hanya
pikiran, tetapi keinginan hati atau emosi kita juga dapat salah dan tidak
mengikuti perintah-perintah Tuhan. Sehingga, apabila kita berdoa dengan
mengikuti keinginan hati kita semata-mata, maka kita tidak dapat berdoa dengan
benar. Jika kita menjadikan keinginan hati membimbing doa-doa kita maka kita
menjadikan Allah sebagai alat kejahatan kita daripada menjadikan Dia sebagai
hakim. Allah mengutus Roh Kudus untuk menolong kita berdoa dengan benar dan
mengangkat beban-beban kita. Ia adalah Rekan di dalam menanggung beban-beban
kita. Ia juga menolong kita dengan cara memberi tahu apa yang benar dan
mengontrol emosi kita.
Setidaktidaknya, di
sini ada tiga peran Roh Kudus di dalam doa. Pertama,
Roh Kudus mengajar pikiran kita apa yang seharusnya kita minta di dalam doa. Di
sini peranan Roh Kudus dibandingkan dengan peranan-Nya di dalam memberikan
pencerahan kepada kita untuk memahami
Alkitab. Roh Kudus memberi kita pengertian tentang apa yang seharusnya boleh
dan layak kita doakan, serta bagaimana seharusnya kita berdoa. Karena itu, kita
seharusnya tidak terburu-buru membuka mulut untuk berdoa sampai Roh Kudus
mengajar kita bagaimana berdoa. Calvin mengatakan, “We cannot even open our mouths before God without danger unless the
Spirit instructs us in the right pattern for prayer”. Karena itu, berdoa
dengan benar adalah karunia Roh Kudus.
Kedua,
Roh Kudus menggerakkan hati kita untuk berdoa. Roh Kudus bukan hanya memberikan
pengertian yang benar kepada kita tetapi Ia juga mendorong hati kita untuk mau berdoa.
Calvin mengatakan: “he stirs up in our
hearts those desires which we ougth to entertain”. Keinginan mula-mula
untuk berdoa pun berasal dari Roh Kudus; doa sebenarnya merupakan buah sulung
Roh Kudus di dalam diri kita. Bahkan ketika kita berdoa meminta agar Roh Kudus datang
memenuhi kita, inipun terjadi karena kita telah memiliki Roh Kudus. Karena itu Calvin
mengatakan: “to beg at God’s hands that
he will increase in us his Holy Spirit: increase, (I say), because before we
can conceive any prayer we must need have the first-fruits of the Spirit.”
Di sini kita melihat bahwa Roh Kudus membimbing hati dan pikiran kita agar
dapat berdoa dengan benar. Roh Kudus inilah yang kemudian menimbulkan di dalam
diri kita keyakinan, keinginan, dan keluh kesah kepada Allah. Keluhan-keluhan
yang diucapkan di bawah pimpinan Roh Kudus inilah yang disebut keluhan yang tak
terucapkan (Rm. 8:26).
Di samping kedua
peran tersebut, ada peran yang ketiga, yaitu Ia mengilhami
doa-doa kita dengan kesungguhan dan ketekunan. Kesungguhan dan ketekunan untuk
berdoa merupakan ciri-ciri dari doadoa Kristen. Roh Kuduslah yang mempengaruhi
hati kita dengan kesungguhan dan ketekunan sehingga doa-doa kita sampai ke
surga. Bagi Calvin doa-doa yang digerakkan oleh Roh Kudus akan didengar oleh
Allah karena Allah mengenali keinginan-keinginan kita di dalam doa sebagai
keinginan yang berasal dari Roh-Nya sendiri. Roh Kudus akan membimbing pendoa-pendoa
tersebut agar berdoa sesuai dengan kehendak Allah. Doa seperti ini akan
didengar Allah dan tidak akan dikecewakan oleh Allah. Kendati demikian, bukan
berarti kita hanya menunggu gerakan dan dorongan Roh Kudus untuk berdoa,
sehingga tidak diperlukan usaha dan upaya manusia lalu kita dapat
bermalas-malasan berdoa. Bagi Calvin justru seharusnya kita berdoa memohon agar
Roh Kudus menolong kita berdoa. Dorongan Roh Kudus tidak meniadakan upaya
manusia karena di dalam hal ini iman kita teruji, apakah iman kita sungguh-sungguh
dapat menggerakan hati kita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar