Jumat, 22 Oktober 2010

INDAHNYA KEBERAGAMAN AGAMA DALAM MENJALIN HIDUP KEBERSAMAAN

INDAHNYA KEBERAGAMAN AGAMA DALAM MENJALIN HIDUP KEBERSAMAAN
Di manakah peran Pancasila dan Agama di Negara Indonesia tercinta ini jika di negara ini ada perbedaan, perpecahan, perselisihan, pertengkaran dll? Perlu untuk kita sadari bahwa pancasila itu ada dan menjadi idiologi atau landasan negara kita, kerana adanya perjuangan yang bertumpakan darah dari para nenek moyang kita. Sementara itu dimengerti sebagai sistem, prinsip kepercayaan kepada Tuhan atau dewa (Kamus Bahasa Indonesia). Dari sisi Pancasila, manusia Indonesia dipersatukan dengan tidak melihat berbedaan ras, suku dan agama. Dari sisi agama, manusia menimba kekuatan yang ilahi atau spirit sebagai kerinduaannya akan ke damaian hati atau yang ilahi.
Pancasila yang menjadi landasan konseptual kenegaraan Indonesia dimulai dengan sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa”, yang dipahami sebagai “menjiwai sila-sila lainnya”. Dalam Undang-Undang Dasarnya pun, satu pasal berbicara khusus tentang agama, dengan adanya fakta penting ini haruslah kita akui secara sadar bahawa adanya kemajemukan agama.
Jika kita telusuri dan kita mengerti lebih dalam lagi, Pancasila sebagai dasar atau landasan negara Indonesia dan Agama sebagai sebuah kepercayaan, keduannya memiliki paham yang sama dalam tataran hidup manusia Indonesia. Tentu kita bertanya-tanya, manakah yang patut kita ikuti, pancasila atau agama? Seperti yang kita alami, dengar, dan kita lihat pada masa sekarang ini, pertanyaan besar bagi kita manusia Indonesia, sudahkah kita menjadi manusia pancasila dan manusia beragama yang sesungguhnya? Realitanya, masih ada dikalangan masyarakat Indonesia terjadi pertengkaran, perselisihan di mana-mana hanya karena permasalahan kecil saja, permasalahan diremehkan, dilecehkan.
Ada sebuah lagu yang berjudul “Ku Lihat Ibu Pertiwi Sedang Bersusa Hati” dari syair lagu ini, sudah tentu penyair ingin menggungkapkan perasaannya atas kejadiaan yang menimpa masyarakat Indonesia ini. Nilai-nilai pancasila dan nilai-nilai agama sudah tidak ada lagi, semua orang pada menganggap agama, dirinya yang benar, dan sementara orang lain itu salah. Dari anggapan-anggapan dan pendapat inilah yang sangat memicu sekali perselisihan dan pertengkaran diantara manusia Indonesia.
Pernyataan tentang manusia Indonesia memiliki makna yang amat mendalam sekali jika kita renungkan dalam kehidupan kita. Manusia adalah makhluk yang memiliki martabat, moral yang harus di hormati, dihargai dan karena martabatnya itulah manusia diberi kemampuan untuk menjadi manusia yang beriman atau manusia yang beragama, sedangakan Indonesia adalah suatu ikatan atau kerinduaan manusia yang ingin mempersatukan diri dalam senasif dan sepenanggungan. Jadi, kesejahtraan Negara Indonesia itu terletak pada bagaimana kita menghormati, menghargai dan mencintai martabat kita sebagai manusia Indonesia.
Kenyataannya, manusia Indonesia memiliki beragam ras, suku dan agama. Keberagaman itu bukanlah sebuah persainagan hidup, akan tetapi keberagaman itu merupakan sebuah kekayaan yang ada di Negara Indonesia ini. Hubungannya dengan pancasila adalah pancasila dan agama mengajarkan dan menghormati Moral, martabat dan hakekat serta hak-hak manusia untuk menjalankan hidupnya sesuai dengan imannya dan caranya masing-masing tampa ada perpecahan dan perselisihan di antara Manusia Indonesia. Namun, hal tersebut masih sangat jauh sekali dalam diri manusia Indonesia. Banyak perselisihan dan percecokan yang terjadi. Haruskan ada ciptaan lagu, puisi atau tulisan-tulisan dari para seniman-seniman tentang ”Ibu Pertiwi Menangis Lagi yang kedua”?
Sebenarnya, jika kita telah memeluk atau menganut agama dan menjalankan perintah agama dengan baik, sudah tentu kita telah mengsukseskan tujuan pancasila dengan baik. Kebersamaan dalam keberagaman beragama merupakan kerinduan dari tujuan terbentuknya Pancasila, mengapa demikian, karena Pancasila merupakan dasar atau landasan Negara kita yang memberikan kepada kita manusia Indonesia untuk bebas dalam memilih dan menentukan agama sesuai dengan hati nuraninya. Dengan melalui pernyataan ini, patulah agama-agama yang ada di Indonesia ini saling terbuka, saling bersatu, saling memberi peneguhan dan saling bekerjasama dalam membentuk negara Indonesia yang damai dan sejahtra.
Kenyataan terpait dalam umat beragama di Indonesia ini adalah terjadinya konflik-konflik yang bukan bernuwangsa agama, akan tetapi lebih pada nuwansa sosial, ekonomi, dan politik. Akan tetapi, kasus-kasus yang sering terdengar dan muncul di berbagai media masa yang mengakibatkan konflik adalah agama. Dari kenyataan yang demikian, pertanyaan besar yang muncul untuk kita lihat, renungkan, mengapa agama menjadi begitu mudah dijadikan pembenaran untuk konflik-konflik itu? Apakah ada sesuatu yang salah dalam agama, atau dalam pemahaman agama, atau apa? Karenanya, selain ada persoalan penegakan hukum yang menjadi tanggungjawab negara, kaum agamawan pun memikul tanggung jawab besar di sini. Melihat kenyataan yang ada, seorang tokoh agamawan Frans Magnis-Suseno mengatakan atau menegaskan bagi para pemimpin atau tokoh-tokoh agama untuk bertobat, karena dengan bertobat dapat menjadi titik awal yang baik untuk menciptakan kemaslahatan umat, dan dengan ada penyadaran diri dari orang-orang yang beragama maka keberagaman dalam membina kebersamaan dalam beragama akan menjadi suatu alinan syair lagu yang indah, bagus dan bisa dinikmati dengan demikian kesejukan hati kita akan membawa kita pada kedamaiaan dan kesejahtraan hidup di Negara Indonesia tercinta ini.
Dalam hal ini, sangat dibutuhkan peran dan tanggungjawab dari para tokoh-tokoh agama untuk menyadarkan dirinya sendiri, setelah dirinya sadar maka ia hendaklah menyadarkan umatnya yang lain, para tokoh-tokoh agama haruslah memiliki :
1.Harus menjadi teladan bagi para pemeluk agama yang lainnya, dengan teladan yang baik dalam hidup beragama makan agama bukan lagi mejadi sumber konflik akan tetapi agama menjadi sumber penyelesai konflik yang terjadi.
2.menjalin hubungan yang baik dengan pemeluk agama lain seperti dialog dan bekerja sama dalam membangun dan mengembangkan kesejahtraan bagi negara indonesia tercinta ini.
3.para tokoh-tokoh agama harus sadar bahwa agama adalah akhlak. Agama adalah perilaku. Agama adalah sikap. Semua agama tentu mengajarkan kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih sesama. Bila kita cuma puasa, shalat, baca al-quran, pergi kebaktian, misa, datang ke pura, menurut saya, kita belum layak disebut orang yang beragama. Tetapi, bila saat bersamaan kita tidak mencuri uang negara, meyantuni fakir miskin, memberi makan anak-anak terlantar, hidup bersih, maka itulah orang beragama.
4.harus mempu melihat agama lain sebagai patner sebagai teman kerja dan teman pengembangan iman jemaatnya.
5.hal yang terakhir adalah yakinkanlah bahwa perbedaan atau keberagaman merupakan keindahan atau kekayaan yang Tuhan anugerahkan kepada kita, jadi hendaklah diantara kita sebagai pemeluk agama yang mengimani Tuhan haruslah salin mengasihi dan mencintai, karena ajaran agama yang terutama adalah cinta kasih.
Hal yang demikian belum kita sadari, apalagi kita lakukan hanya segelintir orang saja yang mampu untuk melakukannya, maka dari pada itu agama begitu mudah sekali dikatakan sebagai virus, atau penyebab sumber konflik-konflik di tanah air kita tercinta ini. Ibu pertiwi menghimbaukan kepada kita untuk selalu bergandengan tanggan dalam kedamaian dan cinptakanlah kedamaian dan keberagaman ini, maka indahnya keberagaman ini akan menjadi surga di dunia ini, terutama si negara Indonesia ini.

Rabu, 20 Oktober 2010

SUARA “MERDEKA” TERDENGAR DI MANA-MANA


SUARA “MERDEKA” TERDENGAR DI MANA-MANA

Seperti biasanya, riuh, teriakkan, dan sorak-sorai yang berbunyi mengatakan “Merdeka” terdengar di mana-mana dari Sabang sampai Merouke. Sangatlah biasa sekali terdengar nada yang demikian, mulai awal kemerdekaan bangsa Indonesia pada tahun 1945 sampai sekarang, ungkapan tersebut masih sangat keras terdengar ditelinga kita.
Suara yang terdengar dari kalangan atas sampai kalang bawah pun masih dengan nada keras yang mengatakan merdeka. Hal yang dimikian amalah sangat baik, karena sebagai warga Bangsa Indonesia adalah ungkapan kebebasan dari adanya penjajahan di Negara Republik Indonesia ini.
Kegembiraan ini juga dapat kita lihat atau kita nikmati dari berbagai sajian-sajian di berbagai media masa, seperti Televisi, Koram dan media-media masa lainnya. Jika kita melihat, hampir disetiap stasiun TV menyiarkan tentang program-progran atau acara-acara yang semeriah HUT RI ke-65 dalam menyambut kemerdekaan ini, mulai dari hiburan, dialog, film-film perjuangan dan sebagainya masih banyak lagi, soalah-olah acara tersebut ingin mengatakan bahwa inilah bangsaku, Bangasa Indonesia. Pada dasarnya, hakekat dari kemerdekaan adalah kebebasan, kebebasan yang dimaksudkan bukan hanya kebebasan dari penjajahan saja akan tetapi kebebasan batin, hati dan jiwa serta raga.
Suara merderka merupakan ungkapan kegembiraan bagi kalangan seluruh bangsa Indonesia ini, akan tetapi seperti apakah suara tersebut? Merdeka pada zaman sekarang ini memiliki makna yang ambigu, meragukan, penuh dengan pertanyaan. Bagi kalangan di atas merdeka merupakan ungkapan kegembiraan atas keberhasilannya, akan tetapi bagi kalngan bawah atau kaum miskin merdeka merupan suatu nada atau bunyi yang penuh dengan pertanyaan. Bisa jadi teriakan kemerdekaan itu hanya ungkapan kekesalan terhadap kaum berdasi atau ungkapan penyesalan bagi mereka karena merasa ditindas. Jika memang demiakian, akankah murni ungkapan kemerdekaan itu? Janji hanya tinggal janji, beginilah syair sebuah lagu.
Jika melihat dan mendengar pidato Bapak Presiden pada malam menjelang HUT RI ke-65 kemarin, banyak sekali timbul perdebatan, kritikan dan  pendapat bagi kalangan para pejabat, pengamat politik, partai-partai dan kalangan masyarakat. Kritikan bukan hanya pada kata-kata atau makna pidato akan tetapi pada media yang digunakan pada saat bapak Presiden pidato juga mendapat kritikan.
Suara yang mengatakan merdeka bukan hanya bernada positif saja akan tetapi bernada negatif juga terjadi dikalangan masyarakat Indonesia. Sebagai seorang mahasiswa, jika saya mengamati respon dari para pejabat dan lain-lain akan pidato presiden, dari pidato tersebut timbulah permasalahan-permasalahan baru yang dilontarkan diberbagai media masa. Ternyata budaya persaigan itu bukan terjadi pada kalangan bawah saja, akan tetapi pada kalangan atas juga terjadi, bahkan menyakitkan. Persaingan yang begitu lembut dan sapon kini memakan korban seperti perselisihan-perselisihan di mana-mana.
Begitu beratnya beban bangsa ini, mengapa dimikian? Dapat dikatakan berat dikarenakan kurangnya kesadaran atau rasa terpanggil bagi para pemimpin bangsa ini akan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pengayom bangsa ini. Bunyi teriankan kemerdekaan hampir sama dengan teriakan bunyi teriakan kemikinan dan kelaparan yang terjadi dikalangan masyarakat.
Dibalik kemerdekaan, gudung yang megah mencakar lagit, baju yang berdasi, dangan pasilitas-pasilitas yang digunakan begitu cangih dan kemegahan yang lainnya, begitu banyak masyarakat negara Indonesia ini yang masih mencari makannya dengan mengais-gais. Jika melihat realita yang terjadi, kemanakah pemerintah sekarang ini? apa pekerjaan mereka? Yang paling menyedihkan kemanakah janji pengabdiaan mereka terhadap Pancasila yang dijadikan falsafa negara ini.
Semuanya hanyalah kata-kata hampa, hanya janji-janji belaka tanpa ada tindakan nyata dari para pemerintah. Jika dikaji lebih mendalam, beberapa juta warga Indonesia yang sudah tidak layak lagi untuk tinggal ditempat mereka tinggali sekarang, akan tapi demi kecintaan mereka terhadap negera Indonesia dan ucapan syukur atau terima kasih mereka terhadap jasa para pahlawan yang telah berkorban demi Negara ini, mereka dengan terpaksa mengucapkan kata-kata ”merdeka” dengan keras walaupun mereka tahu bahwa mereka adalah orang yang termakan karena keganasan dan kerakusan para pemerintah.
 Jika pemerintah mengetahui bahwa ada beberapa kalangan masyarakat tidak mengindahkan atau tidak merayakan kemerdekaan Negara ini jangalah pemerintah memberikan sangsi atau hukuman kepada mereka, karena mungkin mereka sampai sekarang belum merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya.
Menurut pendapat saya, ketidak harmonisan para pemerintah akan memberi efek yang luar biasa bagai kesejahtraan bangsa ini. pada masa kini, budaya persaingan untuk memduduki posisi yang tertinggi amat besar sekali skalanya terjadi di Negara ini. kurang menenerima kekalahan itu sangat besar sekali terjadi, dan itu terlihat pada kritikan-kritikan yang yang dilontarkan terhadap pihal lawan. Jika demiakiaan, apa apa bedanya mental para pemerintah dengan tukang ojek yang berebut untuk mendapat penumpang jang banyak.
Intinya adalah, pemerintah sekarang ini kurang sadar akan posisinya, dan kurang menjalin persatuaan dalam memerintah negara ini, yang hanya ada pertengkaran terjadi dikalangan mereka, hal yang seharusnya dapat diselesaikan dalam satu hari kemudiaan diperpanjang menjadi satu tahun, permasalahan kecil kemudiaan diperbesar. Akibat semuannya itu masyarakat yang menjadi korbannya. Persaiangan antara partai-partai juga amat erat sekali terjadi, dengan berbagai komentarnya yang dilontarkan bernada negatif, tindakan yang demiakian hanya untuk menjatuhkan lawan.
Opini dari saya, jangan ada lagi dari kalangan pemerintah yang menyalahkan satu sama lain, jangan ada lagi perpernagan antra pemerintah, jangan adalagi perselisihan antara pemerintah, mulailah untuk membangun kerjasama yang baik, terimalah kekalahan dan hal yang sangat mulia sekali ialah bersatulah untuk memajukan Negara tercinta ini, dengan persatuaan yang kuat antar pemerintah bukan untuk menjatukan masyarakatnya akan tetapi demi membina kesejahteraan dan kemakmuran bangsa ini yang dijiwai semangat Pancasila.
Jika hal yang demiakian dapat dilakuakan oleh pemerintah pada zaman sekarang ini, saya yakin negara ini akan menjadi negara yang makmur damai dan sejahtra. Mulailah membuka mata hati, mata batin lihatlah disetiap tetesan tangisan rakyat, tangisan itu bukan meminta supaya pemerintah dengan segera memberikan bantuaan akan tetapi meminta supaya pemerintah mau menjalankan kewajibannya sebagai seorang yang dapat membawa kedamaian dan kegembiraan bagi warga Negara Indonesia yang tercinta ini, dengan demikiaan hakekat dari kemerdekaan adalah kebebasan dapat terjadi di tanah ibu Pertiwi ini.
Dibulan ini, saudara kita yang beragama Muslim marayakan hari raya Idul Firti, hari raya yang amat berasa bagi saudara kita Muslim yang sangat penuh dengan makna. Tali persaudaraan yang diikat dengan saling mengunjungi (silahturahmi) ini adalah ungkapan bahwa perdamaian bukan hanya terjadi dalam sesama pemeluk agama muslim saja, akan tetapi dengan ikan persaudaraan sesama pemeluk agama yang lain.
Dengan mensejahtrakan atau mengsukseskan perdamaiaan di negara ini, kita bukan hanya menghormati martabat hidup manusia Indonesia, akan tetapi kita mau menghargai perjuangan atau harapan bagi para leluhur kita, dengan mencintai, mendukung usaha sesasma dan saling bergotong royong untuk membangun bangsa ini, maka ibu pertiwi tidak akan menangis meratapi bangsa ini, akan tetapi ibu pertiwi akan gembira karena melihat putra dan putrinya bersatu dan bersama dengan semangat patriot dalam membangun dan mengembangkan bangsa Indosesia tercinta ini.
Hal yang demikian haruslah dimulai dari dulu, namun bagi manusia yang membuka hatinya untuk kesejahtraan kata itu tidaklah mungkin terlambat. Masih banyak orang yang membutuhkan uluran tanggan kesejahtraan dari kita, dalam hal ini, keluarga-keluarga sangat sekali membantu dalam mengsukseskan kesejahtraan bangsa ini. Dalam hal ini peran keluarga adalah, dengan semangat cinta dalam keluarga mereka dapat mendidika anak mereka untuk menghormati leluhur dan menanamkan semangat leluhur di dalam diri putra dan putri mereka supaya mereka tidak menyia-nyiakan perkembangan dan pertumbuhan mereka, sehingga mereka dapat bertumbuh menjadi putra dan putri bangsa yang mau ikut ambil bagiaan dalam menanamkan nilai kesejahtraan dan perdamaiaan di negara indonesia ini.
Tanamkanlah semangat solidaritas di dalam keluarga dan binalah anak-anak yang baik, dan berikanlah mereka pengertiaan tantang tata tertip dan nilai norma moral yang baik, dengan demikian kelak ketika mereka manjadi orang yang sangat berperan dalam dunia pemerintahaan maka mereka akan menjadi pemimpin yang benar-benar melayani dengan mendasarkan panggilan hati, batin bukan nafsu yang dihandalkan akan tetapi kasih yang menjadi alasan bagi mereka dalam mengemban tugas bangsa untuk kesejahtraan ini.

UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KATOLIK YANG BAHAGIA DI DALAM KEMISKINAN

UPAYA MEMBANGUN KELUARGA KATOLIK
YANG BAHAGIA DI DALAM KEMISKINAN
 Silvester Nyawai
Mengawali pernyataan ini, pertanyaan besar bagi kita untuk direnungkan, apakah kemiskinan itu selalu diidentikan dengan ketidak bahagiaan di dalam keluarga? Kalau ia, kriteria-kriteria keluarga bahagia itu seperti apa? Haruskah semuannya itu terpenuhi di dalam keluarga?. Pernyataan yang mendasar yang dapat diartikan mengenai kemiskinan ialah, Kemiskinan itu terjadi dikarenakan ketidak mampuan sekelompok orang atau individu yang bersangkutan dalam melaksanakan aktivitasnya, tindakan sebagai manusia yang normal seperti biasanya.
Dewasa ini sering kali terdengar diberbagai media masa, seperti TV, koran-koran dan majalah, yang banyak sekali mengupas tentang keluarga dan dinamikanya. Kasus kemiskinan, perceraian dan sebagainya hampir di setiap waktu terjadi di kalangan masyarakat kita baik yang bersifat individu dan kelompok. Nah, pertanyaan lagi untuk kita refleksikan, apakah semuannya itu dikarenakan kemiskinan, kalau jawabannya “YA”, bagaimana kasus kekerasan dalam rumah tangga dan perceraiaan, serta perselingkuhhan yang terjadi dikalangan orang yang mampu, terutama dalam hal material, bahkan lebih, apakah kasus yang demiakina itu dapat digolongkan dengan orang yang kemiskinan. Meliahat masalah yang demiakian, adakah kebahagiaan di dalam keluarga tersebut?
Jika kemiskinan itu berhujud seperti manusia yang memiliki perasaan dan dapat bergerak, bernafas dan melakukan aktivitas, menurut saya sangat kasihan sekali kemiskinan itu, oleh manusia selalu saja dijadikan alasan, penyebab atau kambing hitam baik di dalam terbinanya keluarga bahagia, kasus perceraian dan sebagainya.
Pada kenyataannya, terjadinnya ketidak bahagiaan di dalam keluarga merupakan kurang mampu atau ketidak berdayaannya manusia terlebih-lebih keluarga dapat memaknai setiap peristiwa hidupnya sebagai suatu perjalanan hidup ini, artinya keluarga tersebut tidak memiliki kesadarran untuk membina  diri sendiri. Alangkah berdosanya keluarga Katolik bila keluarga tersebut menyatakan ketidak bahagiaan atau keharmonisan di dalam keluarga mereka dikarenakan satu-satunya kemiskinan. Pada dasarnya, kebahagiaan di dalam diri manusia terutama di dalam keluarga itu adalah hak dan kewajiban masing-masing keluarga sejauh itu tidak melangar batasan-batasan moral atau hukum serta peraturan yang telah ditentukan.
Sebenarnya di dunia ini tidak ada keluarga yang tidak bahagia, karena pada dasarnya keluarga itu terbentuk atas dasar cinta. Cinta itu pada hakekatnya baik, kasih, pemurah, penyayang, dan penuh kesabaran. Nah, hendaklah keluarga katolik yang telah besatu di dalam sakramen perkawinan itu harus mengerti akan makna panggilan mereka untuk bersatu. Dengan melalui rahmat sakramen perkawinan itulah Allah telah memberikan kepada kita untuk selalu setia dalam segala perkara, kesetiaan itulah yang akan mendatangkan kebahagiaan di dalam keluarga kita.
Kebahagiaan itu adalah suatu situasi, kondisi dan tindakan yang selaras dengan kehendak hati yang paling dalam (cocok dengan panggilan hati). Individu atau keluarga yang bahagia ialah keluarga yang dapat melaksanakan tindakan yang di dasarkan cinta kasih, keluarga yang mampu untuk beraktivitas sesuai dengan kemapuan mereka dan tanpa melanggar hak, kewajiban serta moral yang berlaku. Jadi, kemiskinan bukanlah hal yang satu-satunya penyebab kurangnya terbina kebahagiaan di dalam keluarga. Yesus di dalam penginjil Lukas 6:20 pernah berkata Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah” artinya kemiskinan yang dimaksudkan oleh Yesus adalah kemiskinan dalam arti rendah hati, pengasih, penyayang, berbagi, hidup social, sedangkan mempunyai Kerajaan Surga artinya adalah Kerajaan Surga bukalah tempat atau rumah, atau istana yang memiliki kafasitas yang mewah, akan tetapi Kerajaan Surga adalah situasi, aktivitas dimana Allah itu meraja, sedangakan sifat-sifat Kerajaan Surag adalah adanya kedamaiaan, kebahagiaan, cinta kasih, ketentraman dan kebahagiaan, serta kesejahtraan dan sebagainya.
Hendaklah keluarga Katolik pada zaman ini, bukan mengatas namakan kemiskinan satu-satunya sebagai penyebab kurangnya kebahagiaan di dalam keluarga, akan tepapi hendaklah kemiskinan itu kita makanai akan sebuah panggilan bagi keluarga katolik sebagai montivasi untuk ikut, bagi yang mampu mau membantu orang yang berkekurangan, bagi yang kurang mampu sebagai pemberi motivasi akan keuletan dan kerja keras untuk menghadirkan Kerajaan Surga di tengah keluarga tersebut, dengan demiakian kemiskinan itu akan menjadi sesuatu yang mengembirakan di dalam keluarga anda, hal yang demikian hendakalah harus selalu kita syukuri secara terus menerus, serta memohon kekuatan kepada Tuhan Yesus Kristus untuk turut hadiri di dalam keluarga kita agar IA memberikan kekuatan dalam menjalanani hidup ini.
Untuk membina keluarga yang bahagia, harmonis dan sejahtra bukalah sesuatu yang mudah, banyak orang atau keluarga gagal dalam hal ini, dan bahkan ada yang hancur. Sebenarnya akar dari aspek seluruh kehidupan ini, terutama kebahagiaan itu ada di dalam kita, tergantung bagaimana kita bisa menemukannya di dalam diri kita. Sebenarnya, bentuk-bentuk, cara kita atau keluarga kita untuk memperoleh kebahagiaan itu seperti harta yang terpendam, hanya dari diri kita yang kurang mengetahuinya dan kita tidak berniat untuk mengalinya, maka ia akan harta terpendam selama-lamanya.
Kebahagiaan merupakan dambaan setiap insan di jagat raya ini, karena dengan kebahagiaan itu manusia bisa merasakan indahnya hidup di dunia ini. Realitanya, setiap pekerjaan yang manusia lalui du dunia ini hanya untuk memperoleh kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat nanti, contoh yang fakta ialah seorang teroris jika ditanyaan apa yang ia peroleh dari membunuh orang yang tidak bersalah dengan melakukan pengeboman dimana-mana, jika di telusuri lebih dalam kebahagiaan yang ia ingin capai ialah kebahagiaan di akhirat nanti, begitu juga dengan sekelompok orang yang tekun dalam menjalankan anggamanya. Juga kasus pencuriaan, pemerkosaan, percaraain dan masih banyak lagi tindakan-tindakan yang manusia lakukan untuk memperoleh kebahagiaan itu. Dalam hal ini, semuan tindakan, pekerjaan diarahkan untuk memcapai kebahagiaan di dalam hidup ini. Dalam hal ini, mengapa mereka dikatakan bersalah, karena cara mereka untuk mendapatkan kebahagiaan itu salah, artinya tindakan mereka melanggar moral dan hak hidup manusia.
Melihat situasi keluarga sekarang ada yang harmonis dan ada yang tidak di dalam keluarga, itu sangat memperihatinkan sekali, mengapa karena awal dari segalanya yang ada di dunia di mulai dari pembentukan, pembinaan, pengajaran, teladan dan lain-lain itu semuan diawali dari apa yang diterima dan dilaksanakan di dalam keluarga. Maka dari pada itu, ciptakanlah situasi dan kondisi yang harmonis, sejahtra, damai dan bahagiaan di dalam keluarga, supaya gambaran Gereja, Masyarakat dan Negara bisa cerah di dalam hidup ini, dan jika itu sudah dimulai dari keluarga, maka dunia ini akan menjadi taman Eden yang damai.
Dengan itu, ada beberapa cara, atau tips untuk sebagai upaya membangun keluarga yang harmonism, sejahtra, damai dan bahagia. Tentu hal ini tidak lah mudah, akan tetapi jika semuannya dijalankan, dilaksanakan dengan penuh cinta dan kasih maka semuannya akan menimbilakan efek yang sangat membahagiakan di dalam rumah tangga anda, khususnya keluarga katolik yang beriman. Ingat bahwa perkawinan itu merupakan ikatan yang dipersatukan oleh Yesus Kristus, yang di awali dengan cinta yang suci.
Tips-tips atau upaya membangun situasi keluarga miskin yang bahagia:
1.      Jujurlah satu sama lain.
2.      Dengarkan keluhan pasangan Anda dan anggap serius perasaannya
3.      Bila ada ganjalan sebaiknya didiskusikan sehingga tidak menimbulkan kebencian
4.      Tunjukkan pada pasangan bahwa Anda mencintainya dan katakanlahI love You” minimal sekali sehari.
5.      Ciptakanlah waktu berdua saja tanpa diganggu oleh anak-anak. Jadwalkan kegiatan berdua minimal setahun sekali (rekreasi keluarga).
6.      Janganlah mengungkit-ungkit masa lalu dan belajarlah dari kesalahan.
7.      Percayalah pada pasangan, dengan demikian telah terbukti bahwa anda menghormati pasangan anda.
8.      Bila Anda ragu atau curiga ungkapkanlah hal tersebut padanya.
9.      Pada saat pasangan Anda berbicara, pandanglah wajahnya sehingga ia tahu kalau Anda memperhatikan ucapannya, artinya jangan bermain di belakan dan jangan menuding dan menghakimi, dan pada saat bertengkar jagalah perkataan Anda (jangan sampai mengatakan sesuatu yang akan disesali nantinya) dan berusahalah tetap tenang dan tidak terbawa emosi, berusahalah tetap duduk.
10.  Jagalah rahasia hubungan Anda berdua.
11.  Jika ada kejenuhan di dalam keluarga, coba mengadakan rekreasi ketempat terindah yang masa lalu yang mengenangkan perjumpaan, contohnya ketempat pada waktu menyatakan cinta.
12.  Hal yang terakhir adalah hadirkanlah Allah di dalam keluarga anda, mohonlah kekuatan dari pada-Nya supaya ia dapat memberikan cahaya-Nya di dalam membina keluarga. Dan ciptakalah situasi Kerajaan Surga di rumah anda dan saling menghormati, mempercayai satu samalain, karena itulah ajaran Yesus Kristus kepada kita untuk saling mengasihi.

Tips-tips atau cara ini adalah yang saya tawarkan dalam membina keluarga yang bahagia, tatapi akan lebih mudah atau ampuh jika keluarga anda dapat menemukan, atau menambah tips-tips atau cara yang lain dalam membina keluarga yang bahagai, tetapi ingat jangan melangar hak, dan moral yang dapat menimbulakan perpecahan. Semoga tips-tips ini dapat membantu anda membina keluarga yang benar-benar beriman kepada Yesus Kristus demi terhujutnya keluarga yang bahagia. Salam,....




KELUARGA SEBAGAI GEREJA KECIL DAN TANTANGAN DALAM MENDIDIK IMAN ANAK PADA MASA KINI


  Oleh
Silvester Nyawai
KELUARGA SEBAGAI GEREJA KECIL DAN TANTANGAN DALAM MENDIDIK IMAN ANAK PADA MASA KINI
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang
1.2.      Tujuan Penulisan
1.3.      Metode penulisan
BAB II KELUARGA SEBAGAI GEREJA KECIL DAN TANTANGAN DALAM MENDIDIK IMAN ANAK PADA MASA KINI
2.1. Arti Keluarga
2.2.Keluarga Sebagai Gereja Keci
2.3.Keluarga Dasar Pendidik Iman Anak
2.4.Tantangan Keluarga Dalam Mendidik Iman Anak Pada Masa Kini
2.4.1.      Tantangan Dari Keluarga (Orang Tua)
2.4.2.      Tantangan Dari Anak
BAB III RELEVANSI
3.1.Bagi Orang Tua Katolik
3.2.Bagi Anak-anak Didik
3.3.Bagi Tenaga Kerja Pastoral
 BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2.Kritik Dan Saran



KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan restu-Nyalah penulis dapat menyeleseikan Makalah ini dengan baik. Makalah yang bertemakan ” Keluarga Sebagai Gereja Kecil Dan Tantangan Dalam Mendidik Iman Anak Pada Masa Kini” ditulis sebagai tugas yang diberikan oleh dosen pengampuh dari matakuliah Pembanguanan Jemaat. Dalam kesempatan ini, penulis mau memberikan ucapan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan memotivasi dan bantuaanya dalam penulis menyelesaikan makalah ini, terutama kepada:
1)      Bapak Antonius Tse sebagai pengampuh dari Matakuliah Pembangunan Jemaat.
2)      Orang Tua yang selalu membrikan dorongan kepada penulis dalam masa pendidikan dan pembinaan ini
3)      Ibu dan bapak kos yang selalu membatu dalam menyadarkan penulis akan tugas dan statusnya sebagai seorang pelajar
4)      Teman-teman yang selali setia dalam mendamping dan memotivasi
5)      Serta semua orang yang ikut terlibat di dalamnya, terutama melalui doa-doa  mereka.
Akhir kata, tidak ada bahasa dan kata yang terindah dari penulis sampaikan selain ucapan dari kerendahan hati penulis adalah terima kasih atas semuannya. Semoga Tuhan memberkati kita.
  BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  LATAR BELAKANG
Keluarga beriman Kristiani merupakan keluarga yang meyatakandirnya sebagai mempelai Allah. Dasar terbentuknya keluarga Kristiani adalah sakramen perkawinan.  Di mata orang katolik, keluarga Kristiani merupakan keluarga yang memiliki martabat luhur dan yang terpenting lagi dalam kehidupanny di dalam masyaraka dan gereja. Sebagai keluarga yang telah dipersatukan oleh Allah dalam ikatan sakramen perkawinan atas dasar cinta kasih.
Kepada keluarga tersebut Allah memberikan anugerah-Nya yaitu anak sebagai buah dari cinta antara pasangan suami dan istri, Allah mengingginkan kepada keluarga tersebut untuk mendidik anak mereka dalam nama-Nya. Dengan tugas yang demikain patulah keluarga tersebut dikatakan sebagai pendidik iman yang pertama.
Perkembangan zaman sekarang ini sangat memberi pengaruh yang luar biasa bagi keluarga dalam mendidik iman anak. Dalam hal ini, yang dibutukan dari keluarga adalah keteladanan dan sikap hidup sebagai orang yang beriman kepada Allah.
Melalui makalah ini, yang bertemakan tentang ”Keluarga Sebagai Gereja Kecil Dan Tantangan Mendidik Iman Anak Pada Masa Kini” penulis mau mengali lebih dalam lagi tentantan makna keluarga sebagai gereja kecil dan tantangan dalam mendidik anak pada masa kini.

1.2.  TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulis mengambil teman ini, penulis mengingginkan supaya:
1.      Keluarga dapat mengerti mengapa ia dikatakan sebagai gereja kecil.
2.      Supaya dapat menyadari peran dan sikap seperti apa yang harus ia lakukan dalam menyikapi makan sebagai pendidik iman pertama.
3.      Memampukan keluarga dalam menghadapi tantangan perkembangan zaman dalam mendidik anak
4.      Sebagai keluarga yang beriman yang telah dipersatukan oleh Allah, keluarga tersebut mengeri tugas-tugasnya dalam mendidik iman anak.

1.3.  METODE PENULISAN
Dalam menulis makalah ini, penulis mengunakan metode studi kepustakaan yang digunakan sebagai sumber utama, dan kemudian penulis juga mengunakan sumber-suber pendukung lainnya, seperti artikel, dokumen, majalah, kitab suci, kamus dan kenyataan hidup serta pengalaman penulis dalam mengikuti proses perkuliahan pembangunan jemaat ini.


BAB II
KELUARGA SEBAGAI GEREJA KECIL DAN TANTANGAN MENDIDIK ANAK PADA MASA KINI

2.1. ARTI KELUARGA
Keluarga merupakam bagian terkecil dari masyarakat dan Gereja. Pada kenyataannya, keluarga terbentuk atas dasar cinta antara dua pribadi yang mengikat diri dalam salah satu peristiwa besar (kelahiran, pernikahan atau imamat dan kematian) hidup manusia. Kaluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak, tidak bisa terlepas dari kehidupan sosial yang ada baik itu dalam masyarakat dan gereja di mana mereka berada. Dalam perjalananya, keluarga banyak sekali berdinamika dengan ruang yang sangat laus, dan pada dasarnya ruang ini juga baik secara langsung maupun tidak langsung ikut menciptakan, membentuk dan membangun sifat dan karakteristik keluarga tersebut.
Sebagai bagian terkecil dari masyarakat dan gererja, keluarga sangat berperan aktif dalam membina dan membentuk sikap dan kepribadian anak. Menciptakan generasi yang menjadi penerus merupakan hakekat dari suami dan istri dalam sebuah keluarga, terlebih-lebih keluarga yang beriman katolik. Telah diucapkan dalam sakramen perkawinan, bahwa kedua pribadi yang menjadi satu bersedia mendidik anaknya secara katolik artinya membaptis dan membesarkannya dalam nama Yesus Kristus sebagai batu sandungan (dasar hidup beriman).
Dalam Matius 19:6 dikatakan “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.  ungkapan Yesus ini mengatakan bahwa mereka meupakan dua pribadi yang telah disatukan oleh Yesus, artinya mereka adalah orang yang terhormat dimata Allah dan masyarakat. Dalam surat Santo Paulus kepada jemaat di Efesus 5, dikatakan bila perkawinan itu sah yang dilakuakn oleh dua pribadi yang telah dibaptis dalam nama Yesus, mereka bukan merupakan sebuah sakramen, akan tetapi mereka sebagai tanda dan rahmat (perkawinan suci) hubungan antara Allah dan jemaat-Nya.
Sadar akan status sebagai orang yang beriman yang telah dipersatukan dalam sakramen perkawinan, hendaklah keluarga tersebut benar-benar menunjukan dirinya sebagai keluarga yang beriman, karena dengan iman itulah yang akan memampukan keluarga tersebut dalam menjalin relasinya antara suami dan istri, anak, masyarakat, Gereja dan terlebih-lebih Allah yang telah mempersatukan mereka.
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memilik bermacam-macam fungsinya, diantaranya ialah secara Biologis fungsi keluarga, diharapkan agar keluarga dapat menyelenggarakan persiapan-persiapan perkawinan bagi anak-anaknya, karena dengan perkawinan akan terjadi proses kelangsungan keturunan. Secara Pemeliharaan fungsi keluarga diwajibkan untuk berusaha agar setiap anggotanya dapat terlindung dari gangguan-gangguan, yang pada intinya harus dapat menciptakan rasa aman, tentran dan nyaman. Secara Ekonomi fungsi adalah orang tua diwajibkan untuk berusaha keras supaya setiap anggota keluarga dapat cukup makan dan minum, cukup pakaian dan tempat tinggal.
Fungsi Keagamaan, keluarga diwajibkan untuk menjalani dan mendalami serta mengamalkan ajaran-ajaran agama dengan pelakunya sebagai manusia  yang takwa kepada Tuhan YME. Secara sosial fungsi, ialah keluarga berusaha untuk mempersiapkan anak-anaknya bekal-bekal selengkapnya dengan memperkenalkan nilai-nilai dan sikap yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan-peranan yang diharapkan akan mereka jalankan kelak bila sudah dewasa.

2.2. KELUARGA SEBAGAI GEREJA KECI
Keluarga sebagai gereja kecil memiliki pengertian tempat Yesus Kristus hidup dan berkarya untuk keselamatan manusia dan berkembangnya kerajaan Allah. Angggota-anggota keluarga yang terpanggil untuk iman dan hidup kekal adalah” peserta-peserta dalam lingkup kodrat ilahi” (2 Pet 1,4). Artinya setiap anggota keluarga itu mengambil bagian dalam kodrat ilahi. Dalam ensikliknya Evangelii Nutiandi, Paus Paulus VI mempertajam pengertian pengertian keluarga sebagai Gereja keci, beliau menuliskan: 
Keluarga patut diberi nama yang indah yaitu sebagai Gereja rumah tangga (domestik). Ini berarti bahwa di dalam setiap keluarga Kristiani hendaknya terdapat bermacam-macam segi dari seluruh Gereja.”  

Sebagai Gereja, keluarga itu merupakan tubuh Yesus Kristus, sebagai Gereja juga, setiap keluarga dipanggil untuk menyatakan kasih Allah yang begitu luar biasa baik di dalam maupun di luar keluarga. Oleh karena itu, setiap anggota keluarga diberi makan sabda Allah dan sakramen-sakramen. Mereka pun seharusnya bisa mengungkapkan diri dalam cara pikir dan memiliki tingkah laku yang sesuai dengan semangat injil. Keluarga sebagai gereja mini diharapkan menjadi tempat yang baik bagi setiap orang untuk mengalami kehangatan cinta yang tak  mementingkan diri sendiri, kesetiaan, sikap saling menghormati dan mempertahankan kehidupan. Inilah panggilan khas keluarga Kristen dan apabila mereka menyadari panggilannya ini, maka keluarga menjadi persekutuan yang menguduskan, di mana orang belajar menghayati kelemahlembutan, keadilan, belaskasihan, kasih sayang, kemurnian, kedamaian, dan ketulusan hati. (bdk.Ef 1:1-4).
2.2.1  Membangun persekutuan cinta di antara pribadi-pribadi dalam keluarga.
Dasar hidup atau hubungan bersama dalam keluarga antar suami dan istri adalah cinta kasih,  maka persekutuan suami-isteri yang ditandai dengan saling mengenakan cincin pernikahan. Maka suami-isteri berjanji setia untuk saling mengasihi baik dalam untung maupun malang sampai mati alias tidak akan bercerai. Cinta kasih juga tidak diketahui awalnya karena cinta kasih itu berasal dari Allah, dengan kata lain yang mempertemukan atau menyatukan suami-isteri adalah Allah sendiri.
Perbedaan antara pria dan wanita, suami dan isteri ini menjadikan suatu daya tarik untuk saling bersatu, mengasihi serta melengkapi satu sama lain. Hendaknya perbedaan ini tidak hanya dipahami secara fisik melulu, seperti perbedaan alat kelamin, wajah dan lain-lain, tetapi juga aneka perbedaan yang lain seperti hati, jiwa dan akal budi juga menjadi daya tarik untuk semakin bersatu dan mengasihi. Perbedaan yang ada di antara kita merupakan karya ciptaan Allah atau anugerah Allah yang sangat indah. Bukankah jutaan atau milyaran manusia di dunia ini tidak ada yang sama persis atau identik. Maka ketika muncul perbedaan kata, cara bertindak, selera hendaknya tidak menjadi awal perpecahan melainkan awal membangun persekutuan atau kebersamaan. Memang apa yang berbeda dapat menjadi masalah, tetapi ingatlah bahwa apa yang disebut dengan masalah merupakan sesuatu yang menggerakkan atau menghidupkan kita untuk bertindak.
Permasalahan dalam keluarga bukanlah menjadikan awalnya perpisahan, hendaklah permasalahan dalam keluarga dijadikan awalnya untuk membangun tali kasih yang telah retak, karena rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di korintus mengatakan bahwa kasih itu adalah “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar  menanggung segala sesuatu  Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. ” (1Kor 13:48).   Persekutuan cinta suami isteri menemukan puncaknya yang luar biasa dalam persetubuhan yang kemudian membuahkan kehidupan baru. Dari persetubuhan suami-isteri sebagai perwujudan saling mengasihi atau kasih bertemu kasih ada kemungkinan tumbuh manusia baru atau anak yang tidak lain adalah buah kasih, kehidupan baru yang membahagiakan, menjanjikan penuh harapan, maka disambut dengan ceria, bahagia. Karena kasih atau kehidupan baru tersebut merupakan anugerah Allah atau hadiah/anugerah atau kado dari Allah, maka dari pada itu hendaklah buah kasih itu harus dilayani dan didik sebaik mungkin karena itu adalah hadiah dari Allah.
2.2.2        Memberikan pendidikan iman yang baik kepada anak-anak.
Pendidikan iman adalah merupakan sesuatu yang penting bagi anak-anak. Di tengah dunia dewasa ini yang begitu sulit, pendidikan iman merupakan bekal penting untuk menjaga anak-anak agar tidak terbawa arus kemajuan zaman, dalam hal ini, tugas pendidikan ini pertama-tama ada dalam keluarga. Dalam keluarga banyak hal yang diajarkan kepada anak-anak, contahnya anak-anak belajar dan dididik untuk mengenal dan mempelajari nilai-nilai religius. Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak-anak untuk mempelajari dan menghayati nilai-nilai kehidupan, termasuk nilai-nilai agama. Dengan demikian, orang tua mempunyai tanggung jawab besar untuk mendidik anak-anaknya agar semakin dewasa baik secara jasmani maupun rohani.
“Karena mereka meneruskan kehidupan kepada anak-anaknya, maka orang tua mengemban tugas maha berat, yakni mendidik putera-puteri dan sebab itu mereka harus diakui sebagai pendidik yang pertama dan utama.

Konsili Vatikan II dalam pernyataan tentang pendidikan Kristen GE No 3 mengatakan bahwa orang tua yang telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, terikat kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Oleh karena itu, orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama. Begitu pentinglah tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan, sangat sukar pula dapat dilengkapi.
Sejak dini, anak-anak harus diberikan bekal kehidupan rohani yang baik. Dalam ajaran dan pedoman tentang pendidikan Katolik dikatakan:
“dalam keluarga Kristen, yang dilengkapi rahmat dan tugas sakramen nikah, anak-anak sejak dini harus diajar memandang dan menyembah Allah dan mencintai sesama sesuai iman yang diterima dalam permandian.”
Demikian juga ditekankan dalam Katekismus Gereja Katolik artikel 2226 dijelaskan: 
“Pendidikan iman oleh orang tua sudah harus mulai sejak masa anak-anak. Ia mulai dengan kebiasaan bahwa anggota-anggota keluarga saling membantu, supaya dapat tumbuh dalam iman melalui kesaksian hidup yang sesuai dengan Injil.”

Paus Yohanes Paulus II dalam anjuran apostoliknya Familiaris Consortio mengatakan bahwa pendidikan iman itu adalah usaha orang tua untuk memberikan semua pokok yang anak butuhkan untuk pencapaian kedewasaan pribadi secara Kristiani. Orang tua perlu mengajarkan bahwa betapa dalam dan besarnya cinta kasih Allah dalam Yesus Kristus kepada manusia. Kemudian membimbing anak-anak untuk menerima dan menghayati iman Kristiani. Mereka juga dibantu untuk semakin menyadari diri sebagai anak-anak Allah, saudara-saudari Yesus Kristus, kenisah Roh kudus dan anggota Gereja.
Melalui pelayanan pendidikan dan melalui kesaksian pribadi, orang tua bagi anak-anaknya adalah bentara pesan cinta Injil yang pertama. Jika orang tua berdoa bersama-sama dengan anak-anak, membaca sabda Tuhan dengan mereka, dan memperkenalkan mereka kepada Tubuh Kristus melalui Ekaristi dan Gereja, orang tua tidak hanya menurunkan kehidupan fisik mereka tetapi juga kehidupan mereka di dalam Roh.
Orang tua Kristen harus berusaha memperkenalkan kepada anak-anaknya bagaimana berdoa dan praktek kehidupan liturgi. Mereka seharusnya menghadirkan pada anak-anaknya pengenalan yang cukup akan sakramen-sakramen. Kemudian orang tua akan membantu anak-anaknya dengan menjadi saksi iman bagi mereka. Mereka perlu mendukung anak-anaknya untuk bertumbuh dalam kekudusan, membantu anak-anaknya untuk bisa mengontrol dirinya sehingga bisa mencapai kepenuhan kerajaan Kristus.
2.2.3        Mempersiapkan, memelihara dan melindungi berbagai panggilan yang ditumbuhkan Allah
Setiap keluarga Kristen juga dipanggil untuk mempersiapkan, memelihara dan melindungi berbagai panggilan yang ditumbuhkan Allah dalam keluarganya artinya panggilan untuk bersatu dengan Allah.
2.2.4        Berperan serta dalam kehidupan dan misi gereja.
Pertama-tama setiap anggota keluarga perlu menyadari dan menghayati bahwa relasi atau komunikasi antar anggota keluarga merupakan komunikasi iman dan kiranya di dalam keluarga perlu juga diselenggarakan kegiatan doa atau pendalaman iman bersama. Dan setelah itu, mereka harus menyadari bahwa mereka juga harus berperan serta dalam hidup dan misi gereja yang melanjutkan tugas perutusan para rasul dari Yesus yaitu :”Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”  (Mat 28:18-20).

2.3      KELUARGA DASAR PENDIDIK IMAN ANAK
Keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat dan Gereja, keluarga terbentuk atas dasar cintakasih, dari cinta kasih antara suami dan istri yang telah dipersatukan oleh Allah lahirlah anak sebagai hadiah atau kado dari Allah yang dinugerahkan kepada pasangan suami dan istri tersebut. Kepada keluarga tersebut, Allah menitipkan anak dan keluarga memiliki kewajiban untuk mendidik anak-anak mereka dengan penuh cinta kasih.
Sebagai titipan Allah dan sekaligus juga citra Allah, setiap anak hendaknya harus sepenuh-penuhnya mereka hargai, mereka cintai, mereka asuh, dan mereka didik, sehingga kelak di kemudian hari ia mampu dan berhasil mengasihi Allah dan sesamanya. Allah menghendaki bahwa keluarga menjadi tempat utama bagi lahir dan tumbuh kembang setiap anak. Allah juga menghendaki bahwa keluarga menjadi tempat pendidik iman anak yang pertema sebelum anak tersebut mendapat pendidikan yang lainnya seperti sekolah. Dalam hal ini, hendaklah keduan orang tua tersebut memberikan teladan dan pengajaran  iman yang baik kepada anak-anak mereka, karena untuk mendidik anak bukalah saja terletak pada perkataan saja, melainkan kepada kpribadiaan yang baik dalam menjalin relasi dengan sesama terlebih-lebih dalam hal iman.
Pendidikan yang dimaksudkan adalah usaha orang dewasa untuk mengembangkan dan membentuk kepribadian-kepribadian anak didik. Usaha tersebut menyangkut berbagai bidang, karena kepribadian setiap anak mempunyai berbagai dimensi, yakni, dimensi fisik, dimensi mental, dimensi moral, dimensi sosial, dan dimensi spiritual, maka pendidikan anak merupakan suatu proses yang panjang dan menuntut perhatian orangtua pada berbagai hal. Hal-hal umum yang penting untuk diperhatikan dalam mendidik anak adalah
  1. Pemenuhan gizi yang secukupnya
  2. Teladan di dalam hidup
  3. Perhatian dan kasih sayang
  4. Cinta kasih
  5. Keterbukaan dalam keluarga
  6. Sikap kedisplinan
Selain hal-hal tersebut, adahal yang tidak boleh dilupakan dalam mendidik anak yaitu pendidikan dalam hal iman. Sebagai orang yang beriman kepada Allah, dan memiliki keyakinan bahwa anak merupakan anugerah dari Allah, hendaklah juga orang tua membesarkan anak mereka dalam hal iman. Pendidikan iman adalah proses dan usaha-usaha orang-orang dewasa untuk membantu anak-anak muda agar mereka mampu menghormati dan mengasihi Allah, Pencipta dan Penyelamat. Hormat dan kasih manusia terhadap Allah itu biasanya berkembang bersamaan dengan perkembangan seluruh kepribadiannya. Bila seseorang semakin dewasa secara menyeluruh, maka biasanya ia juga semakin dewasa dalam iman.
Pada usia kanak-kanak, penghayatan iman seseorang biasanya masih berciri egosentrik (terpusat pada dirinya), emosional (lebih berhubungan dengan perasaannya), konkrit (lebih banyak terkait dengan penyerapan inderawinya), dan spontan (terjadi tiba-tiba, tidak teratur, dan sangat terkait dengan pengalaman di satu tempat dan pada satu saat saja).
Barulah kemudian, pada usia dewasa, penghayatan iman seseorang lebih berciri sosial (diamalkan pada relasinya dengan sesama manusia), rasional (melibatkan penalaran dan perenungan dengan budi yang jernih dan hatinurani yang bening), abstrak (tidak terlalu terkait pada pengalaman inderawi di satu tempat dan pada satu saat saja), dan sistematik (teratur, saling terkait, membentuk anyaman penghayatan yang bersinambung).
Mengingat ciri-ciri dari penghayatan iman yang disebut di atas, orangtua dan para pendidik yang lain hendaknya berusaha agar semua upaya pendidikan iman sungguh sesuai dengan kemampuan dari orang-orang muda yang mereka dampingi. Pendidikan iman bagi anak-anak kecil hendaknya dilakukan melalui cara-cara yang sederhana dan menyentuh perasaan, tidak terlalu menuntut penalaran, dan mengandung contoh-contoh konkrit dari peristiwa sehari-hari.
Di samping memperhatikan hal-hal yang sudah disebut di atas, orangtua kiranya perlu juga mengetahui hal-hal berikut, yang merupakan faktor-faktor pendukung dalam perkembangan iman anak :
1)      Keyakinan dalam diri anak bahwa dirinya dianugerahi Allah berbagai talenta : Sebagai citra Allah, setiap anak di-anugerahi berbagai talenta. Talenta itu bagaikan sebuah benih, yang masih dapat bertumbuh dan berkembang. Menyadari hal itu, orangtua hendaknya membantu anak-anak, agar mereka memahami diri sebagai insan yang berpotensi, karena telah di-anugerahi berbagai talenta oleh Sang Pencipta sendiri.
2)      Teladan iman dari orangtua dan orang-orang dewasa yang lain : Iman anak-anak hanya dapat berkembang bila mereka hidup bersama dengan orangtua dan orang-orang dewasa yang sungguh beriman. Sebagai insan yang masih belia anak-anak memerlukan teladan iman dari kedua orangtua dan orang-orang dewasa yang lain.
3)      Rasa aman untuk mengagumi dan bertanya : Melalui perkembangan imannya, seorang anak berkembang mendekati kebaikan dan kebenaran. Kebaikan dan kebenaran itu dapat dicapainya bila ia lebih dahulu boleh mengagumi segala sesuatu yang dilihatnya. Kekaguman itu kemudian akan berlanjut pada tampilnya aneka pertanyaan jujur, yang menuntunnya menuju kebenaran. Karena itu, bagi setiap anak haruslah diusahakan adanya rasa aman untuk menyatakan kekagumannya dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan tentang segala hal. Orang tua dan orang-orang dewasa yang lain hendaknya memelihara rasa aman itu, bagi semua anak.
4)      Dorongan untuk mencintai alam beserta segala isinya : Perkembangan iman mengantar setiap anak semakin dekat dengan Allah. Kedekatan anak dengan Sang Pencipta itu dapat dipacu bila ia dibantu secara bertahap untuk lebih dahulu menghargai dan mencintai ciptaanNya, yakni alam semesta beserta isinya, terutama makhluk-makhluk hidup, dengan manusia sebagai puncaknya.

2.4.TANTANGAN KELUARGA DALAM MENDIDIK IMAN ANAK PADA MASA KINI
Pada zaman sekarang dapat dikatakan zaman yang seba cangih, instan mengapa demikian, karena pada zaman sekarang adalah jaman di mana orang serba dipermudah dalam segala hal, tindakan, dapat dikatakan juga pada zaman sekarang orang semakin dipersempit ruangnya dalam segala aspek kehidupan. Era teknologi yang serba cangih dan terus menerus berkembang sesuai dengan pemintaan konsumen. Dalam hal ini, banyak orang berlomba-lomba untuk memilikinya.
Pada zaman ini juga orang dapat berkomunikasi dengan sesamanya dengan media masa yang ada, contohnya HP dan lain-lain. Begitu banyaknya korban yang termakan oleh arus perkembangan zaman, sampai-sampai ia tidak sadar akan posisi, dirinya sendiri dan identitasnya. Perkembangan dan kemajuan pada kenyataannya memiliki dampak positif, akan tetapi oleh para pengunannya, hal tersebut bukan lagi orang yang mengontrolnya akan tetapi sebaliknya. Kenyataan dilapangan sangat jelas sekali mengatakan bahwa manusia sekarang belum siap untuk menerima atau masuk dalam perkembangan zaman, buktinya banyaknya pencurian, perampokan dan tindakan-tindakan kriminal-kriminal yang semakin membara di tanah air kita tercinta ini.
Semakain hebatnya perkembangan zaman ini, sangat memberi pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan dan pola pikir anak-anak sekarang. Kebiasaan instan itu bukannya digunakan secara tindakan moral yang baik akan tetapi penyimpanghan-penyimpangan yang terjadi dikalangan para remaja sekarang ini. Jika ditelusuri lebih dalam lagi, dampak dari perkembangan itu bukan hanya pada kehidupan sosial mereka, juga berdampak pada iman mereka.
Menyadari hal itu, tidak jarang juga keluarga katolik juga ikut ambil bagian segelintir orang yang tidak bisa menerima perkembangan zaman dengan baik. Dalam hal ini, untuk menjaga keutuhan nilai moral dan religius sangat dibutuhkan peran serta aktif keluarga dalam mendidik anak dan mempersiapkan mental anak-anak mereka sebelum mereka masuk dalam dunia yang demiakian.
Tantangan apa saja yang menjadi penghambat atau yang menjadi permasalahan dalam  pembinaan dari keluarga.
2.4.1.      Tantangan Dari Keluarga (Orang Tua)
Tindakan anak yang tidak mau mendengar nasihat orang tua, berbuat sesuatu semaunya sendiri atau melawan orang tau, dalam hal ini orang tua merasa mendapat tantangan dalam membina atau mendidik anak, akan tetapi jika ditelusuri lebih dalam lagi, meka dapat dikatakan bahwa orang tau itulah yang memiliki masalah (salah mendidik anak). Kalau bicara tantangan, sebenarnya tantangan yang pertama dan paling utama, berasal dari orang tua sendiri. Tantangan dari diri orang tua lebih bisa disebut kesalahan-kesalahan orang tua dalam mendidik anak atau dalam membangun hubungan dengan anak-anaknya.
Ketika melihat pernyataan di atas, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan atau dibenahi untuk orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
A.     Gagal Menjadi Pendengar: Menjadi pendengar yang baik itu berarti mendengarkan dengan sungguh-sungguh tanpa menginterupsi dan tanpa terganggu oleh keadaan sekitar, atau memalingkan perhatian ke hal yang lain selama anak bercerita. Dengan mendengar anak-anak secara aktif berarti menganggap bahwa mereka cukup istimewa untuk menerima perhatian penuh, namuj yang terjadi adalah sangat jarang orang yang mau mendengarkan sharing anak-anak mereka, biasanya orang tua langsung menghakimi atau memberikan marahan kepada anak-anak mereka.
B.     Gagal Untuk Berbagi: Anak-anak membutuhkan perhatian, diajak berbicara, kebenaran, kepercayaan, sentuhan, ucapan terima kasih. Itu semua adalah bentuk dari kesediaan kita sebagai orang tua untuk berbagi kepada anak. Kegagalan untuk berbagi ini bisa disebabkan karena kesibukan orang tua sehingga tidak punya waktu atau kurang waktu untuk bertemu dengan anak. Dengan demikian, anak tersebuty tidaka dapat merasakan belaian kasih sayang dari orang tua, dan pada akhirnya anak tersebut tidak pernah mendapat pendidikan dari orang tua.
C.     Tidak Konsisten: Kadangkala orang tua sendiri tidak konsisten dengan apa yang mereka katakan, sehingga gagal menegakkan aturan dan norma kebenaran dalam rumah. Bila orang tua tidak konsisten, maka anak akan berpikir bahwa setiap aturan yang diterapkan dalam rumahnya, tidak kuat dan gampang untuk dilanggar. Seringkali orang tua membuat aturan, ketika anak melanggar, orang tua menghukum, tetapi ketika orang tua melanggar, siapa yang menghukum. Sikap konsisten tidak hanya menyangkut aturan, tetapi juga janji-janji yang diucapkan kepada anak. Anak-anak di sekolah minggu diajari bahwa Janji Tuhan Ya dan Amin, artinya selalu ditepati. Darimana mereka belajar, penggenapan janji ini, kalau tidak dari orang tuanya.
D.     Gagal Menjadi Teladan: kebijakan otrang tua dalam menjalin hubungan keluarga sangat berperan juga dalam memberi pendidikan kepada anak-anak, namun sering terjadi pertenkaran yang terjadi antara suami dan isteri. Dengan melalui suasana yang demikian maka terjadi suasana yang kurang harmonis lagi dalam keluarga, anak akan merasa tertekan anak suasana yang demikian, anak tidak merasa aman.
E.      Orang tua ibarat guru: sebagai guru, hendaklah orang tua harus memberi teladan yang baik, namun itu tidak anakn terlaksana, karena keegoan orang tua yang tidak mendengarkan keluhan anak-anak mereka, dalam hal ini tidak secara langsung orang tua telah memberikan teladan yang kuarang baik kepada anak-anak mereka, maka bisa dipastikan, suatu saat perilaku anak akan menjadi bumerang yang menyusahkan kita. Anak adalah peniru yang ulung. Anak akan mengucapkan apa yang dia dengar dan melakukan apa yang dia lihat.
F.      Gagal Membina Cinta Kasih: sangatlah dituntut di dalam keluarga suasana cinta kasih. Jika terjadi ketidak harmonisnya dalam keluarga apakah suasan kasih itu dapat tercipta, malah sebaliknya yang hanya ada adalah pertengkaran, perselisihan dan saling mementikan diri sendiri. Jika tidak ada cinta antara suami dan istri bagai mana mereka dapat memberikan kasih kepada anak-anak mereka, masalah ini sangatlah memberikan sumbangan yang besar bagi perkembangan anak-anak dalam menuju kedewasaan imannya.
2.4.2.      Tantangan Dari Anak
Pergaualan dan relasi yang semakin luas sangat mempengaruhi prilaku dan pola pikir anak. Di zaman sekarang, seperti yang dikatehui, hampir setiap anak dapat menguasi media masa yang ada. Sesuatu yang menjadi hayalan dalam benak mereka, dan pada akhirnya mereka dapat melihatnya bahkan mereka dapat melakukannya dengan fasilitas yang ada.
Dapat dikatakan bahwa pada zaman sekarang perkembangan anak-anak sangat dipengaruhi oleh media masa yang sangat canggih. Dengan media masa yang mereka miliki atau mereka ketahui, mereka bukan hanya dapat berhayal saja bahkan secara perlahan-lahan merasuki mereka dan membuat mereka dapat mengikuti apa yang telah mereka lihat. Tantangan seperti apakah yang dihadapi oleh anak-anak yang tidak dapat dididik.
A.     Kurang dihargai oleh orang tua. Dalah hal ini, pendapat dan keberadaan mereka tidak diterima oleh keluarga tersebut, mereka dianggap sebagai batu sandungan bagi keluarga tersebut, sehingga mereka berontak dan pada akhirnya mereka tidak peduli lagi dengan teguran dan didikan deri orang tau.
B.     Arus Media: dengan media masa yang ada mereka dapat meliah dan mempraktekannya dalam hidup mereka. Pada masa remaja, anak-anak sangat rentan sekali anak masalah-masalah yang ada, di mana apa yang mereka lihat, dapatkan akan menjadi pembentukan karakteristik mereka. Dengan ini akan memberi sumabangan bagi terhambatnya perkembangan iman mereka. Mereka lebih suka bermain facebook di internet dari pada pergi menggikitu misa pada hari minggu.
C.     Teladan yang baik: orang tua hanya menyuruh mereka pergi ke gereja, akan tetapi dari orang tua itu sendiri tidak melaksanakan atau tidak pergi ke gereja. Hal ini juga sangat mempengaruhi perkembangan iman mereka.
Sebagai keluarga Kristiani yang baik dan beriman sebenarnya tantangan dalam mendidik iman anak bukanlah menjadi dasar permasalah dalam membina iman anak-anak, karena pada dasarnya keluarga Kristiani adalah keluarga yang terbentuk atas dasar cinta dan dalam ikan cinta itu Allah hadir ditengah-tengan keluarga tersebut. Akan tetapi permasalahnya adalah teladan dan sikap kekatolikan keluaga tersebut tidak terbina dengan baik, sehingga buah dari keluarga tersebut (anak) tidak mendapat pembinaan iman yang baik, dan pada akhirnya terjadilah permasalah-permasalah atau kenakalan-kenakalan anak tersebut yang tidak menunjukan dirinya sebagai orang yang beriman.
Orang tau kriastiani yang telah dipersatukan oleh Allah dalam ikatan cinta kasih pada sakramen perkawinan hendaklah mendidik anaknya sesuai dengan iman mereka, dalam hal ini orang tua bukan hanya menjadi orang yang suka berkomentar atau menganjurkan saja akan tetapi hendaklah orang tua harus memberi contoh yang baik kepada anak-anak mereka.

BAB III
RELEVANSI
3.1.BAGI ORANG TUA KATOLIK
Terbentukanya katolik atas dasar cinta yang telah dipersatukan oleh Allah dalam sakramen pernikahan, maka dari pada itu setiap pasangan suami-istri dipanggil dan diutus memimpin dan melayani keluarganya sebaik mungkin yang didasarkan atas cinta yang telah dianugerahkan oleh Allah.
Sebagai orang yang beriman, hendaklah keluarga tersebut benar-benar mendasarkan kehidupan keluarga mereka atas dasar iman Kristiani yang baik, dalam hal ini segala tidakan dan perilaku keluarga harus dapat menghayati iman mereka dengan baik. Dalam hal ini tugas apa saja yang harus dilakukan oleh keluarga yang beriman kepada Yesus Kristus:
A.     Menghayati relasi timbal-balik antara mereka berdua sebagai sakramen
Keyakinan katolik bahwa perkawinan merupa-kan sebuah sakramen tidak boleh menjadi sebuah konsep teologis belaka. Keyakinan itu perlu dan dapat diwujudkan secara nyata oleh suami-istri, yakni dengan sungguh-sungguh saling mengasihi, seperti Kristus benar-benar mengasihi umat-Nya (Ef 5:21-33). Dalam hal ini, perlulah diusahakan terciptanya kesetaraan dan keadilan gender. Suami tidak selayaknya bersikap dan bertindak sebagai atasan bagi isterinya. Demikian pula sebaliknya, istri tidak selayaknya bersikap dan bertindak sebagai bawahan dari suaminya.
B.     Mengasuh dan mendidik anak-anak secara katolik
Kasih suami-istri tidak boleh berhenti dengan kasih timbal-balik antara mereka berdua. Kasih itu hendaknya meluas sampai pada semua anak, yang dianugerahkan Allah kepada mereka. Karena itulah Gereja selalu mengajar-kan, bahwa tugas mengasuh dan mendidik anak-anak merupakan kelanjutan kodrati dari tugas mengandung dan melahirkan mereka. Maka, orangtua yang mengandung dan melahirkan anak-anak dengan gembira hendaknya juga mengasuh dan mendidik mereka dengan bersemangat.

C.     Membangun keluarga sebagai Gereja kecil
Keluarga katolik tidak hanya merupakan kumpulan beberapa orang yang se-agama, melainkan juga sebuah paguyuban, yang bersatu berdasarkan iman dan kasih. Suami-istri, sebagai pemimpin keluarga, dipanggil untuk membangun keluarga mereka menjadi sebuah Gereja kecil, sebuah kelompok orang-orang yang guyub dan se-iman. Suami-istri dipanggil dan diutus untuk mendorong keluarganya, agar secara teratur dan dengan tekun menimba rahmat dari Tuhan, dengan doa-doa pribadi maupun doa bersama.
D.    Membangun keluarga yang mandiri
Keluarga-keluarga katolik, seperti keluarga-keluarga yang lain di negara kita, pada umum-nya merupakan keluarga-keluarga miskin. Meskipun demikian, keluarga-keluarga katolik diharap berusaha sekuat tenaga untuk hidup mandiri, juga di bidang ekonomi rumah tangga, bahkan masih rela memberikan bantuan kepada keluarga-keluarga lain yang lebih miskin lagi.
E.     Ikut membangun Gereja
Sebagai Gereja kecil, keluarga kristiani merupakan sel terkecil dari Gereja yang lebih besar, yakni umat se-lingkungan, umat se-wilayah, atau umat se-paroki. Karena itu, suami-istri dipanggil memberikan sumbangan positif demi perkembangan umat seiman, terutama yang hidup di sekitar mereka. Sumbangan positif itu sekurang-kurangnya berupa partisipasi aktif dalam perayaan Ekaristi, terutama pada hari Minggu dan pada Hari-Hari Raya.
F.     Ikut membangun masyarakat
Sebagai unit sosial terkecil, yang mempersatu-kan beberapa warga masyarakat, yang bersatu karena perkawinan atau hubungan kekerabatan, keluarga merupakan sel terkecil dari masyarakat yang lebih besar, yakni rukun tetangga, rukun warga, atau masyarakat kota/kabupaten setempat. Karena itu, suami-istri katolik dipanggil untuk mengambil bagian dalam usaha masyarakat ke arah kondisi yang lebih baik, terutama dengan menentang korupsi, kekerasan, dan kerusakan lingkungan hidup.

3.2.BAGI ANAK-ANAK DIDIK
Anak-anak merupakan anugerah dan titipan Tuhan. Dengan kata lain, ayah-ibu adalah orang-orang yang oleh Tuhan dititipi anak-anak, putra-putri terkasih Beliau sendiri. Ayah-ibu bukanlah pemilik melainkan pendamping dan pelindung anak-anak Tuhan, karena itu, selayaknyalah anak-anak selalu bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan, yang karena telah menganugerahkan ayah dan ibu kepada mereka. Anak-anak juga diharap berterimakasih, menghormati dan menghargai ayah dan ibu, sebagai wakil Tuhan di rumah mereka.
Anak-anak diharap menyadari dan mengakui bahwa keluarga mereka merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama. Ayah dan ibu adalah pendidik mereka yang pertama dan utama. Para guru dan para pembina lain di luar rumah tidak menggantikan peran ayah dan ibu. Mereka melengkapi peran ayah dan ibu itu.
Dengan kesadaran yang demikian akan membawa perkembang iman kepada anak-anak untuk menuju kepada kedewasaan iman yang lebih mantap. Sebagai anak-anak hendaklah ia harus menuruti orang taunya, karena dengan kasih dan cinta ia dibesarkan. Dalam hal ini juga akan-anak harus memiliki kesadaran yang penuh, karena apa yang dilakukan oleh orang tuanya adalah semuannya untuk dia.
Peran anak dalam keluarga adalah harus mengunakan keparcayaan yang telah diberikan oleh orang tua kepadanya, hal lain ialah mendoakan orang taunya tindakan yang sangat mulia sekali. Sadar akan kekurangan keluarga makanya anak-anak harus ikut berpartisipasi dalam membina iman keluaga. Memberikan teladan yang baik dalam setiap pergaulan dan ikut terlibat dalam kegiatan di lingkungan dan gereja serta diman ia berada akan memampukan dia dalam berkembang menjadi dewasa.  Rahmat pembaptisan yang telah diterimanya hendaklah di hujudnyatakan dalam segala tindakannya dalam hidup mengereja dan sebagai orang yang telah menyatakan Yesus Kristus sebagai sumber hidupnya. Maka dengan demikian ia akan membentuk pribadi yang benar-benar beriman yang dewasa di dalam Tuhan.

3.3.BAGI TENAGA PASTORAL
Tenaga pastoral atau katekis merupakan orang yang telah menerima pembaptisan dan bersatu dengan Yesus Kristu, serta orang yang menyatakan kesanggupannya sebagai pewarta sabda Allah dalam segala zaman. Dalam hal ini, tenaga pastoral hendaknya harus memiliki kepekaan yang sangat mendalam akan tugasnya, mempu membaca situasi dan kondisi yang terjadi didalam umatnya.
Pembinaan dan pendampingan yang diberikan oleh tenaga pastoral haruslah terstruktur, terkoordinasi serta mampu membaca apa yang menadi permasalah dalam umatnya. Pembinaan yang diberikan hendaklah relevan dnegan apa yang dibutuhkan oleh umatnya terutama oleh keluarga katolik dewasa ini. Pengajaran yang bersifat klasih hendaklah dijauhi, karena perkembangan media masa pada masa kini benar-benar mempengaruhi pola pikir dan tindakan orang atau keluarga.
Hendaklah dogma dan ajaran Gereja menjadi penerang atas peristiwa-peristiwa hidup umat, bukanlah hal yang pertama melainkan hal yang sebagai pengobat atau suara Tuhan yang selalu menyapa dan mengginginkan kepada mereka untuk kembali kepada Tuhan dan mendasarkan-Nya dalam ikatan kasih dalam segal aspek kehidupan terutama dalam kelauarga Kristiani.
Tindakan dan teladan atau sikap hidup dari tenaga pastoral atau katekis juga sangat memberikan sumabangan yang besar bagi perkembangan iman umat. Pada intinya hendaklah tenaga pastoral atau katekis benar-benar menghayati imannya seperti Yesus yang penuh kasih yang menjadi ia wartakan. Sehubungan dengan ini, hendaklah para petugas pastoral atau katekis menjalin relasi yang intim dengan Yesus Kristus atau Bunda-nya, mohon kepada-Nya agar Ia memberikan berkah, kebijaksanaan, serta Roh Kudus-Nya supaya dapat berkata-kata dalam tugas dan kerja sebagai pengembala umat-Nya.

BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Dasar dari terbentunya keluarga kristiani adalah sakramen perkawinan ” Matius 19:6 “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.. ayat injil ini menekankan kepada dua pribadi yang telah dipersatukan oleh Allah membentuk sebuh keluarga yang didasarkan pada cinta kasih.
Gereja memberikan pengajaran bahwa Allah memberikan dan sekaligus memnberkati perkawinan demi tujuan tertentu, yaitu bersatu dengan-Nya dalam hubungan cinta kasih yang telah dibina oleh pasangan suami dan istri. Ada beberapa pengertian keluarga diantaranya adalah
A.     Kitab Suci Kejadian 1-2 mengatakan bahwa keluarga adalah unit dasar dari masyarakat, menurut rencana Allah, keluarga terdiri dari satu pria, satu wanita, dan anak-anak.
B.     Keluarga juga merupakan tempat pertama dan utama sebagai tempat pendidikan
C.     Dalam keluarga juga tumbuh benih-benih pemimpin, maka dari pada itu hendaklah keluarga tersebut memberikan pelatihan bagi para calaon pemimpin.
D.     Dalam beberapa dukumen gereja, mengatakan bahwa keluarga merupakan bagian terkecil dari gereja yaitu gereja kecil atau gereja mini, maka dari pada itu setiap anggota keluarga haruslah berusaha untuk mengenal dan mengalami kasih Tuhan.
Keluarga Kristiani adalah keluarga yang membuka diri dengan penuh cinta kasih kepada masyarakat maupuin gereja, dengan keterbukaan itu maka kehangatan kasih dan persaudaraan bukan hanya untuk anggota keluarga tapi juga bagi masyarakat sekitarnya. Dalam hal ini keluarga terbuka untuk siapa saja yang ingin melakukan kehendak Allah. Seperti apakah keterbukaan itu, keterbukaan mau menerima dan menghargai pribadi yang dalam bekerja sama dengan kehendak Allah untuk memperbaharui dunia ini.
Keluarga sebagai gereja kecil memiliki identitas sebagai orang yang melakukan kehendak Allah yaitu dengan mendengarkan sabda-Nya dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari di dalam kehidupannya. Sebagai orang yang melakukan dan mendengarkan sabda Allah, keluarga hendaknya mengimani sabda itu dan membuatnya menjadi dasar dalam hidup bekeluarga dengan melalui relasi yang intim antara keluarga dengan Sang Sabda.
Sebagai keluarga Kristiani yang telah dipersatukan oleh Allah dalam ikatan cinta kasih, oleh Allah keluarga tersebut dianugerahi anak-anak, Allah mempercayakan anak itu kepada keluarga supaya keluarga mendidik dan membinanya. Sebagai buah cinta, hendaklah anak tersebut harus dihormati dan dicintai karena anak tersebut merupakan kado yang sangat indah dari Allah. Karena tindakan dan pernyataan itu, patulah keluarga itu dapat dikatakan sebagai pendidik pertama, terlebih-lebih di dalam iman. Sebagai pendidik iman pertama, hendaklah keluarga tersebut benar-benar memberikan teladan yang baik dan teladang sebagai keluarga Kristiani yang dapat memancarkan kasih Allah dalam keluarga tersebut.  Sebagai dua pribadi yang dipersatukan oleh Allah dalam sakramen perkawinan, hendaklah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak, menanamkan iman mereka kepada anak-anak dengan memberikan pendidikan iman kepada anak-anaknya. Pendidikan iman yang diawali dengan pembaptisan, keluarga tersebut menyatakan atau menepati janji yang telah diucapkannya dalam sakramen perkawinan.
Dalam pendidikan itu, sebagai manusia biasa banyak sekali tantangan yang dapat mengoyakan iman. Di era globalisasi ini, hendaklah pendidikan iman itu harus menjadi hal yang nomor satu yang ditanamkan kepada anak-anak, karena pendidikan iman akan membawa anak kepada kematangan iman untuk bersatu dengan Tuhan. Dalam hal ini, keluarga sagat memiliki peran aktif di dalamnnya. Sebagai pendidik iman pertama, hendaklah orang tua harus bijak sana di dalam segala hal, memiliki komitmen iman yang pasti, karena dengan sikap yang demikian akan membuat anak-anak tersebut dapat merasakan kasih sayang yang luar biasa dari kedua orang tuannya. Mendekatkan diri dengan gereja dan Yesus Kristus sebagai kepada-Nya adalah hal yang sangat membantu dalam mendidik anak dalam kedewasaan dalam imannya.
Sikap keterbukaan antara satu samalain akan membuat suasan keluarga menjadi lebih romantis, karena di dalamnnya tidak ada kekerasan. Sebagai keluarga yang mengimani Yesus Kristus, hendalah memberikan kepercayaan kepada anak-anak mereka pendidikan yang baik dalam mengembangkan imannya, mendekatkan anak-anak kepada pendidikan iman seperti membiarkan anak-anak tersebut menggikuti sekolah minggu atau BIAK, jika perlu di sekolahkan pada sekolah katolik dan itu sangat membantu anak-anak berkembangan dalam imannnya.
Menjadikan pribadi anak-anak yang bersatu dengan Allah merupakan hakekat dari keluarga sebagai pendidik iman pertama. Maka dari pada itu, hal-hal yang harus diperhatikan oleh orang tua dalam hal ini adalah membesarkan anak dalam suasana cinta kasih, memberi teladan hidup sebagai keluarga yang beriman, kebijaksanaan orang tua, keterbukaan, serta memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk memilih kebebasannya sendiri dengan tidak melanggar norma-norma moral dan agama yang telah ada. Jika hal tersebut dilakukan dalam keluarga, maka pendangan keluarga sebagai gereja kecil itu akan terhujud dalam masyarakat dan gereja.

4.2.KRITIK DAN SARAN
Dengan melihat dari tema dan latar belakan di atas, tema ini sangatlah relevan dangan situasi dan kondisi yang dihadapai Gereja pada masa sekarang. Makalah yang penulis buat ini masih jauh dari apa yang terjadi pada masa sekarang terutama dalam Gereja mewartakan kerajaan Allah. Maka dari pada itu, penulis sangat mengaharapakan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat bembangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini selanjutnya.
Akhir kata, penulis mengucapkan puju dan syukur kepada Allah yang telah memberikan pencerahan dan penyertaaannya dalam penulis menyeleseikan makalah ini, serta terima kasih bagi semua pihak yang telah membatu dalam menyelesaikan peper ini. 
DAFTAR ISI

Harjosusanto, Y. 2000. Panduan Rekoleksi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius
Darmawijaya St., “Mutiara Iman Keluarga Kritiani”, Penerbit Kanisius, 1994.
Gilarso T. (ed.), “Membangun Keluarga Kristiani”, Penerbit Kanisius, 1966
KWI, “Iman Katolik”, Penerbit Kanisius & Obor, 1996.
Maria Rua Albert, “Mendidik Anak Gimana Sih Caranya”, Yayasan Pustaka Nusantara, 2003.