PELATIHAN
MENJADI LEKTOR YANG IDEAL
Oleh :Silvester Nyawai
Kamis, 27 Oktober 2011
A. SIAPA LEKTOR/LEKTRIS?
Kata lector (lector) yang berasal dari kata latin Lectito artinya membaca atau membacakan. Umumnya, kata ini sama diartikan pembaca atau yang membacakan. Biasa juga dikanalkan dengan kata “leksio” artinya bacaan.
Dalam pengertian khusus yang disesuaikan dengan tradisi Gereja, lektor adalah seseorang yang mendapatkan kewewenangan dari Uskup untuk membacakan sabda Tuhan. Dalam pengertian umum, lektor adalah lektor biasa dilihat dalam bertugas di Gereja membaca Kitab Suci, mereka tidak menerima SK dari Uskup. Mereka ini adalah awam biasa. Jadi, Lektor bukanlah orang yang bertugas membaca biasa atau petugas membaca, akan tetapi lektor adalah orang yang menyampaikan sabda Allah.
Menjadi lektor tidak sulit. Setiap orang bisa menjadi lektor asal memenuhi persyaratan yakni beriman Katolik, dapat membaca dengan lancer dan memiliki kesanggupan untuk mengabdi atau melayani dangan tulus dan serius.
Dalam hal ini, kata “tidak sulit” jangan diartikan “gampang” dalam arti seenaknya, sekedar pengisi waktu luang, tampa niat yang kuata atau motivasi. Tapi, tektor sebagai penyampai sabda Allah, adalah pribadi yang takkala bertugas harus mampu menempatkan diri menjadi bagian penting yang tak terpisahkan dari seluruh rangkaian upacara liturgis ekaristi.
Lektor yang menyampaikan sabda Allah bukan hanya sekedar lektor yang membacakan sabda Allah yang tertulis dalam KS. Pembaca KS lebih dahulu mendekatkan diri dengan Kitab Suci yang memuatkan sabda Allah tersebut. Pendekatakan yang paling efektif adalah dengan cara membaca Kitab Suci setiap hari secara tekun dan telaten. Cara ini amat berguna dalam mambantu pembaca untuk mengerti serta memahami sabda Allah.
Lektor yang ideal adalah lektor yang dengan kecerdasan imannya meyakini kebenaran Sabda Allah. Dengan kecerdasan intelektualnya dan spiritualnya memahami serta menghayati makna sabda yang tersurat maupun tersirat dalam KS, dengan tata fisik dan pesona suaranya yang memikat ia mengumandangkan sabda itu agar bisa didengar dan mudah diresapkan dan dengan tata batin yang terkendali serta teknik pengucapan yang baik, ia meyakinkan sabda Allah yang disampaikannya itu dapat dimengerti, dipahami, diresapkan dan diamalkan umat dalam kehidupan sehari-hari.
Dari semuannya ini dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa, menjadi lektor bukanlah sebuah tugas main-main. Menjadi lektor harus sunguh belajar dan diajar, sungguh berlatih dan bersedia dilatih dengan serius dan tulus. Meningkatkan kemampuan, keterampilan dan kualitasnya.
“Untuk melaksanakan karya sebesar itu, Kristus selalu mendampingi Gereja-Nya terutama dalam kegiatan-kegiatan liturgis. (1) Ia hadir dalam Korban Misa, baik dalam pribadi pelayan, “karena yang sekarang mempersembahkan diri melalui pelayanan imam sama saja dengan Dia yang ketika itu mengorbankan Diri di kayu salib( 20), maupun terutama dalam (kedua) rupa Ekaristi. Dengan kekuatan-Nya (2) Ia hadir dalam Sakramen-sakramen sedemikian rupa, sehingga bila ada orang yang membabtis, Kristus sendirilah yang membabtis(21). (3) Ia hadir dalam sabda-Nya, sebab Ia sendiri bersabda bila Kitab suci dibacakan dalam Gereja. Akhirnya (4) Ia hadir, sementara Gereja memohon dan bermazmur karena Ia sendiri berjanji : bi la dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, disitulah Aku berada diantara mereka (Mat 18:28)” (SC 7).
Lektor diakui sebagai bagian integral dalam sebuah perayaan Sabda dan Ekaristi. Dalam hal ini, ada 3 keyakinan seorang lektor diantaranya adalah.
1. Sebagai pribadi, lektor harus meyakini bahwa lektor sebagai profesi. Dalam hal ini, seorang lektor harus bertindak profesional dalam melaksanakan tugas dan kewajiban utamannya. Profesional tersebut harus dihayati dengan seluruh jiwa, ia yakin bahwa menjadi lektor adalah wujud aktual persembahan hidup pribadinya di dalam ekaristi.
2. Sebagai kelompok, lektor harus dihimpun dalam satu wadah yang dikelola dengan tata manajeman yang berkualitas untuk mendidik dan melatih para pribadi lektor itu dengan sistim yang berkualitas, terprogram, terkendali dan berkesinambungan agam mereka menjadi lektor yang benar-benar teruji kualitasnya.
3. Lektor, baik sebagai pribadi maupun komunitas menyadari diri sebagai bagian yang integral dalam liturgy sabda dan ekaristi yang bertanggungjawab kepada Gereja dan umat paroki tempat lektor berdomisili dan berkarya.
B. PRAKTEK MEMBACAKAN KITAB SUCI
1. Bagaimana mendapatkan bahan bacaan?
· Melihat kalendarium liturgi dan setelah tahu masa liturginya baru mencari buku lektionarium yang bersangkutan (lihat daftar lectionarium di atas).
· Kalau tidak tersedia lektionarium, dari kalender liturgi langsung dicari perikop yang ditunjuk sesuai kitab, bab dan ayatnya.
2. Bagaimana membacakan kutipan dari lectionarium?
· Yang wajib dibacakan bagi umat adalah sumber bacaan, yaitu: Pembacaan diambil dari kitab Keluaran. Setelah itu langsung dibacakan bacaannya. Petunjuk bab dan ayat tidak begitu penting. Tulisan-tulisan yang lain sebenarnya adalah petunjuk bagi pembaca sendiri (Bacaan Pertama), atau petunjuk bagi pengkhotbah (pengantar yang dicetak miring, ayat singkat yang dicetak miring), jadi tidak perlu dibacakan untuk umat.
· Kalaupun mau dibaca lengkap maka urutannya adalah: Bacaan Pertama – ayat cetak miring – Pembacaan diambil dari ….. – isi bacaan – Demikianlah Sabda Tuhan.
3. Kelengkapan apa saja yang diperlukan seorang lektor?
Bahan bacaan, bisa berupa teks, buku lectionarium, atau kitab suci yang sudah dipersiapkan khusus
(1) mimbar atau tempat pembacaan yang khusus
(2) pakaian yang pantas atau malah khusus, biasanya juga ditambahkan sebuah samir sesuai warna liturgi
(3) mikrofone, bila ruangan cukup besar, atau bila umat cukup banyak
4. Bagaimana langkah-langkah untuk menyiapkan pembacaan?
ü menemukan teks yang ditentukan
ü membaca keseluruhan secara lancar – sebaiknya dilafalkan dan tidak hanya dalam hati
ü mengenali jenis teks – kisah, dialog, kotbah dsb. agar bisa menentukan gaya pembacaan
ü menemukan inti bacaan – biasanya sudah ditunjuk oleh kutipan bercetak miring
ü menemukan bagian-bagian yang merupakan satu kesatuan gagasan
ü memberi tanda khusus pada akhir alinea, akhir kalimat, koma, jeda serta tempat pernafasan, atau pada kata-kata yang perlu diberi tekanan khusus. Tentu saja tidak dibenarkan mencoret-coret buku misa, maka bila belum ada teks khusus, baik kalau duusahakan sendiri.
ü membaca kembali secara utuh sambil mengatur ritme.
5. Apa saja yang harus diperhatikan dalam praktek pembacaan?
(1) kelancaran membaca, ini bisa dipersiapkan dengan membaca dan melafalkan bacaan secara berulang-ulang
(2) kejelasan artikulasi, ini sangat dipengaruhi oleh cara kita membuka mulut,
(3) frashering atau jeda pernafasan, ini bisa dibangun dengan mencari penggalan yang tepat dan kemudian memberi tanda
(4) aksentuasi atau pemberian tekanan, dapat dilakukan setelah kita menemukan bagian yang penting yang perlu dipertajam,
(5) tempo atau kecepatan baca, harus diukur agar membantu pendengar dan membantu pembacaan kita sendiri,
(6) irama, mesti disesuaikan terutama dengan bentuk kalimat – kalimat berita, kalimat seru, kalimat tanya dsb.
(7) volume atau keras lemah suara, menyesuaikan dengan luas ruangan dan jumlah pendengar; sekarang kita banyak dibantu dengan sound system yang menuntut kita untuk bisa memanfaatkannya sebaik mungkin,
(8) komunikasi dengan pendengar, diperlukan karena peran kita adalah membacakan dan bukan sekedar membaca untuk diri sendiri, ini bisa mencakup arah hadap, jangkauan pandangan dan kontak mata
(9) gerak-gerik dan penampilan yang mendukung kewibawaan sabda Tuhan yang kita bawakan, kita tidak tampil untuk membawakan diri sendiri. Perlu dicermati cara kita berjalan, berlutut, berdiri, memandang, berpakaian, bermake-up dsb.
6. Adakah tugas lain selain membacakan kitab suci?
Di paroki kita, lektor biasanya juga bertugas memberikan sambutan pembukaan, pengantar tema, membacakan doa umat dan membacakan pengumuman. Untuk pengantar tema dan doa umat, sudah tersedia dalam buku misa (kecuali kalau berbahasa Jawa harus menterjemahkan atau membuat sendiri).
SUMBER
KWI. 2004. Konsili Vatikan II. Jakarta: OBOR-Kanisius
Roesdianto, Victor. 2005. 9 Prinsip Lektor. Semarang: Yayasan Pustaka Nusantara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar