Rabu, 20 Oktober 2010

SUARA “MERDEKA” TERDENGAR DI MANA-MANA


SUARA “MERDEKA” TERDENGAR DI MANA-MANA

Seperti biasanya, riuh, teriakkan, dan sorak-sorai yang berbunyi mengatakan “Merdeka” terdengar di mana-mana dari Sabang sampai Merouke. Sangatlah biasa sekali terdengar nada yang demikian, mulai awal kemerdekaan bangsa Indonesia pada tahun 1945 sampai sekarang, ungkapan tersebut masih sangat keras terdengar ditelinga kita.
Suara yang terdengar dari kalangan atas sampai kalang bawah pun masih dengan nada keras yang mengatakan merdeka. Hal yang dimikian amalah sangat baik, karena sebagai warga Bangsa Indonesia adalah ungkapan kebebasan dari adanya penjajahan di Negara Republik Indonesia ini.
Kegembiraan ini juga dapat kita lihat atau kita nikmati dari berbagai sajian-sajian di berbagai media masa, seperti Televisi, Koram dan media-media masa lainnya. Jika kita melihat, hampir disetiap stasiun TV menyiarkan tentang program-progran atau acara-acara yang semeriah HUT RI ke-65 dalam menyambut kemerdekaan ini, mulai dari hiburan, dialog, film-film perjuangan dan sebagainya masih banyak lagi, soalah-olah acara tersebut ingin mengatakan bahwa inilah bangsaku, Bangasa Indonesia. Pada dasarnya, hakekat dari kemerdekaan adalah kebebasan, kebebasan yang dimaksudkan bukan hanya kebebasan dari penjajahan saja akan tetapi kebebasan batin, hati dan jiwa serta raga.
Suara merderka merupakan ungkapan kegembiraan bagi kalangan seluruh bangsa Indonesia ini, akan tetapi seperti apakah suara tersebut? Merdeka pada zaman sekarang ini memiliki makna yang ambigu, meragukan, penuh dengan pertanyaan. Bagi kalangan di atas merdeka merupakan ungkapan kegembiraan atas keberhasilannya, akan tetapi bagi kalngan bawah atau kaum miskin merdeka merupan suatu nada atau bunyi yang penuh dengan pertanyaan. Bisa jadi teriakan kemerdekaan itu hanya ungkapan kekesalan terhadap kaum berdasi atau ungkapan penyesalan bagi mereka karena merasa ditindas. Jika memang demiakian, akankah murni ungkapan kemerdekaan itu? Janji hanya tinggal janji, beginilah syair sebuah lagu.
Jika melihat dan mendengar pidato Bapak Presiden pada malam menjelang HUT RI ke-65 kemarin, banyak sekali timbul perdebatan, kritikan dan  pendapat bagi kalangan para pejabat, pengamat politik, partai-partai dan kalangan masyarakat. Kritikan bukan hanya pada kata-kata atau makna pidato akan tetapi pada media yang digunakan pada saat bapak Presiden pidato juga mendapat kritikan.
Suara yang mengatakan merdeka bukan hanya bernada positif saja akan tetapi bernada negatif juga terjadi dikalangan masyarakat Indonesia. Sebagai seorang mahasiswa, jika saya mengamati respon dari para pejabat dan lain-lain akan pidato presiden, dari pidato tersebut timbulah permasalahan-permasalahan baru yang dilontarkan diberbagai media masa. Ternyata budaya persaigan itu bukan terjadi pada kalangan bawah saja, akan tetapi pada kalangan atas juga terjadi, bahkan menyakitkan. Persaingan yang begitu lembut dan sapon kini memakan korban seperti perselisihan-perselisihan di mana-mana.
Begitu beratnya beban bangsa ini, mengapa dimikian? Dapat dikatakan berat dikarenakan kurangnya kesadaran atau rasa terpanggil bagi para pemimpin bangsa ini akan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pengayom bangsa ini. Bunyi teriankan kemerdekaan hampir sama dengan teriakan bunyi teriakan kemikinan dan kelaparan yang terjadi dikalangan masyarakat.
Dibalik kemerdekaan, gudung yang megah mencakar lagit, baju yang berdasi, dangan pasilitas-pasilitas yang digunakan begitu cangih dan kemegahan yang lainnya, begitu banyak masyarakat negara Indonesia ini yang masih mencari makannya dengan mengais-gais. Jika melihat realita yang terjadi, kemanakah pemerintah sekarang ini? apa pekerjaan mereka? Yang paling menyedihkan kemanakah janji pengabdiaan mereka terhadap Pancasila yang dijadikan falsafa negara ini.
Semuanya hanyalah kata-kata hampa, hanya janji-janji belaka tanpa ada tindakan nyata dari para pemerintah. Jika dikaji lebih mendalam, beberapa juta warga Indonesia yang sudah tidak layak lagi untuk tinggal ditempat mereka tinggali sekarang, akan tapi demi kecintaan mereka terhadap negera Indonesia dan ucapan syukur atau terima kasih mereka terhadap jasa para pahlawan yang telah berkorban demi Negara ini, mereka dengan terpaksa mengucapkan kata-kata ”merdeka” dengan keras walaupun mereka tahu bahwa mereka adalah orang yang termakan karena keganasan dan kerakusan para pemerintah.
 Jika pemerintah mengetahui bahwa ada beberapa kalangan masyarakat tidak mengindahkan atau tidak merayakan kemerdekaan Negara ini jangalah pemerintah memberikan sangsi atau hukuman kepada mereka, karena mungkin mereka sampai sekarang belum merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya.
Menurut pendapat saya, ketidak harmonisan para pemerintah akan memberi efek yang luar biasa bagai kesejahtraan bangsa ini. pada masa kini, budaya persaingan untuk memduduki posisi yang tertinggi amat besar sekali skalanya terjadi di Negara ini. kurang menenerima kekalahan itu sangat besar sekali terjadi, dan itu terlihat pada kritikan-kritikan yang yang dilontarkan terhadap pihal lawan. Jika demiakiaan, apa apa bedanya mental para pemerintah dengan tukang ojek yang berebut untuk mendapat penumpang jang banyak.
Intinya adalah, pemerintah sekarang ini kurang sadar akan posisinya, dan kurang menjalin persatuaan dalam memerintah negara ini, yang hanya ada pertengkaran terjadi dikalangan mereka, hal yang seharusnya dapat diselesaikan dalam satu hari kemudiaan diperpanjang menjadi satu tahun, permasalahan kecil kemudiaan diperbesar. Akibat semuannya itu masyarakat yang menjadi korbannya. Persaiangan antara partai-partai juga amat erat sekali terjadi, dengan berbagai komentarnya yang dilontarkan bernada negatif, tindakan yang demiakian hanya untuk menjatuhkan lawan.
Opini dari saya, jangan ada lagi dari kalangan pemerintah yang menyalahkan satu sama lain, jangan ada lagi perpernagan antra pemerintah, jangan adalagi perselisihan antara pemerintah, mulailah untuk membangun kerjasama yang baik, terimalah kekalahan dan hal yang sangat mulia sekali ialah bersatulah untuk memajukan Negara tercinta ini, dengan persatuaan yang kuat antar pemerintah bukan untuk menjatukan masyarakatnya akan tetapi demi membina kesejahteraan dan kemakmuran bangsa ini yang dijiwai semangat Pancasila.
Jika hal yang demiakian dapat dilakuakan oleh pemerintah pada zaman sekarang ini, saya yakin negara ini akan menjadi negara yang makmur damai dan sejahtra. Mulailah membuka mata hati, mata batin lihatlah disetiap tetesan tangisan rakyat, tangisan itu bukan meminta supaya pemerintah dengan segera memberikan bantuaan akan tetapi meminta supaya pemerintah mau menjalankan kewajibannya sebagai seorang yang dapat membawa kedamaian dan kegembiraan bagi warga Negara Indonesia yang tercinta ini, dengan demikiaan hakekat dari kemerdekaan adalah kebebasan dapat terjadi di tanah ibu Pertiwi ini.
Dibulan ini, saudara kita yang beragama Muslim marayakan hari raya Idul Firti, hari raya yang amat berasa bagi saudara kita Muslim yang sangat penuh dengan makna. Tali persaudaraan yang diikat dengan saling mengunjungi (silahturahmi) ini adalah ungkapan bahwa perdamaian bukan hanya terjadi dalam sesama pemeluk agama muslim saja, akan tetapi dengan ikan persaudaraan sesama pemeluk agama yang lain.
Dengan mensejahtrakan atau mengsukseskan perdamaiaan di negara ini, kita bukan hanya menghormati martabat hidup manusia Indonesia, akan tetapi kita mau menghargai perjuangan atau harapan bagi para leluhur kita, dengan mencintai, mendukung usaha sesasma dan saling bergotong royong untuk membangun bangsa ini, maka ibu pertiwi tidak akan menangis meratapi bangsa ini, akan tetapi ibu pertiwi akan gembira karena melihat putra dan putrinya bersatu dan bersama dengan semangat patriot dalam membangun dan mengembangkan bangsa Indosesia tercinta ini.
Hal yang demikian haruslah dimulai dari dulu, namun bagi manusia yang membuka hatinya untuk kesejahtraan kata itu tidaklah mungkin terlambat. Masih banyak orang yang membutuhkan uluran tanggan kesejahtraan dari kita, dalam hal ini, keluarga-keluarga sangat sekali membantu dalam mengsukseskan kesejahtraan bangsa ini. Dalam hal ini peran keluarga adalah, dengan semangat cinta dalam keluarga mereka dapat mendidika anak mereka untuk menghormati leluhur dan menanamkan semangat leluhur di dalam diri putra dan putri mereka supaya mereka tidak menyia-nyiakan perkembangan dan pertumbuhan mereka, sehingga mereka dapat bertumbuh menjadi putra dan putri bangsa yang mau ikut ambil bagiaan dalam menanamkan nilai kesejahtraan dan perdamaiaan di negara indonesia ini.
Tanamkanlah semangat solidaritas di dalam keluarga dan binalah anak-anak yang baik, dan berikanlah mereka pengertiaan tantang tata tertip dan nilai norma moral yang baik, dengan demikian kelak ketika mereka manjadi orang yang sangat berperan dalam dunia pemerintahaan maka mereka akan menjadi pemimpin yang benar-benar melayani dengan mendasarkan panggilan hati, batin bukan nafsu yang dihandalkan akan tetapi kasih yang menjadi alasan bagi mereka dalam mengemban tugas bangsa untuk kesejahtraan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar