PERANG
Silvester Nyawai
1.1 PENDAHULUAN
Dalam kenyataannya, manusia adalah makhluk sosial dan makhluk pribadi. Sebagai makhluk pribadi manusia membutuhkan adanya kesendiriaan dalam hidupnya, karena dalam kesendirian tersebut manusia mampu atau dapat menemukan pergulatan dalam hidupnya dan mengambil langkah kedepannya.
Selain itu juga, kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari orang lain, karena dengan adanya orang lain salah satunya potensi-potensi dan segala yang ada dalam manusia dapat berkembang. Dalam hal ini, diibaratkan bahwa manusia bukan sebuah pulau yang dari tahun-ketahun tidak mengalami perubahan dalam bentuk fisik, sedangkan manusia butuh perkembangan yang terus menerus di dalam dirinya. Itulah bentuk dari manusia sebagai makhluk sosial.
Dalam perkumpulan dan kebersamaan serta keberagaman manusia itulah yang kemudiaan membentuk suatu masyarakat yang terdiri dari berbagai macam karakter orang dan juga berbagai macam kepentingannya. Dari interaksi itulah, hubungan harmonis tidak selalu dapat diusahakan.
Didalam pergaulannya, tidak selalu manusia mengalami hal-hal yang harmonis atau hidup berdamai seperti yang diharapkan. Dalam kebersamaan manusia, sering terjadi juga yang namanya konflik fisik maupun konflik batin. Sejauh tidak banyak menimbulkan kerugian, terjadinya konflik antar sesama bisa dikatakan wajar dan dapat dimaklumi bersama. Perselisihan kerap saja terjadi dikarenakan setiap manusia selalu menggunakan perspektif (idealitasnya) masing-masing dalam memandang segala hal ataupun yang sering dikenal dengan masalah.
Akan tetapi, akan disayangkan sekali jika konflik tersebut tidak bisa teratasi, atau bahkan mengambil sebuah jalan pintas untuk menyelesaikan sebuah permasalahan. Jalan pintas tersebut salah satunya adalah perang. Dalam hal ini, jika dilihat bahwa pemecahan permasalahan sudah menimbulkan perperang untuk mencapai sebuah kepuasan, itu merupakan hal yang tidak seharusnya terjadi dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini, tindandakan manusia tersebut sudah melampaui sebuah kewajaran.
Pada kenyataan yang ada, pada masa sekarang segelintir orang atau Negara yang menganggap bahwa dengan perperangan maka permasalahan sudah terselesaikanm, akan tetapi disisi lain banyak orang juga yang melihat bahwa perang merupakan tindakan manusia yang tidak mencerminkan kemanusiaan. Sudah dapat dipastikan bahwa dalam perperangan bukan hanya harta benda, fisik manusia yang hancur akan tetapi jiwa atau batin manusia juga hancur. Perang tidak mengenal mana yang baik dan mana yang buruk. Terlebih lagi jika perang sudah digelar secara besar-besaran, berbagai pelanggaran HAM pasti tak dapat terhindarkan.
Sebuah pertanyaan yang muncul, bagaiman dengan fenomena perang suci, perang dengan mengatas namakan agama, perang membela Tuhan dan sebagainya. Dari masing-masing tersebut, perang tetaplah perang. Namun adakah perang yang dapat dikatakan sah secara hukum, secara moral, secara HAM dan sebagainya? Jika memang ada perang yang sah, perang yang seperti apakah itu? Apakah perang yang secara diam-diam? Atau perang yang sopan.
Dengan berdasarkan kenyataan yang ada, maka diri kelompok kami akan membahas makalah yang bertemakan “PERANG”, mengapa hal tersebut dilihat penting, karena disitu sisi perang itu memang dibutuhkan jika dilihat dari kebutuhan atau permasalahan yang amat berat, akan tetapi disisi lain perang tersebut sama sekali tidak meliat citra manusia sebagai ciptaan Tuhan yang amat agung.
1.2 REALITAS PERANG
1.2.1 PENGERTIAN PERANG
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1991) dikatakan bahwa, perang merupakan terjadinya permusuhan antara dua Negara, bangsa, agama dan suku. Dalam hal ini, yang menjadi tujuannya adalah siapa yang kalah dan yang menang. Pertempuran juga dapat terjadi di antara dua tentara, pasukan, lascar, atau pemberontak dan keduanya terlibat dalam pertempuran yang segit. Pertempiran juga dapat bearti perkelahiaan atau konflik antara dua orang, Negara, suku dan agama.
Browining (2008) dalam kamus Alkitabnya mengatakan bahwa perang dilakukan untuk memperoleh wilayah hidup bagi diri mereka sendiri. Contohnya adalah perang orang-orang Palestina, orang Israel, Yehuda dan sebagainya yang ada dalam Kitab Suci Perjanjian Lama (PL). Dicontohkan juga tokoh Saul dalam PL (586 SM), yang selalu senantiasa terlibat dalam peperangan guna mempertahankan dan memperluas wilayah hidup mereka. Dengan beberapa data yang ada ini, maka dalam PL, perang merupakan kenyataan yang umum dalam sepanjang zaman PL. Dari latar belakang yang demikian, jangan heran sering kali Allah digambarkan sebagai tokoh pejuang dalam perang yang menolong umat-Nya dalam perperangan (bdk Yes 42:13; 1Sam 30:26).
Setelah masa pembuangan, Browining (2008) melihat bahwa perang dilihat sebagai kemungkinan untuk mencapai kebebasan dari penindasan dari orang asing, dan yang lebih mengherankan bahwa perperangan tersebut di bawah pimpinan oleh seorang Mesias yang berasal dari keturunan Daud. Perang juga menjadi sebuah gagasan eskhatologis (Mazmur Soalomo).
Perang juga memiliki arti aksi fisik atau non fisik yang dilakukan oleh dua kelompok atau lebih untuk melakukan dominasi di wilayah yang dipertentangkan. Dalam dunia purba, perang memiliki makna sebagai sebuah pertikaian bersenjata.
Dalam pengertian era modern, kata perang lebih mengarah pada superioritas teknologi dan industri, hal ini tercermin dari doktrin angkatan perangnya seperti “Barang siapa menguasai ketinggian maka menguasai dunia”, hal ini menunjukkan bahwa penguasaan atas ketinggian harus dicapai oleh teknologi, tetapi dalam duani era modern kata Perang tidak lagi memiliki peran sebagai kata “kerja”, namun arti dan maknanya sudah bergeser pada kata sifat, yang mempopulerkan hal ini adalah para jurnalis, sehingga lambat laun pergeseran ini mendapatkan posisinya, namun secara umum perang berarti “pertentangan”.
Jadi, dalam hal ini perang adalah suatu ajang konflik fisik antara satu orang dengan orang lain, kelompok dengan kelompok lain, keloni dengan koloni dan bangsa dengan bangsa yang lain. perang muncul dikarenakan adanya perbedaan pandangan yang dianggapnya benar dan belum tentu benar dipihak lain. selain itu juga, dalam sebuah perbedaan pandangan tidak ada yang mau mengalah maka perperanganlah yang akan terjadi. Selain itu juga, perang adalah sebuah aksi fisik dan non fisik (dalam arti sempit, adalah kondisi permusuhan dengan menggunakan kekerasan) antara dua atau lebih kelompok manusia untuk melakukan dominasi di wilayah yang dipertentangkan.
1.2.2 PENYEBAB TERJADINYA PERANG
Dalam kenyataanya, setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh manusia memiliki alasan dan maksud tertentu. Tindakan tersebutlah yang sangat menentukan kualitas dan kuantitas manusia tersebut. Dalam hal ini, perang juga tidak akan terjadi jika tidak ada maksud tertentu yang mau diperjuangkan. Hal tersebutlah yang menyebabkan manusia mempertahankannya bahkan sampai tidak hanya mengorbankan harta, kekayaan akan tetapi sampai pada batas pertumpahan darah.
Dalam hal ini, ada beberapa alasan yang mengakibatkan perperangan itu terjadi, diantaranya; (1). Secara spesifik dan wilayah filosofis, perang merupakan turunan sifat dasar manusia yang tetap sampai sekarang memelihara dominasi dan persaingan sebagai sarana memperkuat eksistensi diri dengan cara menundukkan kehendak pihak yang dimusuhi. Dengan mulai secara psikologis dan fisik. Dengan melibatkan diri sendiri dan orang lain, baik secara kelompok atau bukan. Perang dapat mengakibatkan kesedihan dan kemiskinan yang berkepanjangan. sebagai contoh perang dunia yang mengakibatkan hilangnya nyawa beratus-ratus orang di Jepang dan tentu saja hal ini mengakibatkan kesedihan mendalam dalam diri masyarakat Jepang. (2). Perang juga dapat disebabkan perbedaan ideologi, Keinginan untuk memperluas wilayah kekuasaan, Perbedaan kepentingan, dan perampasan sumber daya alam (minyak, hasil pertanian, dll)
1.2.3 JENIS-JENIS PERANG
Ada beberapa juga jenis perang, diantaranya adalah perang atrisi artinya perang dengan mengunakan siasat untuk menghabiskan tenaga dan kekuatan lawan. Perang bintang adalah perang yang menggunakan sinar laser, berkas partikel dan kilatan listrik yang memiliki energi yang tinggi. Perang biologis adalah perang yang mengunakan kuman-kuman, contohnya adalah menyebarkan bakteri-bakteri untuk memusnahkan musuh dengan melalui penyakit. Ada banyak jenis-jenis diantaranya
1. Perang dingin perang yang tidak mengunakan kererasan bersenjata secara terbuka, tetapi situasi dan kondisi yang terjadi antara kedua belah pihak memiliki kemiripan pada waktu perang.
2. Perang umum adalah perang yang mengejar tujuan yang luas, mengunakan seluru kemampuan Negara dan dilakukan di seluruh dunia, contohnya adalah perang dunia, perang ekonomi, perang politik, perang Agama, dan perang Nuklir.
3. Perang terbatas adalah perang yang terjadi antar dua bangsa atau perang yang melibatkan banyak bangsa secara luas dilihat dari sudut tujuan, penggunaan kekuatan, dan lingkup wilayah. Contohnya perang saudara, perang suku, perang teluk, perang antar Negara, dan perang Ekspansi (Error! Hyperlink reference not valid.).
1.3 PADANGAN GEREJA TENTANG PERANG
Perang tetaplah perang. Perang merupakan konflik fisik antara 2 orang atau kedua Negara atau lebih. Dalam kenyataannya, perang berawal dari konflik atau masalah yang sederhana. Pada dasarnya, semuan orang mengakui bahwa perperangan bukanlah suatu bentuk penyelesaiaan yang terbaik, melainkan perang sering kali menjadi sebuah jalan yang pintas dalam menyelesaikan masalah.
Menjadi fenomena sepanjang sejarah manusia, bahwa perang bukan lagi sebagai sebuah jalan yang baik dalam mencapi tujuan yang sebenarnya. Meskipun demikian, pereang semakin tetap saja menjadi jalan manusia untuk menyelesaikan masalah. Telah terbukti, ada beberapa Negara yang mengunakan perang untuk mempertahankan haknya sebagai manusia yang bebas untuk menentukan hidupnya.
Dalam hal ini, Santo Agustinus memberikan sumbanghan pendapat terhadap perang. Ia melihat tentang tingginya nilai-nilai hidup manusia. Terhadap perang, ia berpendapat bahwa perang boleh saja dilakukan asalkan tidak melanggar peraturan perang yang sah. Doktrin tentang Perang yang Sah ini berusaha untuk mendefinisikan kondisi-kondisi dan situasi-situasi di mana pembunuhan terhadap orang lain menjadi suatu kewajiban moral.
Kepedulian utama dari Doktrin tentang Perang yang Sah adalah perlindungan terhadap mereka yang tidak bersalah (orang-orang yang tidak ikut berperang), penyusunan aturan-aturan yang dapat meminimalkan kematian, dan pelaksanaan perang di dalam batas-batas yang telah ditetapkan. Karena itu, Perang yang Sah tidaklah semata-mata ditentukan oleh kriteria utilitarian semata-mata, tetapi juga oleh sarana-sarananya, prinsip-prinsipnya, dan nilai-nilainya.
Adapun tujuan dari doktrin ini adalah supaya dapat membedakan cara-cara yang benar dan cara-cara yang tidak dibenarkan dalam sebuah perang. Teori-teori tentang perang yang sah berusaha untuk memahami cara mengunakan peralatan senjata dalam perperang yang dapat dikendalikan, dilakukan dengan cara yang lebih manusiawi, dan akhirnya ditujuakan kepada datangnya perdamaian dan keadilan.
Dalam hal ini, para Uskup Amerika telah berpikir selama berabad-abad tentang refleksi etika Kristiani saat mereka mereka memberikan pernyataan pada tahun 1983. Adapun pernyataan mereka;
1. Alasan yang adil : perang diperbolehkan hanya untuk menghadapi suatu bahaya tertentu dan nyata.
2. Wewenang atasan: perang harus dinyatakan oleh mereka yang bertanggungjawab terhadap ketenteraman masyarakat.
3. Keadilan komperatif: apa nilai-nilai yang dipertaruhkan cukup kritis untuk menolak anggapan untuk perang?
4. Maksud yang benar: perang dapat dilakukan secara sah demi suatu alasan yang adil
5. Usaha terakhir: bila berbagai usaha damai telah diupayakan, maka usaha perang bisa dibenarkan
6. Kemungkinan berhasil: harus mencegah kehendak yang tidak masuk akal atau adanya alasan kekuatan melawan bila hasil dari salah satunya akan jelas-jelas tidak sepadan atau sia-sia,
7. Kesepadanan: kerusakan yang diakibatkan dan biaya-biaya dyang dikeluarkan untuk perang harus diseimbangkan dengan kebaikan atau keuntungan yang diharapkan dalam melalui perperangan
Dalam hal ini juga, Para Uskup memberikan 2 prinsip untuk menentukan tindakan yang pantas dan tidak pantas suatu saat perang yaitu kesepakatan dan pembedaan. Kesepakatan adalah reaksi terhadap penyerang harus tidak melebihi sifat dari penyerang, dan pembedaan adalah menghindari penjerangan dari penduduk sipil yang tidak tahu menau.
Meskipun demikian dikatakan oleh St. Agustinus, setiap perperang pasti memiliki tujuan untuk memperolah kemenangan. Dalam peperangan modern, proporsionalitas, seperti yang digambarkan di atas bisa sulit dicapai, karena adanya kecenderungan untuk menempatkan target-target militer di wilayah sipil. Dalam hal ini, pihak sipil yang akan menjadi korban yang sangat menyedihkan.
Hal yang senada juga dikatakan oleh kaum Pasifisme. Pasifisme adalah keyakinan bahwa perang seperti apapun secara moral tidak sah. Ada pertentangan pendapat antara St. Agustinus dengan kaum Pasifisme. Kaum Pasifisme menentang doktrin tentang perang yang sah. Dikatakan bahwa doktrin ini membela perlindungan dan kesucian manusia yang tidak bersalah, namun dalam suatu peprangan manusia-manusia yang tidak bersalah tidak dapat dijamin perlindungannya, karenanya, bila manusia yang tidak bersalah tidak dapat dijamin, perang pun tidak dapat dianggap sah dengan alasan apapun juga ? (Gregory C Hinggins. 2006).
Jadi, dari pernyataan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa dalam kondisi apapun perang memang tidak selayaknya dilakukan, karena bisa saja kemungkinan-kemungkinan buruk bisa saja terjadi. Menurut kaum Pasifisme, satu-satunya cara untuk menghentikan perperangan adalah menghindari perperangan. Menurut mereka, perang bukan satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah, malahan akan menimbukan masalah baru.
Bagaiman sikap Gereja terhadap perang? Gregory C Hinggins (2006) dalam bukunya yang berjudul “Delema Moral Zaman Ini” mengatakan bahwa umat Kristiani yang menjadikan Kitab Suci Perjanjian Baru sebagai sebuah bimbingan moral sering kakali merasa kecewa ketika menemukan bahwa Yesus berbicara sangat sedikit sekali berbicara tentang langkak-langkah moral tertentu. Meskipun demikian, Yesus dalam hidupnya mengatakan dengan sangat khusus mengenai satu permasalahan yaitu kekejaman.
Dalam khotbah di bukit (Mat 5-7) yang disajikan dengan sangat ringkas, tentang perumpamaan-perumpamaan menjadi bahan perdebatan selama berabad-abad. Beberapa orang Kristiani menyatakan bahwa ajaran-ajaran ini harus diikuti secara harafiah. Dari ajaran-ajaran ini, sering kali salah dimengerti oleh segelintir orang. Dalam hal ini, apakah diperbolehkan bagi orang Kristiani untuk bertindak kejam?
Harus diakui, bahwa pola pengajaran Yesus mengikuti pola-pola tertentu (Mat 5:27-30). Banyak sebebarnya ajaran-ajaran Yesus yang tidak kita mengerti, akan tetapi dapat dikaji menjadi kesimpulan bahwa paham cinta damai, menganggap ajaran-ajaran Yesus sebagai sungguh-sungguh pengikat semuan orang Kristiani, maka dari pada itu, keterlibatan orang Kristiani dalam urusan perperang selalu tidak bermoral. Posisi perang yang adil memberikan jalan tengah antara paham cinta damai dengan militerisme. Posisi perang yang adil memperbolehkan keikutsertaan umat Kristen dalam kekerasan terbatas di bawah keadaan-keadaan tertentu.
PENCINTA DAMAI, MILITERISM DAN PERANG YANG ADIL | ||
PENCINTA DAMAI | MILITERISME KRISTIANI | PERANG YANG ADIL |
· Menganggap ajaran-ajaran Yesus sebagai sungguh-sungguh pengikat semuan orang Kristiani, maka dari pada itu, keterlibatan orang Kristiani dalam urusan perperang selalu tidak bermoral · Fokus pada ajaran cinta kasih Kristus yang digambarkan dengan cinta Agape. · Pendukung perang adik telah melakukan kesalahan yang krusial. · Hidup umat Kristiani harus memperhatikan KS bukan untuk ikut campur dalam urusan nasional. | · Mereka nenempatkan naskah-naskah KS dalam konteks yang lebih luas menyangkut tujuan umat Kristiani. Perang bertujuan suci jika memiliki alasan yang benar (Yoshua 6). · Jika perang tersebut bertujuan untuk membela hak asasi manusia, maka orang Kristiani harus ikut serta dalam perang (Perang Salib sebagai contohnya). | · Prinsipnya adalah menjadi penegah antara paham cinta damai dan Militerisme. · Dikatakan memperbolehkan umat Kristiani ikut perang. · Acuannya pada pemikiran St. Agustinus yang mengatakan perang itu dapat sah dan tidaknya. · Para ahli pencinta damai melupakan salah satu pernyataan fundamental KS yaitu cinta selamannya. · Jadi, perperangan yang benar adalah membelah hak asasi manusia, bukan demi kepuasan diri sendiri atau Negara. |
Paus Yohanes Paulus II, dengan mengulangi seruan yang dikeluargakn oleh Paus Leo XIII dalam ensikliknya Rerum Novarum, menolak kebencian dan kekerasan yang bersumber dari paham idiologi tertentu. Baginya, hanya keadilan yang mampu membangun tata kehidupan bersama yang baik, dan keadilan tersebut bukan tindakan perang, akan tetapi lebih mendalam maknanya. Paus Yohanes Paulus II dalam ensikliknya Centesimus Anus mengatakan nama lain dari perdamaian adalah pembangunan tata kehidupan yang lebih baik.
Dalam hal ini, amat jelas bahwa Paus Yohanes Paulus II memberikan penolakan akan adanya perang, dan terdapat dalam ensikliknya Centesimus Anus (1991) yang mengatakan “jangan adalagi perperangan”. Seruannya terhadap perdamaian terus menerus berbunya, tujuannya adalah untuk menghindari adanya perperangan. Bagi Paus Yohanes Paulus II, perang adalah suatu pembunuhan, dan hasilnya adalah kerusakan dan kebencian, maka dari pada itu perang tidak akan mampu menghasilkan suatu solusi dalam suatu konflik, bahkan mempertahankan, memperluas dan membesarkan suatu konflik.
Dalam pesan perdamaian tahun 1979, ia mengatakan bahwa perang adalah suatu kejahatan yang menghancurkan martabat manusia, karena dalam perperangan akan merusak relasi yang baik sebelumnya antar manusia dengan manusia dan manusia dengan Allah. Dalam hal ini, perdamaian yang hendaknya harus dicari.
Perang baginya merupakan sebuah kegagalan kemanusiaan. Ia amat mengecam keputusan Presiden AS George Bush Jr, yang memutuskan untuk menyerang Irak. Ada 2 hal yang dikritiknya, 1) perang tidak akan pernah menyelesaikan masalah , dan 2) alasan demi keamanan atau melawan teroris tidak bisa dibuat dengan melanggar hokum dan tatanan internasional.
Perang bukanlah salah satu pilihan untuk menyelesaikan sebuah permasalahan antar bangsa. Dalam hal ini, perang yang yang baik adalah perang yang melindungi hak asasi manusia, perendahan martabat manusia, dan dibangun atas dasar prinsip keadilan. Dalam hal ini, hendaklah pengunaan senjata harus dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.
Paus Yohanes Paulus II dalam pesan perdamaian pada tahun 2000, menganjurkan untuk menghindari perperang adalah hendaklah Negara-negara harus mengadakan negoisasi, karena dengan negoisasi akan mengurangi konflik yang akhirnya menumbulkan perperangan. Dalam hal negoisasi ini, setiap Negara harus mengadakan kesepakatan antarsemua pihak.
1.4 KESIMPULAN
Sejarah telah membuktikan, kerapkali bahwa perang memang tidak dapat dihindari. Perang juga kerap kali dijadikan kebanggaan tersendiri bagi suatu bangsa dalam perlombaan mencari daerah jajahan. Agama juga tidak bisa dipungkiri, telah ikut menjadi sebab terjadinya berbagai pertumpahan darah. Bahkan azas-azas kemodernan, yang konon menjadi simbol tingginya peradaban juga telah memicu peperangan di berbagai belahan dunia. Lagi-lagi pihak yang lemah yang selalu menjadi korban. Perang memang membawa banyak penderitaan, banyak korban. Baik korban harta, benda maupun nyawa dari kedua belah pihak. Terlebih lagi bagi yang kalah; korban segalanya.
Namun di sisi lain, dengan adanya perang telah membuat banyak orang menjadi berpikir, terutama berpikir tentang kedamaian. Bahwa perang bukanlah solusi akhir dari setiap persoalan. Katakanlah Jepang, dengan kekalahannya dalam Perang Dunia II (hancurnya kota Hirosima dan Nagasaki) ternyata telah membawa perubahan yang luar biasa bagi bangsanya. Jepang yang awalnya kolot dan menutup diri, setelah kekalahannya berubah menjadi negara terbuka, sadar akan pendidikan, bahkan terbilang sebagai negara Asia paling maju.
Kejamnya perang memang selalu membawa persoalannya tersendiri. Si pemenang perang bukanlah dia yang sanggup mengalahkan lawannya namun dia yang sanggup mengalahkan dirinya. Hanya yang sadar diri dan sanggup mengendalikan dirinya, ialah pemenang perang yang sesungguhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, T. Krispurwana. 2007. Paus Yohanes Paulus II (Gereja, Teologi dan Kehidupan). Jakarta: OBOR
Hinggins, Greglory. C. 2006. Delema Moral Zaman Ini. Yogyakarta: Kanisius
http://id.wikipedia.org/wiki/Doktrin_tentang_Perang_yang_Sah (Doktrin Tentang Perang yang Sah, tertanggal 22 Agustus 2007, dalam)
http://munzaro.blogspot.com/2010/06/makalah-tentang-perang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar